HARDY BOYS TERPERANGKAP DI LAUT Franklin W. Dixon Judul Asli TRAPPED AT SEA Oleh Franklin W. Dixon Terjemahan Prodjosoegito Copyright © 1982 oleh Stratemeyer Syndicate Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Diterbitkan pertamakali dalam bahasa Inggris oleh Wanderer Books dari Simon & Schuster Divisi dari Gulf & Western Corporation Simon & Schuster Building 1230 Avenue of the Americas New York, New York 10020 Diterbitkan pertamakali dalam bahasa Indonesia oleh PT. INDIRA, Jalan Sam Ratulangi 37 Anggota IKAPI Jakarta -1984 Cetakan 1: September 1984 Dicetak oleh PT Midas Surya Grafindo, Jakarta Djvu: BBSC ============================== Ebook Cersil (zheraf.wapamp.com) Gudang Ebook http://www.zheraf.net ============================== Re edited by: Farid ZE Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu Daftar Isi 1. Muatan yang Mencurigakan 2. Lolos Dari Lubang Jarum 3. Pencarian di Waktu Malam 4. Dibajak 5. Uranium Curian 6. Persembunyian Komplotan 7. Terperangkap 8. Tangkap Keluarga Hardy 9. Terjun Bebas 10. Menyamar Sebagai Indian 11. Ancaman Bahaya Bom Atom 12. Devill's Point 13. Chet Menangkap Penjahat 14. Tertawan di Laut 15. Kekacauan di Dermaga 16. Pengejaran yang Menyeramkan 17. Seorang Tersangka Menghilang 18. Cerita yang Janggal 19. Kepala Perampok Bertopeng 20. Bukti Terakhir 1. Muatan yang Mencurigakan Frank Hardy mengemudikan mobilnya di belakang truk merk Mack, melaju sepuluh kilo di bawah batas kecepatan. Adiknya yang berumur tujuh belas, Joe, yang berambut pirang dan setahun lebih muda, duduk di sebelahnya. Chet Morton, teman mereka, duduk di belakang. "Orang itu sedang pesiar," Joe menggerutu. "Mengapa tidak kau lewati saja, Frank?" "Memang," kata Frank, lalu mempercepat mobilnya hendak mendahului dari sebelah kiri. Tiba-tiba, tanpa memberi isyarat, sopir truk juga mengayun ke kiri dalam usahanya mendahului sebuah traktor pertanian yang berjalan lambat. "Awas!" seru Joe. Tetapi Frank sudah terlalu maju. Ia sadar seketika, biar pun ia menginjak rem, mereka masih akan menabrak truk. Sambil membunyikan klakson dan menginjak pedal gas, ia bergerak ke kiri sejauh mungkin. Jalan sempit, tetapi ia hampir berhasil mendahului truk ketika bumper truk tersebut menyangkut roda kanan belakang mobil sport kuning Frank. "Ya, ampuuun!" seru Chet, kedua tangannya menutupi wajahnya. Ketiga pemuda itu meluncur maju beberapa ratus meter, terhempas terlonjak-lonjak sementara Frank berjuang keras untuk menguasai mobilnya. Akhirnya mereka melambat, lalu berayun ke sebelah kanan. "Kita belum mati 'kan?" tanya Chet setelah mobil berhenti. "Tidak," kata Joe. "Tetapi sungguh ajaib kita tidak cedera." Mereka turun dan melihat roda belakang yang peot. Truk raksasa itu berhenti di belakang mereka dan sopirnya turun bersama keneknya, lalu mendatangi mereka. Kedua orang itu kurus semampai berumur setengah baya. Yang seorang melambaikan tangannya ke sopir traktor, yang juga berhenti karena khawatir. "Maaf," sopir truk itu meminta maaf. "Aku tak melihat kalian hendak menyusul dari belakang. Kalian tak apa-apa?" "Kami tidak cedera," kata Frank. "Tetapi mobil kami berantakan, dan kami masih tiga ratus kilo dari rumah." "Perusahaan asuransi kami akan membereskan kerusakannya," kata sopir truk itu. Ia mengulurkan SIM-nya dan Frank melihat bahwa nama sopir itu Jerry deToro. "Ini Steve Burrows," kata Jerry sambil menunjuk keneknya. Frank memperkenalkan diri serta kedua pemuda lainnya. Kemudian ia mencatat semua informasi yang dibutuhkan untuk keperluan asuransi. "Kami tak dapat lagi mengendarai mobil kami," kata Frank. "Dapatkah anda membawa kami ke kota berikut?" "Dengan senang hati," kata deToro. "Tetapi kalian harus duduk di kereta gandengan. Tak ada tempat di depan." "Tak mengapa." Gandengan itu dimuati-beberapa almari es, tetapi masih banyak ruang. Sebab hanya tiga-perempat yang penuh muatan. Sebelum menutup dan mengunci pintu belakang, Jerry menarik tuas membuka jendela di atap kereta gandengan, untuk memasukkan cahaya dan udara. Hari itu hari yang panas di musim semi, dan sinar matahari menerobos masuk dari lubang jendela di atap yang persegi itu. Setelah truk mulai berjalan, Chet Morton yang gemuk itu meraba-raba perutnya. "Seharusnya kita katakan kepada sopir agar mampir di Hamburger Heaven," katanya. "Pengalaman ini sungguh membuat aku lapar." "Engkau akan tetap selamat," kata Joe. "Hanya setengah jam sampai di kota berikut." Sepuluh menit kemudian, rem angin mendesis dan truk besar itu berhenti. "Singkirkan benda itu!" mereka mendengar deToro berteriak. Kemudian terdengar suara yang kasar: "Turun! Kalian berdua. Perlahan-lahan, kalian tak akan cedera." Suara Jerry gemetar. "Jangan tembak, Pak. Kami akan ke luar." Di belakang, Frank yang berambut hitam memegang lengan adiknya. "Rupa-rupanya ada pembajakan!" "Apa yang harus kita lakukan?" bisik Chet dengan cemas. "Mereka akan membuka pintu belakang ini setiap saat." Dengan mati-matian, ketiga pemuda itu mencari-cari tempat bersembunyi, namun tidak berhasil. Almari almari es itu diatur rapat di bagian depan kereta gandengan, diikat kuat hingga tak dapat digeser. Joe melihat jendela tingkap di atas. "Ke atas sana!" ia mendesis. "Cepat!" Dengan naik ke atas almari es ia meraih tepi lubang, lalu menarik dirinya ke atas. Kemudian ia berbaring pada perutnya dan tangannya diulurkan ke dalam, memberi pegangan pada Frank. Akhirnya kedua pemuda itu berada di atap kereta gandengan, bersama-sama menarik Chet ke atas. Namun lubang jendela itu tak cukup lebar bagi tubuh pemuda itu yang gemuk. Ia 'macet' di perutnya! Pada saat itu pula meeka mendengar kunci pintu belakang dibuka. "Tarik lagi!" Chet berbisik sambil menen-dang-nendangkan kakinya. Frank dan Joe memberanikan diri, mengambil risiko dapat dilihat oleh para pembajak. Mereka berlutut, lalu menarik sekuat tenaga. Akhirnya Chet dapat lolos dari lubang udara itu bagaikan gabus penutup botol. Dengan segera mereka bertiga berbaring rapat di atap. Pintu belakang terbuka, dan mereka dapat melihat dua orang bertopeng seperti pemain ski mengintip ke dalam. Keduanya memegang pistol. Yang seorang berkata dengan nada gembira: "Wah, almari es! Paling sedikit bisa untung 10.000 dollar!" Kemudian ia mengeraskan suaranya, berseru! "Bawa kedua badut itu ke sini." Dua orang bertopeng lagi muncul, mendorong deToro dan Steve Burrows. Orang yang bersuara kasar itu memerintahkan keduanya masuk ke dalam kereta gandengan. DeToro dan Burrows nampak heran tak melihat ketiga pemuda, namun tak berkata apa-apa. Dengan patuh mereka naik ke dalam. Pintu kembali ditutup dan dikunci. Kedua sopir itu berjalan berkeliling, bahkan mengintip dari atas almari-almari es. Chet hendak membuka mulut, tetapi Frank memberi isyarat agar diam. Frank mengulurkan tangannya ke bawah melalui lubang di atap dan melambai-lambai ke kedua orang. Ketika mereka mendongak, ia meletakkan telunjuknya di bibirnya. Kedua orang itu mengangguk. Mesin truk di depan mereka dihidupkan, dan mereka mulai bergerak. Ketiga pemuda di atap bergeser untuk memandang ke depan. Sebuah truk gandengan yang lain, kali ini truk merk Kenworth, berada kira-kira lima puluh meter di depan mereka. Truk itu menggunakan beberapa nomor polisi, semuanya dilumuri lumpur. Setelah berjalan sebentar, truk yang di depan membelok masuk ke jalan tanah. Truk Mack mengikuti. Setengah kilo kemudian jalan itu berakhir pada suatu tempat yang terbuka dan luas. Truk Kenworth memutar ke kiri dan berhenti, truk Mack memutar ke kanan dan berhenti. Kemudian kedua truk itu mundur, hingga kedua pintu belakang masing-masing hanya berjarak beberapa senti. Ketiga pemuda melihat ke bawah, dan melihat dua orang bertopeng keluar dari setiap truk. Pintu belakang kedua truk dibuka, dan di antara kedua bak truk dipasang beberapa lembar papan, kemudian DeToro dan Burrows disuruh ke luar. 'Nah, pindahkan muatan itu ke dalam truk Kenworth!" orang yang bersuara kasar itu memerintah. Tangannya tetap memegang pistol. Kedua sopir itu mematuhinya tanpa berkata-kata. Ketika pekerjaan itu telah selesai, mereka diperintahkan naik kembali ke gandengan truk Mack. Tetapi pada saat mereka hendak naik, Chet bersin. Dengan segera ketiganya menarik kepala mereka dari atas lubang, agar tak dilihat oleh para pembajak. "Ada orang di dalam!" salah seorang yang bertopeng itu berseru. Untunglah, dengan cepat Steve Burrows mengeluarkan saputangannya, lalu menutupkannya di depan hidungnya. Ia berbangkis keras persis seperti Chet! "Ah, ini apa orangnya," si suara kasar menggerutu. Ia menutup pintu dan menguncinya. Begitu truk Kenworth pergi, ketiga pemuda itu merangkak ke depan, lalu turun pada batang gandengan. Kemudian mereka melompat turun ke tanah. Frank membuka kunci pintu untuk mengeluarkan kedua orang sopir. "Wah, sungguh senang kalian dapat bersembunyi!" kata deToro dengan lega. Chet merangkul pundak Steve Burrows. "Terimakasih engkau telah bersin, Steve. Aku hampir saja menggagalkan semuanya." "Engkau memang terpaksa," kata Steve menghibur. "Nah, sekarang aku akan memanggil polisi dengan CB." Ia masuk ke kabin truk, tetapi sesaat kemudian ia berteriak kecewa. "Bangsat-bangsat itu membawa semua kunci!" "Ah, tak bisa lagi menjalankan truk atau menghidupkan radio CB tanpa kunci kontak," Jerry menggerutu. "Kukira kita harus berjalan kaki ke kota yang terdekat." Ketika mereka sampai di kota tersebut, para pembajak telah pergi dua jam yang lalu. Jerry DeToro menelepon polisi Negara Bagian yang berjanji akan mencari truk Kenworth. Ia juga menelepon perusahaan Ortiz Trucking Company di Boston, untuk melaporkan peristiwa pembajakan itu, dan minta dikirim kunci cadangan. Frank menelepon perkumpulan penggemar mobil setempat, minta agar mobilnya ditarik ke sebuah bengkel. Kemudian ia melaporkan kecelakaan itu kepada kantor asuransi di Bayport. Ia juga minta agen asuransi itu untuk menghubungi keluarga mereka dan keluarga Morton, mengabarkan kelambatan mereka. Kemudian mereka mendaftarkan diri di sebuah hotel. Setelah mobil mereka selesai diperbaiki, ketiga pemuda itu pulang. Pak Hardy menjemput mereka di pintu depan. Sudah setengah baya dan jangkung, namun nampak masih muda. Pak Hardy pernah bekerja pada Dinas Kepolisian Kota New York, tetapi kini ia menjadi detektif swasta. "Ibumu sudah khawatir," katanya sambil menyelidik dengan pandangannya, kalau-kalau anak-anaknya mengalami cedera. Bu Laura Hardy, seorang wanita ramping bermata biru cemerlang, turun cepat-cepat di tangga. "Kalian ada yang cedera?" ia bertanya. Adik pak Hardy, yaitu bibi Gertrude, bibi kedua pemuda itu, datang dari dapur. Wanita yang jangkung lincah berambut hitam itu tak memberi kesempatan untuk menjawab bagi mereka. "Ha, jadi kalian telah merusakkan mobil kalian," katanya. "Sudah kukatakan kepada ayahmu, kalian seharusnya jangan main-main di desa. Siapa yang menyetir?" "Frank," jawab Joe, "Yang salah si sopir itu. Tak ada yang cedera, dan mobil juga sudah seperti baru lagi." Mereka semua masuk ke kamar depan, di mana orang-orang tua itu mendengarkan cerita kedua pemuda. Ketika Frank menceritakan peristiwa pembajakan dan menyebutkan bahwa truk itu milik Ortiz Trucking Company, pak Hardy berseru: "Satu lagi!" "Apa maksudmu, ayah?" tanya Frank. "Aku akan pergi ke Washington besok. Untuk membantu pihak FBI menyidik serentetan pembajakan dari perusahaan itu. Muatan yang dicuri seperti lenyap tak berbekas, tanpa meninggalkan petunjuk." "Mengapa pihak FBI mau melibatkan diri dalam perkara kriminal seperti ini?" tanya Joe. "Perampokan bersenjata adalah masalah Polisi setempat." "Rupa-rupanya perhatian mereka pada muatan khusus," kata pak Hardy. "Aku belum tahu sebelum aku tiba di Washington. Sebab ini sangat rahasia. Kalian mau membantu?" Jawaban ketiga pemuda itu sangat bergairah. "Bagus. Nah, inilah yang harus kaulakukan. Pergilah ke Boston besok, dan temuilah Cy Ortiz di Ortiz Trucking Company. Aku akan mengatur dengan dia agar kalian diterima sebagai sopir pembantu. Tak seorang pun kecuali dia yang tahu bahwa kalian penyelidik yang menyamar. Kalau perlu, kalian dapat menghubungi aku di kantor FBI Washington. Kalau aku membutuhkan kalian, aku akan menelepon CY." "Kalau para pembajak itu menyerang trukku, mereka akan menghadapi kejutan," kata Chet. "Aku baru saja belajar karate dari buku." Ia mengambil sikap dengan kedua tangan diacungkan ke udara, lalu berteriak "Yaaaat!" Joe mengedipkan mata kepada kakaknya, kemudian menggaetkan kakinya di belakang pergelangan kaki Chet dan ditariknya. Dengan mendengus Chet jatuh terduduk di lantai. "Engkau licik, tidak berteriak!" Chet mengeluh. "Bagaimana aku bisa tahu engkau hendak menyerang kalau tidak berteriak?" Joe tertawa. "Para pembajak itu juga tak akan berteriak, Chet. Kita sudah pernah menghadapi mereka. Mereka bersungguh-sungguh!" 2. Lolos Dari Lubang Jarum Bibi Gertrude mengundang Chet untuk ikut makan. Karena bibi Gertrude adalah ahli masak yang terbaik di Bayport, si gemuk tidak perlu dipaksa lagi. "Biarlah aku menelepon Lola dulu, agar dia menjemput aku nanti," katanya, lalu pergi ke tempat telepon. "Mengapa tak kauajak dia sekalian?" bibi Gertrude menyarankan. Chet mengangguk lalu memutar nomor teleponnya. Setelah sedikit berbicara dengan adiknya, ia menutupi mulut telepon dan berkata: "Ia tak dapat datang. Callie sedang bertamu." "Callie juga baik sekali diundang," kata bibi Gertrude. "Bagus," Kembali Chet berbicara di telepon, kemudian berkata: "Mereka akan datang lima-belas menit lagi." "Ha, bagus," kata Frank sambil tersenyum. Callie Shaw yang pirang bermata coklat adalah pacarnya. Joe sering berkencan dengan adik Chet yang cantik lincah, Lola Karena mereka sudah agak lama tak bertemu dengan kedua gadis tersebut, hal ini merupakan pertemuan kembali yang mengasyikkan. Bahkan ramalan bibi Gertrude bahwa ketiga pemuda itu akan menghadapi kesulitan, tak mengurangi kegembiraan suasana. "Jangan khawatir, bibi Gertrude," kata Chet. "Aku akan memukul siapa saja yang berani mengganggu Frank atau Joe dengan pukulan karate." Iola tertawa cekikikan. "Apa yang lucu?" tanya kakaknya yang gemuk itu. "Aku ingat papan yang hendak kaupecah-kan," kata Iola. Kepada yang lain-lain ia menjelaskan: "Ia meletakkan sebilah papan di antara dua peti kayu. Ia berulang kali memukulnya dengan tepi telapak tangannya. Setiap kali memukul, ia selalu mengeluh 'aduh', lalu mengelus-elus tangannya. Akhirnya ia duduk di atas papan itu, dan papan itu patah!" Joe tertawa kecil. "Lupakan saja karatemu kalau kita nanti menghadapi kesulitan, Chet. Duduki saja orang yang hendak menyerang aku!" Pak Hardy berkata: "Kalau kalian hendak bekerja sebagai sopir pembantu, kalian memerlukan SIM khusus untuk kendaraan beroda delapan belas. Aku tahu, Frank dan Joe dapat menguasainya. Tetapi bagaimana dengan engkau, Chet?" "Aku dapat mengemudikan apa saja," kata Chet. "Bukankah truk-truk raksasa itu mempunyai persneling yang lebih banyak dari mobil biasa?" tanya Callie Shaw. "Enam belas," jawab Chet dengan segera. "Begitu banyak," tanya Bu Hardy. "Apakah tidak sulit untuk memindah persneling?" "Tidak, kalau sudah tahu caranya," kata Chet. "Kalau menghadapi kesulitan untuk memindah persneling pada jalan menurun yang terjal, lakukan saja kopling dua kali. Aku sudah mengendarai bermacam-macam kendaraan pertanian. Aku tahu bahwa aku dapat menguasai truk-truk gajah itu tanpa kesulitan." "Baik," kata pak Hardy. "Aku akan meng- atur SIM bagi kalian. Kalian dapat mengambilnya di kantor urusan SIM besok pagi." Esok harinya, setelah sarapan, Frank dan Joe mengantarkan ayahnya ke lapangan terbang. Sebelum detektif itu berpamitan, ia memberikan sebuah kotak kecil pipih, kira-kira sebesar setumpuk kartu (bridge) kepada Joe. "Apa ini, ayah?" tanya Joe. "Kotak detektif baru yang baru saja kususun," pak Drew menjelaskan. "Bacalah instruksinya sambil jalan ke Boston." "Terimakasih, ayah." "Anak-anak ... hati-hati, ya?" "Jangan khawatir, ayah, kami akan berhati-hati," kata Frank dan Joe. Kemudian mereka menjemput Chet dan pergi ke kantor urusan SIM. Di sana mereka diuji secara tertulis dan praktek di jalan sebagaimana mestinya. Tak lama kemudian mereka telah berada dalam perjalanan ke Boston. Sementara Frank mengemudi, Joe membaca keras-keras buku instruksi penggunaan kotak detektif. "Ha, ini bagus," katanya. "Isinya seperangkat alat-alat mini: radio mini penyadap, detektor elektronik, dan beberapa tablet yang mengeluarkan asap merah bila digerus dan ditaburkan di tanah." Frank tertawa. "Tablet asap telah pernah menyelamatkan kita, ingat?" Ia mengingatkan pada peristiwa yang mereka alami dalam Misteri Sebuah Mumi. Ortiz Trucking Company terdiri dari sebuah gudang besar di samping tempat parkir yang memuat kurang lebih dua puluh truk gandengan. Mereka bertemu dengan Cy Ortiz di sebuah kantor di sebelah panggung untuk pemuatan. Orangnya jangkung kurus, hampir mirip Abe Lincoln tanpa janggut. Ketika mereka memperkenalkan diri, ia menutup pintu kantornya untuk berbicara secara pribadi. "Kalian mempunyai SIM untuk kendaraan besar?" ia bertanya. Mereka menunjukkan kartu SIM mereka. Setelah memeriksa kartu-kartu tersebut, ia berkata: "Kalian sebagai anak-anak Hardy sudah sangat dikenal bila bekerja dengan namamu sendiri. Aku akan mendaftarkan kalian sebagai Frank dan Joe Harrison. "Aku juga sudah dikenal seperti mereka," kata Chet. "Aku sering sekali ikut menangani perkara-perkara mereka." Cy Ortiz memandanginya. "Aku belum pernah mendengar namamu." Ketika nampak Chet tersinggung, Joe berkata: "Ia banyak disebut di koran-koran. Lebih baik didaftar saja dengan nama Chet Martin. Eh,tunggu sebentar!" tiba-tiba ia berseru. "Jerry deToro dan Steve Burrows sudah kenal siapa kami. Ini sulit sekali." "Jangan khawatir tentang mereka. Mereka sedang bertugas jauh ke California," kata Ortiz. "Lalu apa yang harus kami lakukan, pak Ortiz?" tanya Frank. "Mencari siapa yang mencuri truk-trukku! Truk yang kautumpangi pada waktu itu yang kelima dibajak selama enam bulan terakhir ini. Kerugian seluruhnya sudah hampir seperempat juta dolar. Pihak polisi menduga bahwa semua pembajakan itu dilakukan oleh satu komplotan, sebab modus operandi-nya selalu sama. Empat orang bertopeng dengan truk kosong menghadang di jalan, memaksa sopir sopirku dengan todongan pistol masuk ke gandengan, lalu membawa kedua truk ke tempat yang sunyi untuk memindahkan muatan. Kemudian mereka menyekap sopir-sopirku di dalam gandengan dan pergi." Joe mengangguk. "Nomor plat mereka juga selalu dilumuri lumpur." "Betul." "Menurut pak Hardy," kata Chet, "barang-barang curian itu belum pernah ditemukan di tukang-tukang tadah." "Bagaimana hal itu menurut anda?" "Kukira barang-barang itu diangkut lewat laut ke luar negeri. Itu berarti, komplotan itu mempunyai kapal pengangkut." "Pak Ortiz," kata Joe. "Ayah mengatakan bahwa pihak FBI sangat memperhatikan salah satu muatan khusus yang telah dibajak. Apakah anda tahu muatan apa itu?" "Aku tahu apa yang tercantum pada peti-petinya," kata pemimpin perusahaan itu. "Yaitu muatan peti-peti yang bertanda 'sukucadang mesin bor' dari Perusahaan Pertambangan Fargo kepada sebuah stasiun tenaga atom di Virginia." Dari cara-cara mengungkapkannya, para pemuda itu mengetahui, Cy Ortiz tak percaya bahwa muatan itu memang benar-benar suku cadang mesin bor. "Dugaan anda apa sebenarnya isi peti-peti itu?" tanya Frank. "Aku tak tahu," jawab Ortiz. "Tetapi aku tak percaya bahwa pihak FBI terlalu memperhatikan sukucadang mesin bor." Alis mata Chet terangkat naik. "Karena dikirimkan ke stasiun tenaga atom, mungkinkah berisi bahan-bahan nuklir?" "Aku sudah berpikir demikian," Ortiz meng- aku. "Tetapi pihak FBI tak mau mengatakannya. Bagaimana pun, komplotan itu tentu mempunyai orang dalam di gudang ini. Sebab mereka rupa-rupanya mengetahui bila muatan yang berharga sedang dikirimkan." Orang itu bangkit berdiri. "Mari ikut. Aku akan memperkenalkan kalian kepada mandorku, Ox Manley. Ia yang akan menentukan tugasmu." Mereka menemui mandor di gudang yang sedang mengawasi pemuatan balok-balok baja ke atas kereta gandengan terbuka. Balok-balok itu diangkat dengan sebuah derek yang dapat dipindah-pindahkan. Ujung kabel derek berbentuk cakar magnetik yang memegang balok-balok itu demikian eratnya hingga tak diperlukan lagi sebuah kait. Manley seorang raksasa seperti gorilla. Ketika ia melihat majikannya mendatangi, ia memberi isyarat kepada operator derek untuk berhenti. Ortiz memperkenalkan ketiga pemuda dan Manley mengangguk sambil tersenyum. "Kuingin engkau memperkerjakan mereka sebagai sopir-sopir pembantu," kata Ortiz kepada mandornya. "Kalian mempunyai SIM?" tanya Manley kepada para pemuda. "Aku sudah memeriksanya," kata Ortiz cepat-cepat. "Semua beres." "Anggota Serikat Buruh?" "Bukan," jawab Ortiz. "Aku akan menjelaskannya kepada Serikat Buruh agar mereka dapat menjadi anggota." Ox mengangkat bahu. "Kita dapat menggunakan mereka pada konvoi tiga truk yang berangkat besok pagi-pagi." Ia memanggil seseorang yang berdiri di dekat mereka. "Tolong awasi pemuatan, Sam, sementara aku mengajak ketiga pemuda ini berkeliling." Cy Ortiz kembari ke kantornya. Orang yang bernama Sam memberi isyarat pada operator derek untuk mengangkat sebuah balok. Ketika cakar magnet itu turun untuk melekat pada balok baja, Ox memberi isyarat kepada para pemuda untuk mengikuti. Joe berjalan di antara Frank dan Chet. Ia melirik ke atas ketika balok yang berat itu berayun di atas kepala mereka. Tiba-tiba ia sadar, balok itu terlepas dari cengkeraman magnet! Kedua tangannya berkelebat ke samping, mendorong Frank dan Chet menjauh, seper sekian detik sebelum ia sendiri melompat bertiarap di lantai. Gedubrak! Suara keras mengiringi balok baja itu menghantam lantai beton, tepat di mana para pemuda tadi berdiri. Ox Manley berputar membalikkan tubuhnya, sementara ketiga pemuda bangkit berdiri dengan lutut gemetar. "Tolol!" ia berteriak kepada orang yang ada di derek. "Turun!" , Operator derek itu, seorang yang kurus berwajah seperti kapak, turun dari tempat duduknya. "Aku tak pernah menyentuh tombol pelepas, Ox," ia membela diri. "Tentu ada kortsleting, entah di mana!" "Periksa, Sam," Ox memerintah. "Kalau sudah carilah operator derek yang lain, yang mengerti benar." Kepada si kurus ia berkata: "Engkau dibebaskan dari derek itu, dan kembali menjadi sopir, Ted." "Aku menyesal, Ox," kata Ted. "Jangan minta maaf kepadaku. Katakan kepada pemuda-pemuda ini bahwa engkau hampir mencelakai mereka." "Aku sungguh-sungguh menyesal, bung," operator derek yang sudah dipecat itu menggumam serak. "Lupakanlah," kata Frank. "Tidak ada yang cedera." "Ted Herkimer ini yang akan menjadi sopir dengan Joe besok pagi," kata Ox Manley segera, lalu memperkenalkan para pemuda itu. Kemudian mereka ke luar ke tempat parkir. Ia menunjukkan truk GMC yang akan dikemudikannya. "Lebih hati-hatilah dengan truk daripada derek," Ox memperingatkan. Ted mengangguk. "Aku akan segera memeriksanya, untuk memastikan agar dapat bekerja dengan baik," katanya lalu memanjat naik ke kabin. Sementara itu, Manley memperkenalkan para pemuda itu kepada sopir-sopir yang lain. Sopir yang akan bersama Frank adalah seorang Indian yang langsing berkulit coklat bernama Dave Falcon. Ia mengemudikan truk Freightliner. Sopir Chet adalah seorang bertubuh kecil tetapi gagah. Ia berbicara dengan lafal Cockney dan bernama Avery Smithson. Truknya sebuah White. "Masing-masing melaporkan diri pada jam delapan tiga puluh besok pagi," Manley memerintah. Kemudian ia kembali ke gudang. Ketiga pemuda kembali ke mobil mereka yang diparkir di pinggir jalan. Ketika mereka mendekati pintu ke luar tempat parkir, mereka mendengar deru mesin dari belakang. Mereka menoleh dan terpaku ketakutan. Truk GMC yang dilepas dari gandengannya dengan Ted Herkimer di belakang kemudi, menderu langsung ke arah mereka! 3. Pencarian Di Waktu Malam Joe dan Chet melompat ke sisi, dan Frank ke sisi yang lain. Truk traktor itu melesat di antara mereka, hampir saja menabrak. Rem-rem angin mendesis-desis, kemudian kendaraan berat itu berhenti dengan mesin mati. Ox Manley lari kembali dari gudang dan berteriak: "Ada apa dengan engkau, Herkimer?" Si wajah kapak turun dari kabin. "Pedal gas macet," ia berseru. Ia berdiri pada injakan di pintu dan meraih ke dalam untuk melepaskan pedal gas itu dengan tangannya. Kemudian ia melangkah mendekat dan berkata: "Rupanya kini sudah baik. Hihh, sungguh menakutkan!" "Sekali lagi menyebabkan kecelakaan, engkau dipecat," kata Ox dengan panas. "Sekarang kembalikan truk itu ke tempatnya." "Jangan marah-marah," kata Ted kepadanya dengan nada marah pula. "Aku tidak sengaja!" Ia kembali naik ke kabin, menghidupkan mesin dan memundurkan truk itu ke gandengannya. Cy Ortiz keluar dari gudang untuk melihat apa yang terjadi. Setelah diceritakan oleh Manley, ia mengernyit dan berkata: "Barangkali lebih baik kalau Herkimer kaulepas saja." "Kalau semudah itu saja," kata Manley. "Tetapi anda tentu tahu, tentu ada pertengkaran dengan serikat buruh. Kita tak dapat membuktikan kesalahan dia selain kerusakan mesin yang menjadi penyebab masalah-masalah ini. Di samping itu, ia adalah sopir yang baik. Begitu ia membuat kesalahan yang dapat kubuktikan, aku akan memecatnya." Dengan kata-kata itu mandor tersebut kembali masuk. Cy Ortiz menghela napas lalu berkata kepada para pemuda: "Dalam hal ini ia memang benar, tetapi aku menjadi curiga pada Herkimer. Aku melihatnya berkeliaran di loteng nomor dua malam yang lalu." "Ada apa di sana?" tanya Frank. "Muatan yang harus dibawa Herkimer besok adalah pesawat-pesawat TV mini dengan rancangan baru, disebut Spectrocolor. Muatan yang sangat berharga." Chet berkata: "Mungkin komplotan itu kali ini hendak mencuri muatan dari gudang, bukan lagi dengan membajak." "Itu masuk akal," kata Ortiz. "Lebih baik kutempatkan seorang penjaga di loteng itu." "Anda tidak tahu pegawai mana yang dapat dipercaya," kata Joe berkeberatan. "Bagaimana kalau kami saja yang tidur di sana malam ini?" "Itu pikiran yang bagus," Ortiz membenarkan. "Aku akan menempatkan tiga velbed di atas sana." Ia membawa mereka kembali ke dalam, menunjukkan lift yang menuju ke loteng nomor dua. Kemudian ia memberikan kunci gedung. "Aku yang selalu terakhir pulang," katanya. "Biasanya kututup sekitar jam enam tiga puluh." "Apakah anda memerlukan kami datang sebelum itu!" tanya Frank. "Tidak. Aku yakin bahwa komplotan itu tak akan melakukan kejahatan sebelum malam, ka lau memang akan terjadi. Kalian makan malam dulu saja, kemudian kemari kira-kira jam delapan." Para pemuda itu pergi ke warung yang terdekat, kemudian kembali lagi setelah berganti pakaian dan membawa alat-alat mandi dari kopor-kopor mereka. Mereka membawa sebuah tas kecil yang dipercayakan kepada Chet untuk membawanya. "Asal ingat saja, aku berhak mendapat persen untuk ini," kata Chet ketika Frank membuka pintu gudang. "Wah, besar juga, mendapatkan rumah tinggal yang mentereng ini." Dengan muka masam ia melihat lampu-lampu malam yang suram, yang dipasang untuk menerangi ruangan tersebut. Joe tertawa. "Memang ini bukan Hilton, tetapi paling tidak kita tak perlu naik tangga untuk ke loteng. Itu liftnya. Ayo." Segera pula mereka berada di loteng. Di sana tak ada lampu, tetapi mereka membawa lampu senter. Tiga buah velbed dipasang di sebuah sudut. Chet meletakkan tas di dekatnya, dan mereka mulai memeriksa sekeliling mereka. Joe melihat tombol lampu di dinding yang menyalakan lampu di langit-langit. Hal itu mempermudah tugas mereka.Ditumpuk di dekat lift barang adalah muatan TV mini Spectrocolor, setiap dos berisi empat buah. Frank melihat label dari karton yang terikat pada dos yang teratas. Pada sudut label itu tertulis dengan huruf kecil-kecil: AI. "Menurut perkiraanmu apa artinya ini?" tanya Frank kepada kedua temannya sambil menunjuk ke huruf-huruf tersebut. Joe tak mengerti, tetapi Chet cepat-cepat berkata: "American Indians, Indian Amerika." Frank dan Joe memandanginya. "Dapatkah engkau menjelaskan itu?" tanya Frank. "Aku hanya menafsirkan," kata Chet. "Aku tak bisa menjelaskan." Tiba-tiba lampu mati. "A- a-da apa?" Chet berbisik. Frank menyalakan senternya dan yang lain mengikuti. "Aku tak tahu," kata Frank. "Kita diam saja, coba barangkali kita akan mendengar sesuatu." Tetapi tak ada apa-apa yang bergerak di loteng. Setelah beberapa saat Chet memindahkan berat tubuhnya ke kaki yang lain. "Barangkali tuas pemutus arus turun," katanya. "Kulihat tempatnya di dekat lift di lantai pertama. Aku akan turun dan memutarnya lagi." "Satu bola lampu saja tak akan melebihi arus," kata Joe membantah, tetapi Chet sudah pergi ke lift dan membuka pagar kayunya. Tiba-tiba cahaya senternya lenyap dan Frank serta Joe mendengar jeritan ketakutan! "Ia jatuh ke sumur lift!" teriak Joe. Dengan nekad ia dan Frank berlari ke tempat lift dan mengarahkan senter mereka ke bawah. Lift itu berada di lantai pertama dan senter Chet yang masih menyala tergolek di atapnya, kira-kira sepuluh meter di bawah sana. Kira-kira dua meter di bawah mereka, Chet berpegangan erat-erat pada salah satu kabelnya. "Cepat!" ia berseru. "Aku tak tahan lebih lama lagi. Peganganku makin lemah!" "Semenit lagi," kata Frank. "Kami segera datang menolong." Joe sudah tertelungkup di lantai. "Pegangi pergelangan kakiku," katanya kepada kakaknya. Frank memeganginya dengan kuat. Untung kakinya sendiri mendapat tumpuan di lantai yang tidak rata. Joe merayap maju hingga ia tergantung dengan kepala di bawah sebatas pinggang. Jari-jarinya dapat menyentuh kepalan tangan Chet, tetapi tak sampai untuk memegangi pergelangan tangannya. "A- aku tak ta-han lagi!" kata Chet dengan serak. "Kalau tak tahan, kedua kakimu akan patah!" kata Joe dengan tajam. "Frank, aku perlu turun lagi sepuluh senti!" Frank menjulur maju sebisa-bisanya. Pegangan kedua tangan Chet di kabel terlepas begitu tangan Joe memegangi pergelangannya. Ia berayun bebas, seluruh tubuhnya tertahan oleh Joe. "Tarik!" kata Joe kepada kakaknya. Sambil bertumpu pada kedua kakinya, Frank menarik kaki Joe. Seketika itu pula ia sadar, bahwa ia tak kuat melakukannya. Kalau Chet tak dapat menemukan pijakan bagi kakinya, beban seberat itu akan terlalu berat baginya. "Chet, tolong cari pijakan untuk kakimu!" kata Frank dengan parau. Chet mengayunkan kakinya perlahan-lahan, jangan sampai Joe terlepas pegangannya. Akhirnya kakinya menemukan sebuah lekuk di dinding sumur, dengan segera seluruh berat tubuhnya ditumpukan pada kakinya. "Aku dapat pijakan," katanya. "Kukira tentu ada susunan lekuk-lekuk ini untuk tukang yang bekerja dalam sumur ini. Coba ... ha, ini dia lainnya." Dengan Joe tetap memegangi tangannya, Chet memanjat ke atas. Setelah Frank dan Joe menariknya ke tempat yang aman, ketiga pemuda itu tertiarap letih beberapa saat. Kemudian mereka merayap bangun dengan lutut gemetar. "Kukira aku sudah mati," kata Chet. "Trims, teman-teman." Joe, yang masih merasakan sakit pada kaki-tangannya, mencoba melucu. "Kukira, kami masih membutuhkan engkau, bung!" Frank memijat tombol untuk menaikkan, dan lift itu naik perlahan-lahan. Ketika atapnya sejajar dengan lantai, ia menyambar senter Chet. Lift terus naik hingga lantainya sejajar dengan lantai loteng. Frank memberikan senter Chet kepadanya dan ketiga pemuda itu mengarahkan sinar senter mereka ke dalam lift. Ternyata kosong. "Bagaimana ia bisa naik-turun kalau listriknya mati?" tanya Chet. "Dari aliran lain," kata Joe. "Tetapi siapa yang menurunkannya?" "Mari kita periksa," kata Frank, dan ketiganya masuk ke lift. Lampu malam masih menyala di lantai pertama tetapi tak seorang pun yang kelihatan. Mereka memeriksa kantor Cy Ortiz, bengkel, ruang alat-alat, gudang, ruang istirahat, tetapi tak nampak seorang pun. "Coba kita lihat kotak pemutus arus," kata Frank. "Mungkin seseorang telah mengutik-ngutiknya." Ternyata salah satu tuasnya turun ke tanda off. Chet mengembalikannya ke kedudukan on. "Kukira sekarang di loteng sudah menyala lagi." "Barangkali penjahat itu sekarang ada di sana," bisik Joe. Dengan hati-hati ia membuka pagar tempat lift. "Hee!" serunya tertahan. "Lift sudah naik ke atas lagi!" Frank menekan tombol untuk menurunkannya. Ketiga pemuda itu dengan diam-diam masuk dan naik ke atas. Loteng dalam keadaan gelap ketika mereka keluar dari lift. Mereka melangkah ke tombol di dinding dan Joe menekannya. Heran, lampu tak menyala! Ia mengarahkan sinar senternya ke bola lampu di atas. Ternyata telah pecah! Pada saat itu pula Frank melihat bayangan sesosok tubuh yang kurus bergerak dari balik tumpukan dos-dos IV mini, menuju ke arah lift. "Itu dia!" seru Frank sambil mengarahkan sinar lampu senternya ke orang itu, lalu lari mengejar. Joe dan Chet menyusul. Orang itu, terkejut oleh cahaya lampu senter Frank, membalikkan tubuhnya dan lari kembali ke balik dos-dos. Frank dan Joe mengejar, sementara Chet mencoba mencegat di sisi lain. Sesaat kemudian terdengar tabrakan dua tubuh, diikuti rintihan kesakitan. Frank dan Joe berhenti dan memusatkan sinar senter mereka ke kedua orang yang terguling di lantai. Ted Herkimer terbaring telentang di lantai, perutnya diduduki Chet! "Turun engkau, gajah!" kata si wajah kapak tersengal-sengal. "Aku tak bisa bernapas." Chet berdiri. Herkimer bangkit berdiri perlahan-lahan. Joe tersenyum kepada temannya yang gemuk. "Aku senang engkau mengikuti saranku. Itu jauh lebih bermanfaat dari pada pukulan karate." Kemudian ia berpaling ke Herkimer. "Apa yang kaulakukan di sini?" "Itulah pertanyaanku kepada kalian, bangsat," kata si kurus dengan marah. "Bangsat?" kata Chet merasa terhina. "Pak Ortiz memerintahkan kami untuk menjaga loteng ini. Hanya engkau yang tidak berhak di sini." Sesaat kemudian Herkimer bertanya kepada Frank. "Benarkah itu?" "Memang benar," Frank memastikan. "Kami masih menunggu penjelasanmu!" Orang kurus itu berkata: "Aku sedang lewat dengan mobilku dan melihat cahaya di loteng. Kukira ada pencuri lalu datang untuk menyelidiki. Aku hendak turun untuk memanggil polisi ketika kalian menyergap aku." "Bagaimana engkau bisa masuk?" tanya Joe. "Pintu gudang tidak terkunci." Joe memandangi Frank yang nampak terkejut malu. "Kukira aku lupa untuk menguncinya lagi," kata Frank. Meskipun sebenarnya para pemuda itu tak mempercayai Ted Herkimer, namun tak ada jalan untuk membuktikannya. Mereka mengantarkan dia kembali ke bawah dan ke luar dari pintu. Kali ini Frank menguncinya dari dalam. Mereka mendapatkan bola lampu baru dari gudang dan membawanya ke atas. Ketiga pemuda itu bekerja keras menggeser peti berisi dos-dos TV ke tengah-tengah, dan Joe memanjatnya untuk memasang bola lampu. "Kukira tak akan ada apa-apa lagi malam ini," katanya sambil melompat turun. "Mari kita tidur." Tetapi, di tengah malam, jeritan tertahan membuat Frank dan Joe tersentak bangun. Sambil menyambar senter di lantai dekat velbed-nya, mereka duduk dan memusatkan cahaya senternya ke arah Chet. Pemuda gemuk itu telah menendang lepas selimutnya, dan kedua tangannya bergerak-gerak kalang kabut. Joe membungkuk untuk membangunkannya. Sambil berkedip-kedip menentang sinar senter, Chet menganggap bertanya: "A-ada apa?" "Engkau mimpi buruk!" kata Joe. "Waaahhh," Chet mengerang. "Aku sedang mengendarai mobil tuaku membawa muatan TV ditumpuk di belakang dan bergoyang-goyang.Pada suatu saat tumpukan hendak runtuh menimpa kepalaku!" Frank tertawa. "Yaaah, Joe. Lebih baik kita biarkan saja peti-peti itu jatuh. Barangkali Chet tak perlu berteriak lagi." "Trims, bung," Chet menggerutu. Tetapi akhirnya ia harus tertawa juga. "Maaf, bung. Telah membangunkan kalian." Mereka bangun pagi-pagi benar keesokan harinya. Mereka segera berpakaian dan menuju ke lift. "Ada ruang istirahat di bawah sana. Kita dapat cuci muka dan menggosok gigi," kata Frank. Ketika mereka melewati tumpukan dos-dos TV, Joe mendadak berhenti, "Tunggu sebentar," katanya penuh gairah. "Kalian lihat ini?" "Apa?" tanya Chet sambil menahan mulutnya menguap. "Label 'AI' telah hilang!" 4. Dibajak "Tentu Herkimer yang mengambilnya tadi malam!" kata Frank. "Orang itu jelas-jelas menjadi tersangka," kata Joe. "Sayang sekali kita tak dapat membuktikan apa-apa." "Kita harus awasi dia dengan ketat," saran Frank. "Akhirnya, kita akan memperoleh sesuatu dari dia." Para pemuda itu pergi untuk sarapan. Ketika mereka kembali, gudang telah dibuka. Ketiga truk yang akan berkonvoi sedang dimuati. Truk GMC Ted Herkimer mundur menghadapi derek untuk memuat, dan beberapa pekerja sedang memuatkan peti-peti berisi dos-dos TV Spectrocolor. Avery Smithson sedang memundurkan truk White-nya masuk ke dalam gudang. Kemudian digandengkan dengan trailer terbuka yang hanya berisi balok-balok. Sementara itu sopir Indian David Falcon sedang mengawasi orang-orang yang memuat karung-karung besar berisi suratkabar pada truknya yang bermerk Freightliner di luar gudang. "Kukira harus kita ceritakan peristiwa semalam kepada pak Ortiz," kata Joe beberapa saat kemudian. "Betul," Frank menyetujui. "Mari kita lihat, apakah ia ada di kantornya." Pemilik perusahaan angkutan itu ada di dalam ketika para pemuda itu masuk. Ia memandangi mereka dengan heran ketika mendengar cerita itu. "Aku tak tahu apa arti 'AI' itu," ia berkata. "Sekarang aku semakin khawatir tentang Herkimer. Eh, sambil lalu, justru truknya yang harus kalian jaga dari kemungkinan dibajak." "Mengapa begitu?" tanya Chet. "Balok-balok baja itu terlalu berat bagi para pembajak, dan koran tidak berharga di mata mereka. Barangkali lebih baik Herkimer kupindahkan ke truk yang lain." "Jangan. Biarlah seperti yang telah direncanakan," kata Joe. "Aku yang menjadi sopir cadangan. Mungkin aku dapat mengungkapkannya kalau ia hendak berbuat yang bukan-bukan." "Oke. Tetapi waspadalah. TV-TV itu justru barang yang paling disenangi para pembajak!" Pada jam sembilan tiga puluh, truk-truk telah selesai dimuati dan siap untuk berangkat. Avery Smithson berjalan paling depan dengan Chet sebagai pembantu sopir. Truk Dave Falcon nomor dua, dengan Frank sebagai cadangan. Ted Herkimer bersama Joe berjalan paling belakang dengan truk GMC mereka. Ketika mereka beriringan keluar, Avery Smithson berkata kepada Chet: "Engkau sudah mempunyai pengalaman dengan kendaraan besar begini, anak muda?" "Aku mengendarai apa saja di jalan," Chet membual. "Senang aku mendengarnya, dengan muatan seperti yang kita bawa ini. Kita membawa barang jauh lebih berat daripada kedua truk lainnya. Sebuah jalan menurun dapat mengakhiri perjalanan kita!" "Tak usah khawatir kalau aku yang menyetir," Chet meyakinkan. Frank sudah menjadi akrab dengan Dave Falcon. Pemuda Indian itu berkata kepadanya,bahwa ia seorang Indian Iroguois totok, dan dibesarkan di daerah penampungan orang Indian. Frank berkata: "Tadi malam aku melihat sehelai label muatan dengan huruf-huruf 'AI'. Engkau mungkin tahu apa artinya?" "Belum pernah kudengar," jawab pemuda Indian itu sambil mengangkat bahu. Di truk White di belakang, Joe sedang menanyai Herkimer hal yang sama. Ted Herkimer berkata, tak mengerti apa yang dimaksud oleh Joe. "Label itu diikat dengan kawat pada salah satu peti Spectrocolor," kata Joe. "Setelah engkau pergi, label itu sudah hilang. Kami mengira engkau yang mengambilnya." "Ah, aku tidak mengambilnya," kata si muka kapak. "Untuk apa sebuah label begitu bagiku?" Lalu lintas yang memotong perjalanan mereka, membuat mereka terpisah, tetapi mereka sudah bersepakat sebelumnya, bahwa mereka akan berkumpul untuk makan. Tempat berkumpul itu bernama Barr's Truck Stop, terletak di pertengahan jalan antara Boston dan Washington. Waktu sudah menunjukkan jam satu tiga puluh ketika mereka berhenti di sana. Mereka duduk di warung mengelilingi sebuah meja besar. Mereka bercakap-cakap dengan akrab, dan selama waktu itu Ted Herkimer berusaha meyakinkan para pemuda, bahwa ia tidak bermaksud jahat. Kejadian-kejadian sebelumnya hanyalah kecelakaan biasa. Selesai makan, mereka ke luar lagi. Sekarang sopir-sopir cadangan yang mengemudi. Joe menunggu kedua truk itu berangkat, lalu menyusul. Lalu-lintas semakin padat dibandingkan pagi tadi, dan ketiganya segera terpisah. Kedua truk di depan sudah jauh tak nampak lagi ketika Joe berkata: "Setidak-tidaknya, dengan lalu-lintas sepadat ini kita tak akan di bajak." Ia tak siap menerima jawaban Herkimer yang tajam: "Itu pendapatmu!" Sesuatu di dalam suara orang itu membuat punggung Joe merinding. "Apa maksudmu?" ia bertanya. "Setengah kilo lagi ada jalan tanah. Beloklah ke kanan masuk ke jalan itu." "Untuk apa aku harus setolol itu?" Joe menantang sambil memandangi Herkimer. "Agar engkau tidak celaka," jawab Herkimer dengan datar. Tangannya mengeluarkan sepucuk pistol. "Haaa, jadi engkaulah orang dalam itu," Joe membentak. "Mengapa engkau membuka rahasiamu sendiri?" "Sebab kami tahu siapa sebenarnya kalian bertiga, Joe Hardy. Aku sudah pernah melihat gambarmu di koran-koran," Herkimer mengejek. "Kami tahu bahwa ayahmu sedang mengejar kami, jadi kami akan berhenti sesudah ini. Ayo, jalannya sudah ada di depan." Joe melambatkan truknya dan memindahkan persneling. Dengan diam-diam ia merogoh ke sakunya, mengeluarkan tablet-tablet asap dari dalam kotak detektifnya. Ketika ia membelok, sambil lalu jari-jarinya meremas tablet dan disebarkannya dari jendela. Seperempat kilo setelah memasuki jalan tanah, mereka tiba pada sebuah rumah peternakan yang telah ditinggalkan. Jendela-jendelanya sudah pecah. Di sebelah sisinya diparkir truk gandengan Kenworth yang pernah digunakan untuk melakukan pembajakan. Herimer menyuruh Joe memundurkan truk GMC mereka, memutar sehingga pintu belakangnya cukup dekat dengan pintu belakang truk pembajak. Empat orang berkedok pemain ski turun dari Kenworth. Joe mengenali suara kasar dari pimpinannya, ketika mereka membajak Jerry DeToro. Sekali lagi mereka memasang papan-papan di antara kedua lantai gandengan, dan muatan dipindahkan. Ketika mereka sedang memindahkan peti terakhir, sehelai kartu jatuh dari saku Herkimer. Joe membungkuk untuk memungutnya, lalu dimasukkan ke dalam sakunya. Herkimer tak menyadarinya. Sebaliknya, ia menggiring Joe masuk ke dalam gandengan. "Bermimpilah yang indah, Joe Hardy," ia mengejek. "Jangan lupa kirimkan salam kami kepada ayahmu, kalau engkau masih hidup ketika mereka menemukanmu!" Dengan kata-kata itu ia mengunci pintu belakang. Joe merasa bagian depan dilepaskan, kemudian truknya pergi mengikuti truk Kenworth. Rupa-rupanya truk itu terlalu berharga untuk ditinggalkan. Di dalam gandengan itu sangat gelap, tetapi Joe meraba-raba mencari jendela atap. Ia membukanya. Lubang jendela itu segera memasukkan cahaya matahari dan udara. Tetapi karena tak ada sesuatu benda pun yang dapat dipanjat, ia tak mampu keluar dari lubang tersebut. "Kuharap saja ada yang melihat asap merah itu," pikir Joe. Kemudian ia mengeluarkan kartu yang terjatuh dari saku Herkimer. Itulah label yang bertanda 'AI'! Sementara itu, kedua truk yang ada di depan telah sampai pada jalan yang menanjak panjang. Setelah mobil-mobil yang lebih cepat melewati truk White yang dikemudikan oleh Chet, Frank berhasil menyusul hingga truk Freightlinernya berada tepat di belakang Chet. Setelah melewati puncak yang tertinggi, mereka mulai menuruni jalanan yang terjal. Kecepatan mereka segera bertambah. "Di bawah sana ada tikungan," Avery Smith-son memperingatkan Chet. "Di balik pagar di sebelah kanan itu ada jurang sedalam lima belas meter. Sebaiknya segera ganti persneling." Jauh di bawah, mungkin satu setengah kilometer di depan, Chet dapat melihat tikungan yang tajam tersebut, la mulai memindahkan persneling ke gigi netral. Tetapi tiba-tiba persneling itu macet! Ia memberi gas untuk mempercepat putaran mesin, namun ia tetap gagal pula memasukkan persneling ke gigi yang lebih rendah. Ketika ia hendak mengembalikan ke gigi yang semula juga tak berhasil. Truk itu macet pada gigi netral, dan kecepatan semakin meningkat setiap saat. Keringat dingin bertetes-tetes di dahi si gemuk. Ia menghadapi kesulitan besar! "Bak persneling yang gila ini membuat ulah lagi," kata Avery. "Engkau harus mengandalkan rem saja, bung!" Ketika Chet menekan pedal rem, langsung saja 'amblas' sampai ke lantai. "Remnya juga blong!" ia berseru. "Apa?" seru Avery. "Tidak mungkin. Coba lagi!" Kecepatan dengan cepat bertambah. Spido-meter menunjukkan tujuh puluh, delapan puluh, lalu seratus kilo lebih ... Chet dengan mati-matian memompa rem, namun tak ada tekanan udara sama sekali. Ia membunyikan klaksonnya kepada kendaraan-kendaraan yang berjalan lebih lambat. Sopir-sopir yang terkejut melihat ke kaca spion mereka, lalu membanting setir sampai ke pinggir jalan, menghindar agar jangan sampai tertabrak dari belakang. Truk raksasa White itu meluncur lewat dengan cepat. "Kita harus melompat turun!" teriak Chet. "Pada kecepatan ini kita akan mati," Avery balas berteriak. "Kita harus berjalan terus sampai tenaga kecepatan habis sendiri." "Tak mungkin kita melewati tikungan itu," kata Chet dengan gemetar. "Apa yang harus kita lakukan, Avery?" "Usulku, kita berdoa saja," kata orang Inggris bertubuh kecil itu. Ia segera memejamkan mata. Di belakang, Frank menyadari apa yang terjadi pada Chet. Ia memasukkan persneling ke gigi yang lebih tinggi. Jarak antara kedua truk, semula sudah hampir menjadi seratus meter. Tetapi ketika Frank mulai tancap gas, jarak mulai semakin pendek. Dua puluh meter di belakang truk White yang melesat cepat, Frank membunyikan klaksonnya, memperingatkan kendaraan-kendaraan yang datang dari depan bahwa ia akan mengambil jalan ke kiri dan melewati truk White. Lalu-lintas yang sedang jalan mendaki dengan segera meminggir ke tepi. Kini truk White sudah melaju dengan kecepatan seratus dua puluh. Truk Freightliner merayap mendekat dengan kecepatan seratus empat puluh. Ketika gandengan bagian belakang telah bebas, Frank berayun ke tengah, tepat di depan truk yang tak terkendalikan. Ia menurunkan kecepatan, hingga sama dengan kecepatan truk White. Namun truk White tetap saja semakin cepat. Jarak antara bumper White dengan gandengan Freightliner semakin dekat, hingga akhirnya saling menyentuh. Setelah Frank merasakan dorongan dari belakang, ia memasukkan persneling yang lebih rendah. Namun untuk memperlambat truknya sendiri sambil menahan dorongan truk White, nampaknya tak akan mungkin mengambil tikungan. Frank secepat-cepatnya berganti gigi yang lebih rendah bertubi-tubi, kalau perlu dengan injakan kopling dua kali. Sedikit demi sedikit ia imbangi dengan menginjak rem angin. Ia berhasil mengoper persneling sampai sepuluh gigi lebih rendah, dan dengan pedal rem hampir menyentuh lantai, mereka mendekati tikungan pada jarak lima puluh meter. Dave Falcon berkata: "Kami tak mungkin berhasil melewatinya," lalu bertumpu pada dashboard. Frank merasa butiran-butiran keringat ber-tetes-tetes, meluncur masuk ke mata, hingga hampir membutakan pandangannya. Meskipun seandainya ia dapat tetap hidup ketika menabrak, namun tak mungkin dapat mempertahankan diri terhadap beban benturan balok-balok baja yang tentu akan menimpa mereka! 5. Uranium Curian Sepanjang jalan menurun, Chet terus berjuang dengan tongkat persnelingnya. Kini, setelah kecepatan berkurang, ia paksakan masuk ke gigi rendah. Seketika itu pula terasa tenaga mengerem. Kini truk White dapat memperlambat diri, cukup untuk Freightliner sedikit mendahului. Terlepas dari dorongan beban di belakang, Frank dapat mengerem secukupnya untuk mengambil tikungan dengan baik tanpa terguling. Kedua truk semakin lambat, minggir ke pinggir jalan, lalu berhenti. Frank dan Dave Falcon turun, keduanya masih gemetar. "Cara mengemudi yang luar biasa," kata pemuda Indian itu kepada Frank. "Aku sendiri tak pasti, apakah dapat melakukannya." Frank tertawa kecil ketika keduanya datang mendekati truk yang lain. Chet dan Avery baru saja turun dari truknya. "Ya ampuuuun," kata Chet sambil menyeka dahinya. "Jauh lebih menegangkan dari pada naik Jet coaster di Disneyland!" Tetapi tangannya yang gemetar memungkiri lagaknya hendak melucu. "Mengapa trukmu itu?" tanya Frank. "Gigi persneling macet dan remnya blong," jawab Avery. "Terima kasih atas pertolonganmu, bung. Aku sudah memanjatkan doaku yang terakhir." Dave Falcon berlutut di samping truk, memeriksa tangki kompresi angin. Setelah beberapa saat ia berdiri lagi, lalu berkata: "Ini bukan kecelakaan, sebuah katup udara telah dikendorkan!" "Aku yakin, ini pasti Ted Herkimer!" Chet berbisik kepada Frank. "Ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya nanti, kalau ia dan Joe sudah datang," kata Frak dengan geram. Dave Falcon yang juga seorang ahli teknik, mengatakan bahwa ia sanggup memperbaiki sistem rem angin. Tetapi ia memerlukan paling tidak dua jam. Chet bersedia menjadi pembantunya. Setelah lewat setengah jam tanpa munculnya truk yang ketiga, Frank mulai gelisah. Ia memutuskan untuk kembali, mencari truk GMC. Ia bersama Avery melepaskan truk dari gandengannya, hingga akan meringankan perjalanan. Frank kembali beberapa kilometer tanpa melihat truk GMC. Kemudian ia melihat kepulan asap merah, melingkar-lingkar dari sebuah parit di sebelah kiri jalan. Ia melihat jalan tanah lalu membelok ke kiri dan memasukinya. "Engkau mau apa?" tanya Avery. "Adikku memberi petunjuk bagiku. Sangat mungkin sekali bahwa mereka telah memasuki jalan ini. Bersabarlah sedikit, Avery. Aku harus menyelidikinya." Setengah kilometer dari jalan besar, mereka mendapatkan kereta gandengan dari truk GMC itu diparkir di sebelah rumah pertanian yang telah kosong. "Lho, setan alas!" seru Avery. "Apakah ini bukan dibajak?' "Aku yakin memang dibajak. Dan aku juga mendapat firasat siapa yang melakukannya." "Siapa?" "Bekas temanmu, Ted Herkimer." Sementara Avery memandangi Frank dengan terkejut dan heran, Frank menuju ke belakang gandengan dan membuka kunci pintunya. "Hallo," seru Joe. "Sungguh senang melihat engkau!" "Aku melihat isyarat asapmu," kata Frank sambil tersenyum kecil. "Aku lalu menduga apa yang telah terjadi. Tetapi, ayo, kembali ke truk, dan ceritakanlah sambil berjalan." "Daripada melalui jalan besar, lebih baik jalanlah ke kota yang terdekat," Joe menyarankan. "Dengan demikian kita dapat mampir di kantor polisi." Avery terkejut mendengar cerita Joe, sementara Frank hanya mengangguk-angguk. "Itu cocok," katanya. Mereka menuju ke kantor polisi. Sersan jaga mencatat ciri-ciri truk Kenworth dan truk GMC, lalu menyiarkannya melalui radio. Demikian pula ciri-ciri Herkimer. Namun jelas bagi Frank dan Joe, bahwa ia tak terlalu berharap dapat menangkap para penjahat. "Mereka sudah beberapa jam di muka," katanya. "Lagi pula ada ratusan truk yang demikian di jalan-jalan." Frank hanya mengangguk. "Bolehkah aku menelepon perusahaanku di Boston?" "Tentu, silakan." Cy Ortiz tidak ada di tempat, maka ia berbicara dengan Ox Manley. Mandor itu kedengaran marah sekali mendengar kejahatan Herkimer. "Seharusnya aku sudah memecatnya, seperti yang dikatakan pak Ortiz," ia berteriak marah. Tetapi setidak-tidaknya kita tahu, siapa yang ada di belakang ini semua. Aku yakin, sekarang kita tak akan mengalami kesulitan lagi." Selesai percakapan dengan mandor, Frank memutuskan untuk melaporkan peristiwa pembajakan itu kepada ayahnya. Pak Hardy mengatakan, bahwa ia ingin bertemu dengan kedua anaknya begitu tiba di Washington. "Baik, ayah," kata Frank. "Tetapi karena kelambatan untuk memperbaiki rem, kukira kami akan tiba di sana besok pagi. Kuperkirakan, kami harus beristirahat di suatu tempat." "Oke," kata pak Hardy. "Kalau kalian sampai di sini, pergilah ke Glasgow Hotel. Aku ada di kamar dua puluh enam." Mereka kembali ke tempat truk White dan gandengan dari Freightliner. Ternyata Dave Falcon harus bekerja lebih lama dari dugaan semula, untuk memperbaiki rem itu. Mereka baru siap untuk berangkat pada jam enam sore. Karena gudang Ortiz di Washington tentu sudah tutup lama sebelum mereka sampai, mereka memutuskan untuk menginap di suatu tempat yang bernama 'Orville's Trucking Oasis, kira-kira lima puluh kilometer sebelum Washington. Tempat itu sudah penuh. Tempat parkir yang dapat memuat dua puluh lima truk gandengan, hampir tak cukup untuk memasukkan kendaraan-kendaraan mereka. Mereka hanya kebagian dua buah kamar, keduanya di lantai kedua, dan keduanya berisi dua tempat tidur. "Nampaknya seperti ada yang tak dapat tidur malam ini," kata Chet. Ia nampak khawatir. Joe tersenyum. "Engkau mau bersukarela?" "Ah, aku masih merasa sedikit sakit karena jatuh di sumur lift," kata Chet. "Baik, teman. Engkau boleh tidur di tempat tidur," kata Joe. "Di Freightliner kebetulan ada karung tidur di belakang tempat duduk. Memang tidak luas, tetapi cukup bagiku." Setelah makan malam, Joe keluar dan naik ke truk. Ia melepaskan sepatu dan jaketnya, tetapi tetap memakai pakaiannya ketika menyeruak ke dalam ruang sempit di belakang tempat duduk. Di tengah malam, ia terbangun mendengar suara logam beradu logam, tepat di bawah tempat ia tidur. Ia segera bangun dan duduk, berpikir-pikir apakah telah bermimpi. Tetapi suara itu terdengar lagi. "Ada sesuatu yang janggal," pikir Joe sambil ke luar dari karung tidurnya. Ia membuka sedikit pintu kabin truknya dan menjenguk keluar. Suatu bayangan sedang berlutut di tanah, dengan sebuah kunci-mengutik ngutik tangkai udara rem angin! Joe mendorong pintu lebar-lebar, bermaksud melompati si penjahat, tetapi engsel pintu yang kurang minyak berderit. Orang itu mendongak. Malam amat gelap hingga wajah orang itu hanya nampak samar-samar putih. Sambil menyumpah orang itu melompat dan lari. Joe melompat turun dan mengejar. Namun ia tak bersepatu, dan kerikil di tempat parkir itu menyakiti kakinya. Ia terpaksa memperlambat larinya, dan melihat orang itu menghilang dari pintu barak. Orang itu sudah lari di tangga ketika Joe masuk ke dalam, lalu bergegas lari mengejar. Di lobby yang hanya diterangi lampu kecil tak nampak seorang pun. Di lantai dua, orang itu membuka pintu kamar Chet dan Frank, yaitu kamar yang paling dekat dengan tangga. Kamar itu gelap, tetapi Joe masih dapat melihat bahwa pelarian itu sedang memanjat jendela hendak keluar. "A-a-ada apa?" tanya Frank masih menggan-tuk. Joe tak punya waktu untuk menjawab. Ketika ia tiba di jendela, orang itu sudah memanjat di tangga kebakaran. Ketika pemuda itu meletakkan kedua tangannya di ambang jendela untuk melompat, orang itu melemparnya dengan kunci. Kilatan logam memperingatkan Joe, dan ia menarik kedua tangannya, tepat ketika kunci yang berat itu menghantam ambang jendela. Orang itu memutar, lalu meluncur turun dari tangga kebakaran. Joe melompat ke luar dari jendela, tetapi lantai jeruji itu terlalu keras bagi kakinya yang telanjang. Ia dengan kecewa melihat penjahat itu melompat turun ke tanah, lari ke mobilnya dan pergi. Frank turun dari tempat tidur dan menyalakan lampu, tepat pada saat Joe merayap masuk dari jendela. Chet masih tetap mendengkur lembut. "Ada apa?" tanya Frank. "Aku tak melihat wajahnya, tetapi kukira Ted Herkimer," kata Joe. "Ia mencoba melakukan sabotase pada tangki udara Freightliner." "Ya ampun! Kita ceritakan saja kepada Dave dan Avery!" Kedua sopir itu sangat marah ketika mendengar apa yang telah terjadi, dan orang Inggris yang bertubuh kecil itu memutuskan selanjutnya ia hendak tidur di truknya. "Aku akan kembali ke truk Freightliner," kata Joe. Dengan demikian kita terlindung." "Itu pikiran yang bagus," Frank menyetujui. Ia kembali ke kamarnya, di mana Chet tetap tidur selama peristiwa tersebut. Pagi-pagi esoknya, Dave Falcon memeriksa sistem rem kedua truk, ternyata dalam keadaan baik. "Kukira penjahat itu tak cukup waktu untuk merusak," katanya. Kedua truk itu tiba di gudang Ortiz Trucking Company kira-kira jam sebelas siang. Mengingat kata-kata Ted Herkimer, bahwa pembajakan TV itu adalah yang terakhir yang direncanakan komplotan tersebut, para pemuda itu, setelah berbicara dengan Cy Ortiz melalui telepon, minta berhenti sebagai pembantu sopir. Kemudian mereka naik taksi menuju ke Glasgow Hotel. Pak Hardy membukakan pintu kamar dua puluh enam. Ada seorang lagi yang bersama dia. "Inilah agen FBI Stewart Zegas," kata detektif itu setelah memperkenalkannya kepada para pemuda. "Kami ingin sekali mendengar laporanmu," kata pak Zegas. "Kita minta saja agar makan siang dikirimkan ke kamar, kemudian kalian melaporkan apa yang telah terjadi." Sambil makan roti ham, para pemuda menceritakan pengalaman mereka. Setelah selesai, pak Hardy berkata: "Kalian telah menghadapi pengalaman yang berat. Aku gembira bahwa kalian tak ada yang cedera. Kini sudah tiba saatnya kami memberitahu kalian. Stew, dapatkah engkau memberikan penjelasan kepada mereka?" "Oke," kata agen FBI itu. "Anak-anak, muatan yang ditulis sebagai alat-alat bor yang telah dibajak itu sebenarnya uranium. Jumlahnya cukup bagi seseorang yang tahu teknologi membuat bom atom untuk membangun beberapa buah bom. Kami belum mengetahui siapa orangnya itu." Frank berkata: "Kalau kita dapat melacak Ted Herkimer, aku yakin kita dapat mengetahuinya." Suara gesekan pada jendela di sebelah pintu menghentikan percakapan mereka. Melalui gorden yang tertutup nampak sebuah bayangan kepala orang. "Ada orang yang mencuri-dengar," bisik pak Hardy. Kemudian dengan keras ia berkata: "Nah, kukira cukuplah untuk siang ini." Ia lalu secara sembarangan berkata tentang sarapan esok paginya. Sementara itu, Joe telah berdiri dan menuju ke pintu. Ia membukanya sedikit dan Frank serta Chet mengintip ke luar dari atas pundaknya. Sekarang tak nampak seorang pun, tetapi sesosok tubuh yang sudah mereka kenal sedang berlari-lari ke jalan besar. "Ted Herkimer!" bisik Joe. "Ia telah mengikuti kita kemari!" 6. Persembunyian Komplotan Herkimer melompat ke sebuah mobil Ford dan segera melarikan diri. Seketika itu pula ketiga pemuda itu lari ke luar ke jalan. Sebuah taksi yang kosong kebetulan lewat. Ketika Chet bersuit dengan dua jari di mulutnya, taksi itu memutar kembali. Ketiga pemuda melompat duduk di belakang. "Ikuti Ford hijau itu," perintah Frank sambil menunjuk. Herkimer rupanya tak sadar bahwa sedang dibayangi, sebab ia tak berusaha untuk melenyapkan diri. Ia menuju ke timur pada Route 50 ke Route 2, lalu ke utara di sepanjang Teluk Chesa-peake. Setelah beberapa saat ia membelok ke timur lagi, masuk ke jalan tanah. Ketika taksi memasuki jalan tanah, para pemuda itu melihat Ford hijau itu diparkir di sebelah dua mobil di sisi kanan sebuah rumah di tepi air. Mereka segera meminta sopir untuk menghentikan mobil. Truk gandengan Kenworth milik para pembajak serta truk penarik GMC terdapat di sisi lain rumah tersebut. "Kita tepat memasuki gua singa!" kata Joe setengah berbisik. Sementara Frank membayar sopir taksi, Chet bertanya dengan cemas: "Apakah dia tidak kita suruh menunggu? Bagaimana kalau kita harus melarikan diri?" "Aku melihat sebuah telepon umum di pinggir jalan, kira-kira tiga kilo yang lewat," kata Joe. "Kita dapat memesan taksi dari sana." "Berlari tiga kilo?" tanya Chet ketakutan. "Pelatih rugby kita tentu akan mengatakan, hal itu baik bagi kita," sahut Joe. Setelah taksi itu pergi, para pemuda itu berjalan dengan hati-hati di sepanjang jalan tanah menuju ke rumah. Tiba-tiba pintu terbuka, dan Ted Herkimer ke luar. Untunglah, ia berbicara sambil menoleh kepada seseorang, hingga tak melihat para pemuda tersebut. "Tiarap!" desis Joe sambil menjatuhkan diri. Mereka melihat ketika si muka kapak itu menuju ke mobilnya, mengambil sebuah tas dari bagasi, lalu masuk ke rumah kembali. "Nampaknya ia pindah kemari," bisik Frank. "Kukira kini sudah aman." Mereka berdiri, lalu dengan waspada mendekati rumah kecil tersebut. Di tepian terdapat sebuah dermaga dengan tiga buah perahu motor yang ditambat. Kira-kira lima puluh meter ke sebelah kiri terdapat sebuah rumah lagi dengan dermaga pula. Sebuah perahu terbuka berukuran 4 meter bermesin tempel ditambat di sana. Semua serba hening. Para pemuda menuju ke jendela depan, namun ternyata gorden-gordennya diturunkan. Mereka menempelkan telinga mereka pada kaca jendela namun tak dapat mendengar apa-apa. Dengan berendap-endap mereka mengitari sisi lain, tempat truk-truk diparkir. Di sana terdapat sebuah jendela bertirai yang terbuka. Dengan hati-hati mereka mengintip ke dalam, lima orang duduk mengelilingi sebuah meja, dan salah seorang adalah Ted Herkimer. Seorang yang tegap berwajah lebar berkata dengan suara kasar yang telah mereka kenali. "Kalau Fenton Hardy sudah mulai mengejar kita, lebih baik Spectrocolor itu segera kita kirim saja ke kapal." "Jangan gugup, Mack," kata Herkimer sambil mengangkat bahu. "Hardy dan anak-anak tak akan menemukan kita di sini. Tetapi Pengawal Pantai mungkin akan menahan kita kalau kita mencoba melakukannya di siang hari. Kita tunggu saja sampai malam." "Paling tidak kita muati saja dulu perahu-perahu itu," usul Mack. "Tetapi tidak perlu terus ke Mary Malone sebelum malam." "Baik," Herkimer menyetujui. "Bongkar truk itu dan muatkan dos-dos itu ke perahu." Ketika Mack dan ketiga orang temannya berdiri, ketiga pemuda itu mengundurkan diri ke semak-semak. Mereka melihat para pembajak keluar dari rumah kecil itu dan mulai mengangkut TV Spectrocolor dari truk ke dermaga. Lalu di sana dimuat ke kedua perahu. Chet berbisik: "Bila mereka berangkat nanti malam, kita dapat mengikuti mereka dengan perahu di rumah sebelah itu." "Itu pikiran yang bagus," Frank balas berbisik. "Mari kita bicarakan dengan pemiliknya." Mereka merangkak melalui semak-semak ke rumah di sebelah. Pintu pagarnya pada sisi yang membelakangi rumah para pembajak, hingga mereka tak dapat dilihat dari sana ketika mereka mengetuk pintu. Papan nama di kotak surat di sebelah pintu bertuliskan CALB JONES. Seorang tua yang jangkung bungkuk membukakan pintu. "Pak Jones?" tanya Joe. "Ya." "Apakah mungkin kami menyewa perahu anda?" Orang tua itu agak curiga. "Tergantung dari siapa kalian ini?" "Aku Joe Hardy, ini kakakku Frank dan yang ini teman kami Chet Morton." "Orang tua itu menaikkan alis matanya. "Joe dan Frank Hardy? Tetapi bukan anak-anak Fenton Hardy, bukan?" Ketika Joe mengaku bahwa merekalah itu, Caleb Jones menerima mereka dengan hangat. "Aku sudah lama mengagumi ayah kalian," katanya. "Kalian dapat menggunakan perahu itu dengan cuma-cuma." Frank berkata: "Kami sangat menghargai tawaran anda, pak Jones. Tetapi itu kurang adil. Kami sedang menjalankan tugas berbahaya, dan mungkin tidak mampu membawa kembali perahu itu. Ayah pasti mengganti kerugian kepada anda kalau hal itu sampai terjadi. Kami akan memberikan alamat kami di Bayport. Anda dapat mengirimkan rekening kepada ayah kalau perlu." "Begitu juga baik," kata orang tua itu. "Untuk meresmikan perjanjian ini, kalian kuajak makan malam." Calb Jones seorang bujangan yang tinggal seorang diri, tetapi ia pandai memasak. Jelas bahwa ia ingin sekali mengetahui semua hal tentang perkara yang sedang mereka tangani. Tetapi ia dapat menerima penjelasan bahwa hal itu adalah suatu rahasia. "Apakah anda mengenal tetangga anda di sebelah?" tanya Frank. "Tidak. Tetapi di sana sibuk benar lalu lintasnya." "Lalu-lintas macam apa?" tanya Joe ingin tahu. "Ah, truk-truk, perahu-perahu, semacam itulah. Dan banyak tamu-tamunya." Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya tak memberikan petunjuk-petunjuk baru. Maka begitu malam tiba ketiga pemuda itu pergi ke dermaga, lalu naik ke perahu terbuka. Mesin tempelnya berkekuatan lima puluh daya kuda, kira-kira cukup cepat untuk mengikuti perahu-perahu para pembajak, kalau mereka berlayar dengan kecepatan menjelajah. Tetapi jika mereka berlayar sepuluh tenaga, perahu para pemuda itu tentu tak dapat mengejar. Frank duduk di belakang dan menghidupkan mesin. Dengan kecepatan rendah, dengan suara yang serendah mungkin, ia menjalankan perahu itu kira-kira seratus meter dam tepian. Di sana mereka menghanyutkan diri tanpa lampu untuk menunggu perahu-perahu pembajak. Malam sudah gelap ketika mereka mendengar suara mesin perahu dihidupkan. Kemudian lampu di salah satu perahu menyala ketika meninggalkan dermaga. "Mereka melaju dengan gas penuh," bisik Frank. "Dengan kecepatan ini kita akan terpaksa makan debunya." "Debu yang cukup basah," Chet menggerutu. "Apa yang harus kita lakukan?" Pada saat itu juga sepasang lampu perahu yang lain nampak jauh di belakang mereka. "Mereka menjalankan perahu mereka dengan jarak waktu," seru Joe. "Apa yang harus kita lakukan hanyalah berlayar sejajar dengan mereka, dan kita akan dapat mengetahui mereka semua." Frank menjauh seratus meter lagi dari pantai, agar mereka tak melihatnya ketika lewat. Pada saat perahu kedua melewati mereka, sepasang lampu yang ketiga nampak jauh di belakang mereka. Mereka kini telah mencapai mulut Teluk Chesapeake, dan mulai merasakan gelombang dari Samudera Atlantik. "Hukkk," seru Chet, ketika perahu itu mulai oleng. "Aku mabuk laut!" "Kalau begitu jangan memandangi aku saja, menghadaplah ke samping," kata Joe waspada. Chet menelan dan berhasil menguasai rasa mualnya. Namun di kegelapan pun wajahnya nampak pucat. Cahaya lampu mendekat dari atas depan, kira-kira pada jarak lima puluh meter menuju ke pantai. Perahu pertama telah kembah Beberapa menit kemudian perahu kedua lewat kembali ke dermaga. Perahu ketiga nampak kurang dari seratus meter, dan para pemuda mengikutinya dengan kecepatan sepenuhnya. Frank memperlambat jalannya ketika melihat sebuah kapal yang sedang berlabuh, yaitu tujuan dari perahu pembajak. Segera setelah itu Frank mengangkat gas hingga mesin berjalan stasioner, dan mereka hanyut sampai lima puluh meter dari kapal. Perahu pembajak ditambatkan pada sisi kapal. Dalam cahaya lampu 'parkir' kapal, para pemuda dapat membaca nama Mary Malone di haluan kapal. "Hee, mereka mengangkat muatan itu ke kapal dengan derek," bisik Chet. "Barang apa itu kira-kira?" "TV Spectrocolor ..." Joe hendak berkata, tetapi dipotong oleh suara melengkingnya rantai derek yang lepas kendali. Segera pula terdengar suara kejebur yang keras, disusul oleh caci-maki. "Engkau menghilangkan satu peti, orang sinting!" terdengar suara memaki. "Ada kerusakan pada derek," operatornya menjawab. Hening sejenak, kemudian ia meneruskan: "Roda giginya pecah. Makan waktu satu jam untuk memperbaikinya." "Ada yang dapat membantu?" "Tidak. Awak kapal masih ada di kota untuk makan malam. Mereka belum akan kembali dalam waktu dekat." "Baik. Kami juga akan kembali dulu. Tak ada gunanya hanya diam saja selama satu jam. Sampai nanti." Ketika perahu motor itu kembali menuju ke pantai, Frank meletakkan tangannya pada bahu adiknya. "Kalau kita dapat melihat buku log kapal itu, kita dapat mengetahui tujuannya!" Joe berkedip-kedip. "Jadi kita harus naik ke kapal itu?" "Itulah pikiranku." "Engkau sinting?" seru Chet. "Banyak sekali penjahat di sana!" "Kebanyakan masih di kota, ingat? Kukira kita mempunyai peluang yang bagus untuk menyelinap naik tanpa diketahui orang." Frank memutar pengatur gas, cukup untuk memutar ke sisi lain dari kapal, menjauhi mesin derek. Ketika ia melihat tangga tali yang tergantung, ia mematikan mesin perahu dan menghanyut sampai cukup dekat hingga Joe dapat menangkap ujung tangga tali. Joe mengikatkan perahu itu pada tangga tali, kemudian berayun naik. Setelah di pertengahan, ia menengok ke bawah. Frank sedang berbicara dengan Chet. "Barangkali ada baiknya engkau tetap di sini menunggu kami," katanya. Chet yang masih belum merasa baik, memandangnya marah. "Tak usah, ya! Aku harus ikut." "Oke. Ayo naik," Frank memanjat. Chet bangkit berdiri, tetapi sedemikian hingga berayun-ayun dan hampir jatuh ke laut sebelum sempat menangkap tangga untuk berpegangan. Sambil mengerang, ia mulai memanjat. Ketika ketiganya hampir sampai, tiba-tiba Joe berhenti. Ia mendengar suara! Kemudian tepat di atasnya terdengar lagi: "Selamat datang di kapal!" 7. Terperangkap Punggung Joe merasa merinding. Dengan perlahan-lahan ia mendongak. Tetapi ia merasa lega, tak seorang pun yang nampak di atas. Kemudian ia mendengar Ted Herkimer berkata. "Aku akan ikut berlayar sampai Atlantic Island, kapten. Aku harus lari ke luar karena anak-anak Hardy itu mengetahui bahwa aku anggota komplotan." "Engkau juga ikut, Larsoni?" tanya kapten. Mack menjawab dengan suara kasarnya. "Ya. Ted bilang untuk sementara tak ada lagi pembajakan. Sebab Fenton Hardy dan FBI sedang mengejar-ngejar kami." "Jadi ini muatan terakhir?" "Ya," jawab Mac Larsoni. "Begitu engkau selesai memuat, engkau boleh angkat jangkar." "Masih cukup lama," kata kapten. "Mari ke bawah, aku akan menunjukkan tempat kalian." Terdengar langkah-langkah kaki menjauh serta suara pintu dibuka dan ditutup. Joe meneruskan memanjat lalu mengintip dari tepi geladak. Ia melihat operator derek di seberang kapal, tetapi tak ada orang lain di dekatnya. Dengan hati-hati Joe naik melompati pagar kapal, lalu memberi isyarat kepada kedua temannya untuk menyusul. Setelah mereka merayap ke balik sekoci penyelamat, Frank berbisik: "Tak perlu lagi melihat buku log sekarang. Herkimer sudah mengatakan hendak ke Atlantic Island." "Aku yakin, itulah arti 'AI' di label peti," kata Chet. "Atlantic Island. Komplotan itu menandai muatan yang hendak mereka bajak dengan huruf-huruf yang menyebutkan tujuan mereka." Sesaat kemudian ia bertanya: "Di mana Atlantic Island itu?" "Dekat kepulauan Bahama," jawab Joe. "Mari kita lihat muatan itu," Frank mengusulkan. "Jadi kita dapat menunjukkan ciri-cirinya kepada polisi, lalu ke luar dari sini." "Itu pikiran yang bagus," kata Joe. Mereka merangkak maju, menuju ke pintu tingkap yang tadi dimasuki kapten dan kedua penjahat. Tangga menuju ke lorong yang memanjang dari depan ke belakang pada geladak bawah, sejumlah bilik-bilik terdapat pada kedua sisi, dan melalui pintu yang terbuka, pada salah satu bilik itu mereka mendengar suara kapten, Herkimer dan Larsoni. Joe mendahului menuju ke belakang. Setiba di pintu tingkap lain, mereka mengintip ke dalam ruang makan yang bersambung dengan dapur. Keduanya kosong. Lebih jauh ke belakang mereka melihat ruang mesin di mana seorang ahli mesin sedang memeriksa alat-alat pengukur. Dengan diam-diam mereka berjalan di sepanjang lorong samping di sisi kiri kapal dan sampai pada pintu ke tempat muatan kapal. Karena tak ada pekerja-pekerja di sana, para pemuda itu melongok ke bawah, ke ruangan tempat muatan yang diterangi. Ruangan itu hampir penuh dengan peti dan bandela kemasan. Mereka mengenali peti-peti Spectrocolor dan melihat bentuk petinya. Yang lain-lain mungkin dari hasil bajakan sebelumnya. "Kukira kita sudah cukup melihat," bisik Chet. "Mari kita ke luar sekarang." Mereka mengundurkan diri seperti waktu datang. Ketika mereka sampai di pintu ruang makan, Herkimer, Mack Larsoni dan seorang bertubuh besar berambut mulai memutih dan memakai pet bersulam benang emas, mendatangi dari arah bilik depan yang terbuka pintunya. Dengan segera para pemuda itu melompat masuk ke kamar makan, sampai ketiga orang tersebut hilang dari pandangan melalui pintu tingkap menuju ke atas. Setelah hening beberapa saat, mereka ke luar dan melanjutkan jalan ke luar. Ketika mereka menaiki tangga dan melongok dari pintu tingkap, mereka melihat ketiga orang tersebut berada di pagar kapal di seberang. "Telepon Boss, katakan bahwa kami telah mulai berlayar," seru kapten kepada pengemudi perahu motor. "Oke," jawaban yang terdengar. "Kalau saja ia menyebutkan nama bossnya," bisik Joe. Frank mengangguk. "Nah, mari kita ke luar." Mereka merangkak-rangkak ke geladak, lalu di sepanjang pagar menuju ke tangga tali. Laut telah lebih berombak selama mereka berada di kapal, dan kapal itu mulai oleng dengan sangat. Sebuah ombak besar menyapu perahu mereka dengan menghantam sisi kapal, dan mereka melihat tambangnya putus. Perahu itu hanyut beberapa meter menjauh. "Yaaah, bagaimana sekarang?" tanya Chet cemas. "Kita harus berenang mengejarnya," jawab Joe. "Dalam badai ini? Kita akan tenggelam!" Wajah Chet semakin menjadi pucat. "La-la-lu bagai mana kita?" "Lebih baik mencari tempat untuk bersembunyi," kata Frank dengan tegang. "Rupa-rupanya kita terpaksa ikut ke Atlantic Island," kata Joe. "Gratis, lagi!" Ia berusaha membanyol, namun suaranya seperti tercekik. Pada saat itu, orang-orang di pagar seberang menuju ke pintu, dan para pemuda bersembunyi di balik sekoci penyelamat. Setelah mereka menghilang ke bawah, Frank, Chet dan, Joe melintasi geladak ke sisi kiri kapal. Pintu muatan telah ditutup dan dikunci, tetapi mereka tahu, tentu ada jalan lain ke ruang muatan, yaitu dengan tangga. Mereka mendapatkannya di depan pintu muatan, lalu turun dua geladak ke dalam ruang muatan. "Kalau kita harus tinggal di sini selama perjalanan, aku tak jadi ikut dalam perjalanan gratis ini," Chet mengeluh. "Tak ada pilihan lain," bisik Joe. Ia menyalakan senternya yang kecil itu, karena lampu-lampu ruangan itu dimatikan. "Nah, sekarang kita periksa dulu barang-barang ini, kalau sudah kita cari tempat untuk kita sendiri." Dengan diam-diam mereka bergerak di sepanjang gang-gang yang terbentuk di antara tumpukan peti dan bandela. Pada dinding sebelah kiri, dengan diikat erat-erat, berderet almari almari es yang telah dibajak dari truk Jerry deToro. Tanda-tanda pada peti-peti yang lain menunjukkan berisi mesin tulis listrik, alat-alat komputer, alat-alat rumah tangga, permadani permadani dan baju-baju bulu binatang. "Di sini terdapat harta yang besar dari hasil curian," kata Joe. "Aku akan menyediakan selimut dan liang gelap yang nyaman," kata Chet. "Mari kita lihat, apa yang ada di bagian belakang," usul Frank. Mereka menemukan semacam lubang berukuran tiga meter persegi, yang terbentuk dari peti-peti yang ditumpuk pada tiga sisi. "Ini cukup nyaman," kata Frank. "Nah, kalau sekarang kita dapat memperoleh beberapa permadani dan baju bulu itu diikat menjadi bandela dengan plat-plat besi. Untuk membukanya diperlukan gunting besi. "Aku khawatir, kita hanya kebagian lantai tanpa alas," kata Joe. "Berapa lama kira-kira sampai di Atlantic Island?" tanya Chet. "Ah, jauhnya kira-kira seribu delapan ratus kilo," jawab Frank. "Berapa kecepatan kapal ini menurut perhitunganmu, Joe?" "Dua puluh dua knot, barangkali. Tetapi kukira kecepatan jelajahnya kira-kira enambelas sampai delapan belas knot." Frank menghitung dalam hati. "Dua sampai tiga hari." "Bagaimana kita dapat makan?" tanya Chet. "Apakah engkau tak dapat bertahan beberapa hari tanpa makan?" tanya Joe. Chet nampak ketakutan. "Engkau bergurau?" "Mungkin kita dapat mencuri makanan dari dapur," kata Frank. "Waktu yang paling aman untuk mencuri mungkin pada waktu tengah malam. Kami akan mencarikan engkau kue-kue untuk tengah malam." "Kalau aku dapat hidup sampai sekian lama," kata Chet murung. Tak lama kemudian mereka mendengar suara jangkar diangkat dan kapal mulai berlayar. Para pemuda itu duduk-duduk di persembunyian mereka yang gelap sambil bercakap-cakap dengan berbisik. "Kalau saja ada lampu," Chet mengeluh. "Duduk-duduk begini selama tiga hari akan sangat membosankan." Dengan mendengar suara mesin, Joe berkata: "Kukira kita melaju lebih cepat dari yang kuduga semula. Mungkin kita akan sampai dalam dua hari." Tiba-tiba lampu di ruang muatan menyala. Para pemuda saling berpandangan dengan cemas. Joe bangkit, lalu mengintip ke dalam gang di antara barang-barang. Sambil menarik kepalanya ia berbisik: "Ted Herkimer! Ia menuju ke arah sini." Chet mendapat ilham. "Ke atas sana!" bisiknya, dan menunjuk ke atas tumpukan peti-peti. Sambil membungkuk dan membentuk sanggurdi dengan kedua tangannya, ia memberi isyarat kepada Joe untuk menginjakkan kakinya pada sanggurdi tangan itu. Ketika Joe telah naik, Chet mengangkatnya ke atas sambil menegakkan tubuhnya. Joe merayap tengkurap di atas peti. Dengan segera Chet mengangkat Frank pula. Kemudian Joe dan Frank menjulurkan tubuhnya ke bawah dan menarik tangan si gemuk ke atas. Mereka berhasil tepat pada waktunya. Ketiga pemuda itu bertiarap dan mengintip dari pinggir tumpukan peti, ketika si muka kapak itu membelok di sudut. Herkimer membawa pensil cat di tangannya. Setelah menandai beberapa peti di ruangan itu, kembalilah ia ke gang antara deretan tumpukan peti. Para pemuda itu memperhatikan dia kembali ke tangga, lalu menaikinya. Setelah itu lampu padam lagi. Ketiga pemuda detektif itu melompat turun lagi. Frank dan Joe menyalakan senter kecil mereka pada peti-peti yang telah ditandai oleh Herkimer. Pada setiap peti tersebut tertulis huruf "U". "Apa maksudnya ini?" tanya Chet. "Di kelompok Atlantic Island terdapat sebuah pulau bernama Ulster Island," kata Frank. "Mungkin peti-peti ini ke sana tujuannya." "Kalau begitu seharusnya UI," kata Joe menyangkal. "Apa yang diterakan pada peti-peti itu," tanya Chet sambil menunjuk tanda-tanda tercetak yang hampir tak nampak. Joe memindahkan sinar senternya. "Fargo Mining Company," baca Frank. "Lihat ini, apa bunyinya yang ada di bawahnya: 'sukucadang alat-alat bor'!" "Aku yakin ini berisi uranium!" seru Joe. "Itulah arti tanda 'U' itu. Kita telah menemukan muatan yang dicari pihak FBI!" 8. Tangkap Keluarga Hardy Pada waktu tengah malam, para pemuda itu meninggalkan ruangan muatan untuk menyerbu dapur! Tak seorang pun nampak di lorong geladak tengah, dan mereka berhasil mencapai ruang makan tanpa gangguan. Semuanya serba gelap. "Nyalakan sentermu!" bisik Chet. Joe menerangi jalan melintasi ruang makan menuju ke dapur. Kedua ruangan itu hanya terpisahkan oleh sebuah meja panjang, namun sedemikian hingga cahayanya dapat terlihat dari lorong. "Chet, jagalah di suatu tempat, dari mana engkau dapat melihat orang yang datang ke ruangan ini!" "Tetapi aku ingin melihat makanan apa saja yang ada!" Chet membantah. "Apakah lebih baik dia kita lemparkan ke laut saja?" tanya Joe kepada Frank dengan jengkel. "Aku akan jaga, aku akan jaga!" Kata Chet sambil melangkah kembali ke ruang makan. Mereka melihat daging panggang, sepotong ham dan sepotong keju yang besar di dalam almari es. Di dalam almari kabinet terdapat beberapa potong roti. Mereka mengambil pisau tukang daging yang tajam, lalu membuat selusin sandwich dan membungkusnya dengan kantong kertas. Setelah itu mereka membersihkan jejak-jejak bahwa mereka pernah ke tempat tersebut. "Kukira ini mungkin akan diketahui oleh koki, kalau ia melakukan inventarisasi yang baik," kata Joe. "Ia tentu tahu bahwa makanannya telah berkurang." Frank mengangkat bahu. "Bagaimana dengan minumannya?" Joe menyinari ke sekeliling dan mengambil sebuah botol bekas buah berukuran dua liter dengan tutup yang diputar. Dengan segera ia mencucinya lalu mengisinya dengan air. Pada saat itu Chet bergegas masuk. "Sembunyi!" ia berbisik. "Ada orang datang!" Joe memadamkan senternya dan ketiga-tiganya bersembunyi di bawah meja panjang. Sesaat kemudian lampu dapur dinyalakan. Dengan mengintip melalui atas meja mereka melihat dua awak kapal berdiri di sana." "Koki tentu akan marah-marah kalau tahu ada makanan yang hilang," kata salah seorang dengan khawatir. "Engkau tahu bagaimana dia." "Ia tak akan tahu bahwa kita yang mengambilnya," kata yang seorang lagi. "Aku lapar." Ia melangkah menuju ke dapur. Baru saja akan sampai ketika temannya yang ada di pintu berbisik: "Ada orang datang!" Kedua orang itu bergegas kembali ke lorong. Ketiga pemuda itu mendengar Kapten kapal itu berkata: "Untuk apa kalian ada di dapur?" "Koki menyuruh kami memeriksa, agar jangan sampai ada yang mencuri makanan, pak," kata salah seorang awak. "Semuanya beres!" "Oo," kata kapten. "Teruskanlah." Sesaat kemudian langkah-langkah kakinya terdengar ke suatu arah, sedangkan kedua awak itu ke arah yang lain. Ketiga pemuda kembali masuk ke ruang muatan sambil membawa roti mereka. Chet segera hendak berpesta begitu sampai di persembunyian mereka. Joe memperingatkan: "Masing-masing mendapat empat potong roti, dan kita tak akan memperoleh lagi sampai besok malam. Boleh saja engkau makan sekehendakmu, tetapi engkau tak akan memperoleh bagian kami." Chet, mengingat akan lapar yang masih akan diderita, hanya makan setengah potong. Joe dan Frank tak makan apa-apa. Mereka tidur dengan gelisah di lantai kapal. Kira-kira pada jam lima pagi, mereka menyelinap ke atas untuk cuci-muka, sebelum ada awak papal yang bangun. Kemudian mereka kembali ke kapal tanpa diketahui orang. Mereka masing-masing sarapan dengan sepotong roti, kemudian harus menghabiskan siang yang membosankan itu dengan duduk-duduk, hanya diseling dengan makan siang dan makan malam. Pada tengah malam mereka kembali menyelinap ke atas. Ketika mereka mengintip dari sudut lorong ke dapur, mereka melihat dua orang awak yang kemarin malam, yang gagal mencuri makanan karena kepergok kapten. Ketika kedua awak kapal itu menyalakan lampu di ruang makan, terdengar suara orang: "Ahaaa, kupergoki kalian sekarang, bangsat!" "Kami hanya masuk untuk melihat-lihat apakah semuanya beres, pak," kata salah seorang awak itu membela diri. "Engkau kemari untuk melihat makanan apa yang dapat kaucuri!" jerit koki itu. "Kalianlah yang mencuri di dapur tadi malam." "Tidak bisa, pak. Bukan kami!" mereka menyangkal. "Ayo kembali ke ranjangmu," perintah koki itu. "Kalau kupergoki sekali lagi kalian berkeliaran di sini kecuali pada waktu makan, akan kucincang kalian dengan pisau daging!" Kedua awak kapal itu bergegas keluar. Koki yang ceking berwajah pemarah itu melangkah keluar, memandangi kedua awak itu pergi. Kemudian ia memadamkan lampu, melintasi lorong kembali ke biliknya. "Waaw, hampir saja," bisik Chet. "Ia dapat memergoki kita daripada kedua awak itu!" "Betul," kata Frank. "Kita berhutang budi kepada kedua awak itu." "Dan kalau kita mengambil makanan lagi," sambung Joe, "kita akan menyudutkan mereka lagi." Chet kelihatan ketakutan. "Maksudmu, kita harus kelaparan?" "Kita ambil saja sedikit untuk masing-masing," Frank menyarankan. "Agar koki tak mengetahuinya." Sejumlah kecil makanan yang mereka ambil ternyata sudah mencukupi, karena kapal itu ternyata berlabuh pada jam sebelas esok paginya. Ketika mereka mengetahui dari suara-suara di atas serta melambatnya suara mesin, bahwa kapal sedang berlabuh, ketiga pemuda itu merayap-rayap ke geladak tengah. Rupa-rupanya seluruh awak berada di geladak atas, sebab mereka tak melihat seorang pun. Dari suara-suara di atas mereka dapat mengetahui, bahwa sisi kiri kapal itu bersandar di dermaga. Dengan perhitungan bahwa kebanyakan awak berada di sisi kiri, mereka lalu naik ke tangga di sisi kanan. Mereka sampai di geladak atas tanpa diketahui, tetapi segera mendengar langkah-langkah kaki mendekat. Mereka bersembunyi di sebuah sekoci penyelamat. Dua pasang kaki berhenti di depan mereka. "Apa yang kausenangi tentang atlantik Island ialah, semua jenis muatan dapat memperoleh harga tanpa banyak pertanyaan," kata Mack Larsoni. "Karena itulah boss memilih pulau ini," kata Ted Herkimer. "Katakanlah," tanya Larsoni ingin tahu. "Siapakah sebenarnya boss kita?" "Engkau akan tetap sehat kalau tak bertanya-tanya macam itu," kata Herkimer dengan dingin. Kata-kata itu menyebabkan sunyi sejenak. Kemudian Mack berkata: "Siapa yang datang ke atas itu?" "Hanya pengawas pelabuhan," kata Herkimer. "Jangan kaugelisahkan tentang mereka. Mereka telah disogok." Kedua orang itu menyeberang ke sisi lain. Setelah mengintai-intai ke segala jurusan dan tak melihat seorang pun di sisi kanan kapal, para pemuda itu ke luar dari bawah sekoci. Untuk pertama kali Joe melihat kantong kertas yang dibawa oleh Chet. "Apa itu?" ia bertanya. "Kedua potong roti yang belum kita makan. Engkau tentu tak mengharapkan aku meninggalkannya, bukan?" Pintu tingkap di atas kapal dibuka dan para awak mengangkut barang-barang ke geladak. Joe bertanya: "Bagaimana kita dapat ke luar di tengah kesibukan ini?" "Kita santai saja, berjalan seenaknya," Frank menyarankan. Seperti tak ada apa-apa, mereka berjalan melintasi geladak menuju jembatan ke dermaga. Namun mereka segera bersembunyi di balik peti-peti ketika Ted Herkimer, Mack Larsoni dan salah seorang pengawas pelabuhan sedang bercakap-cakap di depan mereka. Larsoni yang kasar itu berkata: "Tidak. Peti-peti yang bertanda "U" itu tidak ditinggalkan di sini, pak pengawas. Mereka ini akan dibawa ke Pirate's Port." "Sekehendakmulah, senior," kata pengawas itu, lalu berjalan menuruni jembatan ke dermaga. Herkimer pergi ke pintu tingkap muatan, mengawasi peti-peti yang diderek ke atas geladak. Dengan demikian ia membelakangi jembatan ke dermaga. "Ayo," bisik Frank. Ketiga pemuda itu melanjutkan jalan-jalan santai. Setelah beberapa saat seorang mandor pengangkut berjalan melewati mereka. Ia berhenti, dan memandangi mereka dengan curiga. "Siapa kalian ini?" ia bertanya. "Pengawas pelabuhan," kata Joe dan berjalan cepat melewati dia. Chet dan Frank menyusul. Mandor itu mengangkat bahu dan meneruskan jalannya. Ketiga pemuda itu tidak khawatir terhadap Mack Larsoni, sebab dia belum pernah melihat mereka. Ketika mereka melewati dia, ia memandangi mereka, tetapi tak berusaha untuk menghentikan. Mungkin ia mengira, karena mandor tadi sudah memeriksanya. Para pemuda itu menuruni jembatan tanpa tergesa-gesa. Di bawah seorang berseragam keamanan pelabuhan berdiri mengawasi. Ia mengangkat tangannya dan berkata: "Mana kartu pengenal?" "Aku sedang disuruh mengantarkan sesuatu yang penting untuk syahbandar," kata Chet dengan cepat sambil menunjukkan kantong kertasnya. "Dua orang ini adalah pengawal, agar aku jangan terhambat." "Oo," kata orang berseragam itu, mengira bahwa kantong kertas itu berisi uang sogokan. "Silakan." Tiba-tiba suara Ted Herkimer terdengar dari belakang: "Itu anak-anak Hardy! Tangkap mereka!" 9. Terjun Bebas "Lari!" seru Joe. Jaraknya lima puluh meter dari pinggir dermaga sampai ke sederetan gudang, tanpa apa-apa kecuali tempat terbuka di antara mereka. Ketika Herkimer, Larsoni dan beberapa awak kapal berlari di jembatan mengajar para pemuda, empat orang kuli muatan yang mendengar teriakan Herkimer berlari ke luar dari salah sebuah gudang, lalu mencegat mereka. Kuli-kuli itu rupa-rupanya belum pernah main rugby. Joe membentur orang yang pertama dengan sikunya hingga tersingkir. Frank melakukan body-blok ke yang lain, berguling melepaskan diri ketika orang itu juga terhempas jatuh. Frank segera melompat bangun dan terus lari. Chet begitu saja berlari menabrak yang dua orang lagi dan membuat mereka jatuh terjengkang. Namun benturan itu harus dibayar mahal oleh Chet. Bungkusan yang dipeganginya sobek terbuka, dan roti berhamburan di tanah bersama daging dan keju. Chet mendesah desah bagaikan sebuah lokomotif sementara mereka mendekati gudang-gudang. "Sembunyi saja, dari pada terus lari," katanya tersengal-sengal. Joe mengangguk dan menuntun mereka ke pintu yang terbuka untuk truk, dari mana kuli-kuli tadi ke luar. Di sisi lain juga ada pintu yang terbuka, tetapi mereka memperlambat lari mereka untuk melihat ke sekitarnya. Di sebelah kiri mereka ada sederetan tumpukan dos besar dan beberapa mesin cuci. Rupa-rupanya kuli-kuli itu sedang mengepak mesin-mesin cuci tersebut ke dalam dos karena ada yang sudah berisi dan banyak lagi yang masih kosong. Joe membalikkan salah satu dos hingga lubangnya menghadap ke belakang, lalu masuk ke dalamnya. Frank dan Chet segera menirunya. Mereka baru saja masuk ketika terdengar selusin pasang kaki berlari-lari lewat. Joe mengeluarkan pisau lipatnya untuk membuat lubang kecil di sebelah kanan dinding dosnya. Dengan mengintip, ia melihat kelompok orang-orang itu berdiri di luar pintu, melihat-lihat ke semua jurusan. Kemudian mereka masuk lagi. Ketika mereka sampai di dekat dos-dos yang terguling, Ted Herkimer berkata kepada Larsoni: "Mereka tentu mempunyai mobil yang sudah menunggu. Itu berarti bahwa Fenton Hardy sendiri juga ada di sana." "Lalu, apa?" kata Larsoni yang kasar itu. "Biarpun ia membawa pihak FBI kemari, mereka tak mempunyai landasan hukum di Atlantic Island. "Namun bagaimanapun mereka dapat menimbulkan banyak kesulitan," Herkimer menjelaskan. "Kalau mereka muncul lagi, kuingin mereka segera ditangkap." Akhirnya, Herkimer, Larsoni dan awak kapal yang lain kembali ke kapal, sementara kuli-kuli kembali ke pekerjaan mereka. Tiga di antaranya mengangkat sebuah mesin cuci sedang yang seorang lagi meraih dos yang kiranya masih kosong. Ketika dos itu tak bergerak sedikitpun, ia berkata dengan heran: "Lho, kok sudah diisi." Dengan cepat Chet melompat keluar, menangkap orang itu, melemparkannya ke lantai,lalu didudukinya! Ketika yang tiga orang lagi melepaskan mesin cuci untuk menyerbu dia, Joe dan Frank merangkak ke luar dan menjulurkan kaki mereka ke kedua orang. Keduanya jatuh tersungkur, tetapi yang keempat menubruk Chet. Si gemuk berguling terlengang, hingga orang yang didudukinya mengerang kesakitan. Chet menekuk lututnya hingga ke dagunya, lalu menangkap perut lawannya dengan kedua kakinya. Ketika kuli itu jatuh menimpa dirinya, Chet menangkap bajunya dan pada saat yang sama meluruskan kedua kakinya. Orang itu jungkir balik ke belakang dan mendarat dengan punggungnya dan napasnya terhembus keluar. Dua orang yang jatuh terganjal kaki Frank dan Joe bangun kembali. Yang seorang mengayunkan tinjunya kepada Frank. Pemuda itu mengelak dan mengirimkan tinjunya ke perutnya. Rasanya bagaikan mengenai sebilah papan. Orang itu mengeluh pun tidak! Ia bahkan mengayunkan tinju kirinya, namun Frank mengelak lagi. Pemuda itu mundur mempertahankan diri, menangkis pukulan atau mengelak sementara lawannya terus mengaun-ayunkan kedua tangannya. Ia memang kuat bagaikan sapi jantan, namun sama sekali tidak trampil seperti seorang petinju. Akhirnya Frank berhasil mencuri pukulan jab kiri hingga lawannya terhuyung, lalu disusul dengan pukulan kanan yang mematikan. Kedua lengan lawan itu terkulai, terhuyung, lalu jatuh tertelentang. Sementara itu, lawan Joe beruntung dapat mendaratkan tinju kanannya hingga Joe terkulai roboh. Orang itu mencoba hendak menendang kepalanya, tetapi Joe berguling ke samping, lalu melompat bangun. Ia mendaratkan pukulan beruntun, ke perut dan wajah lawannya. Sebuah pukulan one-two pada rahang menghabisi perlawanannya. Musuh itu terduduk, matanya nampak juling, kemudian terguling ke samping. Chet bangun dari orang yang didudukinya, tetapi kuli yang tergolek itu tak berusaha untuk bangun. Sebaliknya, ia hanya terengah-engah mencari udara. Para pemuda lalu berlari ke pintu yang jauh. Setengah blok lagi, jejak-jejak bis kota nampak membelok memutar dan menuju ke jalan yang berlawanan arah. Sebuah bis kota sedang diparkir di tikungan tersebut. Ketika mereka menaikinya, Joe bertanya kepada kondektur, dia mana mereka dapat mencari hotel. "Hotel Atlantic cukup bagus, dan kita langsung melewatinya," kata orang itu. "Aku akan memberitahu di mana kalian harus turun." Sepuluh perhentian kemudian kondektur berseru: "Carson Street, Hotel Atlantic!" Hotel itu berada di tengah-tengah pusat pertokoan. Para pemuda itu membeli pakaian baru sebelum mendaftarkan diri di hotel, hingga mereka dapat segera mandi dan berganti pakaian. Di dekatnya ada pula sebuah bank, dan karena mungkin harus menggunakan banyak uang, Frank menggunakan kartu kreditnya untuk menarik lima ratus dolar. Seorang petugas yang sopan dan berpakaian rapih mendengus sombong melihat pakaian mereka yang lusuh ketika mencatatkan diri. Chet berkata: "Anda pun akan nampak lusuh kalau terpaksa harus tidur selama dua hari di palka kapal, pak," "Kuakui, aku belum pernah mengalami hal demikian," kata penerima tamu itu dengan congkak. Ia memilihkan bagi mereka sebuah kamar di lantai empat dengan dua tempat tidur besar dan sebuah dipan. Setelah mandi dan berganti pakaian, mereka membicarakan gerakan mereka selanjutnya. Mereka memutuskan untuk menelepon pak Hardy di Washington dan minta petunjuknya. Ketika Frank mengangkat gagang telepon, suara petugas yang sopan itu yang menyahut. "Tolong sambungkan dengan jalur luar, pak," kata Frank. "Kami akan menyambungkannya, pak." "Oke. Sambungkan dengan Markas Besar FBI di Washington DC." Setelah beberapa saat petugas itu berkata: "Maaf, pak, tetapi polisi setempat telah melarang hubungan keluar tanpa izin polisi." Ketika Frank meletakkan pesawatnya dan memberitahu kedua temannya, Chet meledak marah. "Aku tak percaya! Orang itu tentu bersekongkol dengan penjahat!" "Ah, mudah untuk mengetahuinya," kata Joe. "Mari kita ke kantor polisi." Mereka turun dan bertanya kepada petugas di meja itu di mana kantor polisi. Ketika mereka mengetahui bahwa jauhnya hanya dua blok, mereka lalu berjalan kaki. Anehnya, sersan jaga rupanya sudah menunggu kedatangan mereka. Ia menyuruh mereka masuk ke kantor seorang kapten yang tampan bertipe orang Latin. Kapten itu berdiri dan memperkenalkan diri sebagai Luis Sanches, serta bertanya apa yang kiranya dapat dilakukan untuk mereka. Frank berkata: "Aku baru saja mencoba minta hubungan telepon ke Amerika Serikat, tetapi penerima tamu di hotel kami mengatakan bahwa kami perlu mendapat izin dari polisi." "Ya, itu memang kebijaksanaan kami," kata kapten Sanchez. Ia duduk lalu bertanya: "Siapa yang hendak kalian hubungi?" "Ayah kami." Kapten itu menaikkan sebelah alis matanya. "Petugas hotel itu mengatakan bahwa kalian minta dihubungkan dengan FBI." "Ia telah menelepon kemari?" tanya Frank. "Sudah tentu." Semua telepon dan operator penghubungan telepon diminta melaporkan semua usaha untuk menelepon keluar dari pulau ini." "Mengapa?" "Kebijaksanaan pemerintah." Frank bertanya: "Apakah kami dapat memperoleh izin?" "Barangkali, kalau paspor kalian beres." Para pemuda itu saling berpandangan. Tiba-tiba mereka sadar bahwa mereka merupakan musuh tanpa paspor di negeri asing. Itu dapat berarti kesulitan besar, atau bahkan penjara! Frank berkata: "Aku meninggalkannya di hotel. Telepon itu memang tak terlalu penting. Kukira, kita lupakan sajalah." Ketika mereka sampai di luar, Joe berkata: "Gertakan dengan paspor itu hanya untuk menutup jalan kita saja. Kapten itu tak ingin mendapatkan kesulitan dengan warga negara Amerika yang berpengaruh, tetapi ia juga menghendaki bahwa kita jangan mengganggu kedudukannya." Frank mengangguk. "Jelas, polisi di sini sudah bekerja sama dengan para penjahat. Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?" "Bagaimana kalau makan?" usul Chet. Ia menunjuk ke sebuah warung taco. "Itu ada tempat." Mereka makan taco di meja luar sementara membicarakan tindakan mereka selanjutnya. Joe berkata: "Ingat, Mack Larsoni mengatakan kepada inspektur pelabuhan bahwa peti-peti bertanda "U" akan dikirimkan ke Pirate's Port? Mungkin kita juga harus ke sana." "Di mana itu Pirate's Port?" "Sebuah pulau kecil agak jauh dari sini," jawab Frank. "Kita harus terbang ke sana." Setelah mereka selesai makan, mereka kembali ke tempat bis kota dan bertanya kepada kondektur, di mana letaknya lapangan terbang. "Ambil jalan ini dengan arah yang berlawanan," saran kondektur. Mereka mengucapkan terimakasih, tetapi bersepakat untuk kembali ke hotel dulu untuk mengambil barang-barang mereka. Ketika mereka tiba di lapangan terbang yang kecil, mereka bertanya pada petugas bagian penerangan, kapan pesawat berikutnya yang menuju ke Prate's Island. "Lusa," jawabannya. "Hanya dua penerbangan dalam seminggu." "Ya ampuuun!" seru Chet. "Apakah ada cara lain untuk ke sana?" "Kalian dapat mencarter pesawat." "Di mana?" "Ke luar dari pintu itu langsung ke lapangan, kalian akan melihat sebuah hangar kira-kira seratus meter ke kanan. Nama di atapnya berbunyi ATLANTIC ISLAND CHARTER SERVICE." Di hangar itu hanya ada sebuah pesawat, sebuah B 24 dari Perang Dunia II. Seorang yang langsing berwajah keras berpakaian penerbang sedang memeriksa ban-ban rodanya. Ia menegakkan diri memandangi para pemuda ketika mereka mendekat. "Apakah anda pilot pesawat charteran?" Orang itu mengangguk. "Tom Fredericks. Orang-orang memanggil aku Freddie. Kalian hendak ke mana?" "Pirate's Port." "Lima puluh dolar setiap orang," kata Freddie. Frank membayarnya dan pilot menyuruh mereka naik. Ia memakai helm dan kacamata, menghidupkan mesin dan mengeluarkan pesawat dari hangar. Joe bertanya: "Berapa lama penerbangan ini?" "Kira-kira satu jam," jawab Freddie. Pesawat tinggal landas dengan menderu-deru. Ketika telah mengudara, pilot bertanya: "Apa urusan kalian di Pirate's Port, tuan-tuan?" "Hanya melihat-lihat pemandangan,' kata Chet. "Wisatawan?" "Begitulah." "Tak banyak yang dapat dilihat di sana," kata Freddie. "Corsair City hanya satu-satunya kota yang tidak besar, lagi pula kota mati. Aku akan senang sekali menerbangkan kalian ke pulau-pulau yang lain." "Terimakasih, tidak usah," kata Joe. "Kami hanya ingin melihat Pirate's Port. Mungkin kami akan ke tempat lainnya kelak." Pesawat naik sampai sepuluh ribu feet. Tiba-tiba salah satu mesinnya mati dan baling-balingnya berhenti. Pesawat menukik tajam. Freddie dengan mati-matian menangani alat-alat pengemudi dan berhasil meluruskan terbangnya pada ketinggian lima ribu feet. Tetapi pada saat itu pula mesin kedua batuk-batuk lalu mati. Dengan suara panik pilot berkata: "Kita akan jatuh! Pakailah payung udara yang ada di rak di atas kepala kalian. Siaplah untuk terjun." Para pemuda itu melihat ke bawah. Ke mana pun mata memandang yang nampak hanya air. Mungkin pula banyak ikan hiunya! Chet hendak meraih sebuah payung udara, wajahnya pucat. Tetapi Frank telah memperhitungkan keadaan, lalu meletakkan tangannya ke pundak temannya. "Tidak usah," bisiknya. "Orang itu hanya menggertak." ============================== Ebook Cersil (zheraf.wapamp.com) Gudang Ebook http://www.zheraf.net ============================== 10. Menyamar Sebagai Indian Freddie tak mendengar apa yang dikatakan Frank, tetapi rupa-rupanya ia mengetahui bahwa para pemuda itu tak mau melakukan apa yang dimintanya. Ia berpaling ke belakang. "Mengapa kalian tak memakai payung udara?" ia menjerit. "Sebab kita lebih tahu," kata Frank. "Kami juga pilot! Tindakanmu tadi memang mengesankan, tetapi pesawat ini dapat terbang dengan satu baling-baling. Jangan coba-coba mengumpankan kami pada ikan Hiu!" Pilot itu menyumpah-nyumpah, berpaling ke depan lagi, lalu menghidupkan kedua mesinnya lagi. Ia menerbangkan pesawatnya miring memutar lebar. "Engkau kira hendak terbang ke mana?" tanya Joe mengancam. "Kembali ke Atlantic Island. Kalau kalian ingin ke Pirate's Port, berenang sajalah," Freddie mengejek. Chet, setelah berkurang takutnya, dan sadar bahwa Freddie adalah anggota gerombolan yang sedang mereka kejar, berpikir dengan cepat. "Kuberi engkau tiga puluh detik untuk kembali ke arah semula," katanya kepada pilot. "Kalau pada waktu itu engkau belum juga melakukannya, aku akan menarik engkau dari kursimu dan engkau kududuki. Biarlah kedua Hardy itu yang mengemudikan pesawat!" "Kalau engkau berbuat begitu, akan kuadukan engkau sebagai pembajak." "Tidak! Tidak bisa!" kata Frank. "Engkau sudah menerima seratus lima puluh dolar untuk ongkos menerbangkan kami ke Pirate's Port. Kalau kami terpaksa mengambil alih kemudi, kami justru mengadukan engkau untuk korupsi, nanti kalau kita mendarat!" Chet berkata: "Lima belas detik." Pesawat membelok kembali ke arah Pirate's Port. Setelah mendarat, pilot membawa pesawatnya ke terminal, menunggu sampai para pemuda itu turun, lalu segera tinggal landas lagi. Sambil memandangi B 24 itu mengangkasa, Chet berkata: "Seharusnya dia kita adukan karena memaksa kita untuk terjun." "Aku tak yakin apakah itu akan menguntungkan kita?" kata Frank. "Mungkin sekali para penjahat itu juga menguasai tempat ini." "Ketika kita meninggalkan hotel, petugas penerima tamu itu tentu sudah memberitahu teman-temannya untuk mengikuti kita ke airport," Joe menyimpulkan. "Atau dia telah menyogok si pilot, atau Freddie memang anggota komplotan." "Satu yang sudah jelas," kata Chet. "Di mana-mana pun kita tidak aman." "Untuk itu kita tak dapat berbuat apa-apa kecuali harus hati-hati," kata Frank. "Kita cari taksi ke Corsair City dan mencari hotel." Sopir taksi membawa mereka ke sebuah tempat kecil-rapih, bernama Ascot. Letaknya hanya dua blok dari pantai. Setelah mencatatkan diri, mereka bertiga lalu berunding. "Urusan pertama ialah kapan Mary Malone akan datang," kata Joe. Ia menelepon kantor pelabuhan. Setelah meletakkannya kembali, ia berkata: "Tidak akan datang sebelum jam sembilan besok. Masih cukup waktu untuk membuat rencana." "Apa yang harus kita lakukan," kata Frank, "ialah mengawasi mereka ketika menurunkan muatan uranium. Kemudian membayanginya ke mana dibawanya." "Satu-satunya masalah ialah, mereka telah tahu kita ada di sini," kata Joe. "Jadi mereka tentu sudah melakukan pengawasan terhadap kita." "Jawabannya ialah penyamaran," kata Chet. "Kita dapat mengenakan pakaian pribumi. Tempat ini penuh dengan orang Indian. Siapa yang akan tahu kalau hanya bertambah tiga orang lagi?" "Itu akal yang bagus," kata Joe. "Mari kita ke luar, mencari barang-barang itu sebelum Freddie dan anak buahnya datang lagi." Ketiga pemuda itu meninggalkan kamar mereka, mencari toko pakaian yang mereka butuhkan. Apa yang dikatakan Chet memang benar. Paling tidak, setengah dari penduduknya di jalan adalah bangsa Indian suku Caribia yang berpakaian pribumi. Banyak di antara prianya yang membawa machete atau golok, yang mereka selipkan di kain ikat pinggang. Hal ini menunjukkan bahwa mereka itu adalah pekerja kebun tebu. Yang lain-lain mengenakan pakaian yang berwarna-warni yang dihiasi merjan-merjan yang berkilauan. Di dekat hotel, mereka melihat sebuah papan nama pada sebuah toko: TOKO PAKAIAN MIGUEL. Miguel sendiri ternyata seorang bertubuh besar dan berjanggut, dengan air muka seperti seorang bajak laut. Ketika para pemuda itu mem beritahu, bahwa mereka mendapat undangan untuk mengunjungi pesta karnaval dan membutuhkan pakaian, orang itu menunjukkan tiga perangkat. Pakaian Frank terdiri dari celana putih, kemeja putih bersulam dan bermanik-manik warna-warni, serta ikat kepala bermanik-manik pula. Pakaian Joe juga mirip, tetapi manik-manik di bajunya tidak terlalu banyak dan ikat kepalanya polos. Chet mendapat pakaian sebagai tukang perkebunan tebu, kemeja dan celana sederhana dengan kain untuk ikat pinggang berwarna merah. Pada setiap pakaian dilengkapi wig berambut hitam serta sepasang sandal. Miguel menyuruh mereka ke tempat mencoba pakaian. Chet baru saja selesai mengenakan pakaiannya, ketika pintu terbuka. Miguel yang berwajah seram itu masuk mengayun-ayunkan sebilah machete! Chet mundur menjauhi tetapi segera terpojok ke dinding. Ketika ia mengulurkan kedua tangannya untuk melindungi diri, Miguel meletakkan goloknya. "Ini untukmu," katanya dengan suara yang dalam. "Ini termasuk pakaianmu." Dengan lega Chet menerima golok panjang itu. Setelah ketiga pemuda itu puas dengan pakaian yang terasa pas ukurannya, mereka mengenakan pakaiannya lagi lalu pergi meninggalkan toko. Di tengah jalan mereka membeli alat-alat make-up berwarna coklat, lalu kembali ke hotel. Setelah menyimpan pakaian yang baru dibeli, mereka menghabiskan sore itu untuk melihat-lihat kota. Esok paginya pada jam delapan tiga puluh, dengan menyamar sebagai orang Indian, ketiga pemuda itu pergi ke dermaga. Mereka melihat sejumlah orang yang nampak kekar-kekar, selalu mengamati wajah-wajah orang yang datang ke sana. "Aku yakin, mereka tentu telah disewa oleh komplotan, disuruh mencari kita di antara orang-orang ini," bisik Chet. Joe mengangguk. "Sudah tentu. Tetapi mereka hanya berdasarkan ciri-ciri kita. Kuharap saja penyamaran kita ini dapat mengecoh mereka, bahkan si Herkimer pula." "Kita akan segera mengetahuinya," kata Frank. "Nah, itu kapalnya datang, Mary Motoric " Setelah kapal merapat, Herkimer turun melalui jembatan. Ia berembuk dengan salah seorang yang kekar itu, lalu berjalan berkeliling mengamati orang-orang. Akhirnya ia kembali ke kapal. "Berhasil!" kata Chet dengan senang. Pada saat itu seseorang yang bagur berkulit pucat dan gundul lewat, lalu bertanya kepada enam orang Indian Caribia yang berdiri di dekat ketiga pemuda. "Kalian pekerja pelabuhan untuk Mary Ma-lone?" "Ya," kata salah seorang. "Hanya ini yang dikirimkan kantor pelabuhan?" orang gundul itu mengeluh. "Aku minta sembilan orang!" Frank berbisik kepada Chet. "Inilah kesempatan bagimu, Chet, untuk mengawasi muatan itu. Datangilah mereka, katakan bahwa engkau juga dikirimkan oleh kantor pelabuhan." "Engkau juga harus ikut!" Chet menolak. "Kami tidak berpakaian seperti pekerja," kata Chet. "Mereka tentu akan mencurigai kami." Sambil memandang kurang senang, Chet pergi untuk melaporkan diri kepada si orang gundul. Frank dan Joe melihatnya dari kejauhan sementara kapal itu dibongkar muatannya. Tetapi Chet dapat melihatnya dari dekat. Pekerjaannya membantu memuatkan barang-barang ke truk-truk setelah diturunkan dengan derek. Pekerjaan itu berat, dan ia semakin kurang berusaha setelah beberapa saat, hingga mandor memandanginya dengan merengut. Akhirnya muatan itu telah dibongkar semua. Peti-peti bertanda "U" diturunkan ke dermaga lalu dimuatkan pada truk ringan. Ted Herkimer dan Mack Larsoni turun melalui tangga jembatan, dan Mack lalu duduk di belakang kemudi truk ringan. "Aku akan berada di Devill's Point kalau engkau mau menghubungi aku," katanya sebelum ia berangkat. Herkimer mengangguk lalu kembali naik ke kapal. Pada saat itu mandor mendatangi Chet. "Kalau engkau masih saja malas-malasan, engkau akan dipecat. Ada apa? Engkau tak suka pekerjaan ini?" Chet mengkerut takut. "Punggungku," ia menggumam. "Sakit." "Engkau ingin berhenti?" Chet mengangguk. "Baik. Ambil bayaranmu di kantor pelabuhan besok pagi." Chet mengangguk lagi, lalu membalikkan tubuhnya dan pergi ke teman-temannya. Ketika sampai pada teman-temannya, ia berbisik: "Apakah ia sudah pergi? Atau masih saja memandangi aku?" "Ia kembali ke kapal," kata Frank. "Ada apa?" "Larsoni telah pergi membawa uranium itu. Ia berkata kepada Herkimer, ia menuju ke Devill's Point." "Mari kita sewa mobil dan membayanginya!" kata Joe penuh gairah. "Ada tempat mobil sewaan di dekat hotel." Mereka segera kembali ke hotel untuk berganti pakaian. Kemudian mereka menuju ke agen mobil sewaan dan menyewa sebuah mobil Ford kecil. "Dapatkah engkau mengatakan di mana Devill's Point?" tanya Frank kepada penerima tamu. "Di ujung lain pulau ini," jawab orang itu. "Ini, kutunjukkan." Ia membeberkan sebuah peta lalu menunjuk. "Hanya seorang yang tinggal di sana," ia menjelaskan. "Seorang ilmuwan sinting yang sedang melakukan percobaan-percobaan. Penduduk pribumi mengatakan, ia melakukan ilmu sihir." Mereka mengucapkan terimakasih, lalu pergi menurut arah yang telah ditunjukkan. Jalan itu berakhir pada sebuah pagar besi setinggi tiga meter dengan papan bertuliskan: DILARANG MASUK. "Sekarang bagaimana?" tanya Chet. "Kita parkir mobil ini di dalam semak-semak, dan kita berjalan kaki," kata Frank. Ia memutar mobilnya. Ia menjalankannya lima puluh meter memasuki jalan tanah sempit yang telah dilihat sebelumnya, dan meninggalkan mobil kecil itu di tempat yang tersembunyi. Mereka berjalan kaki ke pagar besi dan memanjatnya agar jangan menimbulkan suara. Sebuah jalan di halaman yang kedua sisinya ditumbuhi semak-semak lebat menuju ke sebuah rumah kayu yang besar, bertengger di pinggir batu karang. Setelah dekat, mereka masuk ke semak-semak dan merangkak mendekat. Truk ringan itu diparkir di belakang rumah, dan dua orang yang kuat berotot sedang membongkar muatan. Mereka mendorong muatan yang sudah dibongkar ke tempat yang nampak seperti alat peluncur arang ke gudang arang di bawah tanah. Tak lama kemudian mereka sudah selesai, lalu masuk melalui pintu belakang. Para pemuda itu mengitari rumah. Di sisi yang jauh mereka melihat sebuah jendela ruang bawah yang terbuka, lalu mengintip ke dalam. Mereka melihat sebuah laboratorium, tetapi tidak ada orangnya. "Chet, engkau tinggal di sini dan mengawasi," bisik Frank. "Joe dan aku akan masuk dan melihat-lihat di sana." Chet mengangguk. "Kalau kalian belum kembali dalam lima belas menit, aku akan ke mobil dan memanggil polisi. Tetapi bagaimana kalau mereka juga bekerja sama dengan para penjahat?" "Engkau harus berani mengambil risiko," kata Frank dengan geram. "Ayo, Joe!" Kakak beradik itu memanjat masuk melalui jendela. Mereka berpikir-pikir melihat alat-alat laboratorium yang aneh-aneh. Untuk apa itu semua. Akhirnya Frank berhenti di depan sebuah alat berbentuk telur raksasa yang diletakkan dalam sebuah tempat mirip ayunan. Rasa merinding merayap di punggung. "Ilmuwan sinting itu sedang membuat semacam bom?" bisiknya. "Mari kita tanamkan alat penyadap," usul Joe. "Jadi kita dapat mencuri-dengar." Dengan cepat ia mengambil kotak detektifnya, lalu mengeluarkan alat pendengar elektronik bentuk mini. Ia memasangnya di bawah meja kerja. Pada saat itu juga pintu terbuka pada sebelah atas tangga! Kedua pemuda itu ke luar melalui jendela dan menutup daun jendela itu dari luar. Kembali mengintip ke dalam, mereka melihat Mack Larsoni dan seorang bertubuh pendek, berambut halus, dan berkacamata menuruni tangga. Joe mengambil alat penerima dari kotaknya, ia, Frank, dan Chet memasang alat pendengar mini itu di telinga. "Nah, Dr. Minkovitch, bagaimana pendapat anda?" tanya Larsoni. "Apa yang telah kaubawa itu akan membuat tugasku lengkap," jawab Si Rambut Halus. "Bom ini akan selesai dalam beberapa hari lagi." "Apa yang hendak anda perbuat dengan ini?" tanya Larsoni. "Rekan-rekanku dan aku mempunyai penadahnya ... sebuah gerakan pembebasan di Eropa." Larsoni mengangkat bahu. "Itu cukup jauh, jadi kita tak akan mendengar ledakannya. Nah, mari kita selesaikan keuangannya." "Tentu." Dr. Minkovitch menuju ke sebuah almari besi di dinding dan mengeluarkan beberapa bundel uang. Setelah diberikannya kepada Larsoni, pembajak itu menghitungnya dengan teliti dan memasukkannya ke dalam saku." "Kukira urusan kita sudah beres, dok," katanya. "Selamat berpesta petasan!" Ia pergi ke atas, dan beberapa saat kemudian terdengar pergi dengan truknya. Ketika truk itu telah hilang dari pandangan, sebuah sedan sport yang mengkilat datang. Para pemuda itu mengintip dari sudut rumah, dan melihat penerima tamu hotel Atlantic turun dan masuk ke rumah! Dengan cepat para pemuda itu kembali ke jendela. Sesaat kemudian petugas hotel itu turun ke lantai bawah dan Dr. Minkovitch menyapanya dengan nama Lanky. "Kulihat Larsoni sedang keluar," kata Lanky. "Ia sudah menyerahkan barang-barang itu?" "Sudah." "Apakah ia tahu untuk apa barang itu?" "Ia mengira hanya sebuah bom untuk kepentingan gerakan pembebasan di Eropa," jawab Minkovitch. "Ia tak tahu bahwa kita mempunyai banyak bom untuk dipasang pada setiap kota besar di seluruh dunia." Ia menghela napas sambil meremas-remas kedua tangannya. "Ledakan nuklir itu akan sedemikian hebatnya, hingga pemerintahan-pemerintahan di dunia akan menyerah tanpa syarat kepada kita. Kita akan menguasai seluruh dunia!" 11. Ancaman Bahaya Bom Atom Tetesan-tetesan keringat membasahi dahi Chet. "Ia - ia mengatakan bom atom!" pemuda itu berbisik. "Untuk itulah mereka membutuhkan uranium!" Frank menangkap lengannya. "Sssst!" "Apakah maksudmu dengan 'kita' doktor?" tanya Lanky dengan suara dingin. "Lho, bukankah kita semua?" tanya Minkovitch. "Para direktur yang lain bersama aku, bukan engkau. Engkau hanya pegawai yang dibayar!" "Tetapi kalian tak dapat berbuat apa-apa tanpa aku," kata ilmuwan itu dengan marah. "Memang. Dan engkau akan mendapatkan kekayaan dan nama besar. Barangkali engkau akan mendapat kedudukan di kabinet dunia. Tetapi hilangkan dari benakmu bahwa engkau akan ikut memerintah." Suara Lanky mengeras dan matanya bersinar dengan bayangan ketidak-warasan. "Pemerintahan akan dibagi antara tiga direktur, yang telah menyediakan semua keuangan untuk percobaan-percobaanmu." "Aku sudah bekerja keras, Lanky," kata Dr. Minkovitch mengeluh. "Aku mempunyai hak lebih dari sekedar kedudukan di kabinet." Lanky berkata dengan nada keras: "Engkau berkata tentang kerja keras, doktor? Kami dapat hidup bagaikan raja-raja dengan hasil bajakan. Tetapi sebaliknya kami seperti budak yang melakukan kerja kasar, demi dapat menimbuni proyek ini dengan uang. Sekarang, mana uraniumnya?" Dr. Minkovitch menunjukkan jalan baginya melalui sebuah pintu di bagian belakang laboratorium. Keduanya lalu memasuki sebuah gudang di mana telah dimasukkan peti-peti melalui peluncur arang. Dengan demikian mereka berada di luar jangkauan alat penyadap Joe. "Orang-orang ini sudah gila!" kata Joe tertahan. "Kita harus menghentikan mereka!" Frank mengangguk. "Tetapi janganlah kita pergi dulu. Barangkali kita masih dapat mengetahui lebih banyak lagi." Beberapa saat kemudian kedua orang itu muncul lagi di laboratorium, dan Lanky menanyakan berapa lama lagi bom-bom itu akan selesai. "Mereka sudah selesai, kecuali uraniumnya," kata doktor itu. "Aku hanya melihat satu yang sudah terpasang," kata Lanky. Ia menunjuk benda yang terletak di tempat mirip ayunan. "Aku hanya melakukan percobaan di sini, Lanky. Perakitan yang berbahaya dilakukan di bawah tanah, tempat yang kusebut sebagai pabrikku." "Tempatnya dekat doktor?" "Cukup dekat, hingga bisa cepat-cepat memindahkan uranium itu ke sana. Aku malah hendak melakukannya sekarang juga." Doktor itu menghidupkan alat intercom dan berkata ke dalam mikrofonnya: "Hagar dan Quark, datanglah ke laboratorium." Kedua orang bertubuh besar dan berotot yang telah membongkar muatan uranium dari truk itu muncul. Minkovitch menyuruh mereka memindahkan uranium tersebut ke pabrik. Yang seorang masuk ke ruangan tempat menyimpan peti-peti itu, dan yang seorang lagi kembali ke atas. "Di sana ada peluncur dengan ban berjalan dari gudang menuju ke pabrik di bawah tanah," kata Minkovitch. "Hagar akan ke bawah untuk menurunkan peti dari ban tersebut kalau peti itu dikirimkan oleh Quark." Beberapa saat kemudian doktor itu bersama Lanky naik ke atas. Para pemuda mengambil alat-alat pendengar mereka lalu bersembunyi di semak-semak. Tak lama kemudian mereka melihat Hagar ke luar dari rumah lalu berjalan menuju ke batu karang. Mereka hendak mengikutinya, namun Dr. Minkovitch dan Lanky ke luar ke serambi. "Aku tak tahu kalau engkau punya tetangga," kata Lanky kepada Minkovitch. "Tetangga? Apa maksudmu?" "Apakah tidak ada orang yang tinggal di pinggir jalan tanah itu? Kira-kira lima puluh meter sebelum pintu pagar?" "Tidak ada. Tentu saja tidak ada. Mengapa?" "Aku melihat sebuah mobil diparkir di sana ketika aku kemari." "Apa?" seru doktor itu. "Itu berarti ada yang memata-matai kita. Barangkali pihak polisi! Tidakkah engkau dapat menyuap polisi?" "Tidak. Di Pirate's Port ini tidak," kata Lanky. "Di Atlantic Island polisi sudah sangat jinak dengan kita. Tetapi polisi di sini jujur-jujur. Tetapi barangkali bukan mereka. Kudengar anak-anak Hardy itu ada di pulau ini." "Anak-anak Hardy? Anak-anak Hardy yang mana?" "Anak-anak Fenton Hardy, detektif yang ter-mashur itu. Engkau tentu sudah pernah mendengar namanya." - "Fenton Hardy!" kata doktor itu dengan ketakutan. "Tentu, aku pernah mendengar namanya. Siapa yang belum? Mengapa aku tak diberi-tahu bahwa ia mengejar-ngejar kita?" "Ia tidak ada di sini," kata Lanky menenangkan. "Hanya kedua anaknya, Frank dan Joe, ditambah seorang lagi temannya yang bernama Chet Morton. Hagar dan Quark tentu dapat menangani mereka." "Kita harus segera mengetahui mobil siapa itu?" kata doktor Minkovitch. "Memang, kita sering mendapat kunjungan dari pemburu-pemburu. Mungkin juga salah seorang dari mereka." Kedua orang itu kembali masuk ke rumah. Pada saat itu pula ketiga pemuda itu bangkit berdiri. "Kita harus mendahului mereka!" kata Joe mendesak. Frank mengangguk. "Engkau dan Chet yang ke sana. Aku ingin tahu ke mana perginya Hagar. Sampai nanti." Sambil menggangguk Joe dan Chet menyelinap pergi, sementara Frank bergegas menuju ke arahyang dituju si orang bertubuh besar. Ia berjalan di antara pohon-pohon yang membatasi batu karang untuk beberapa saat, namun penjahat itu tak kelihatan. Ketika ia kembali ke arah semula, Frank tiba di atas pohon-pohonan tepat pada saatnya melihat Hagar kembali menaiki tangga masuk ke rumah. "Bagaimana aku bisa tak bertemu dengan dia?" pikir Frank. Tentu ada pintu rahasia untuk masuk ke bawah tanah. "Rupa-rupanya aku telah melewatinya tanpa kuketahui!" Sementara itu, Joe dan Chet bergegas ke pagar dan memanjatnya. Dengan lindungan pohon-pohon, mereka lari ke mobil mereka. Joe membawanya lebih jauh masuk dari tepi jalan sampai tiba ke tempat terbuka. Dengan pisau-pisau lipat mereka memotong cabang-cabang semak dan menutupi mobil Ford itu sebagai penyamaran, sehingga tak dapat dilihat lagi dari jalan. Kemudian mereka kembali lagi dengan hati-hati ke tempat mobil mereka semula diparkir, Dr. Minkovitch dan Lanky sedang berdiri di sana. "Kukatakan kepadamu, inilah tempatnya," kata Lanky sambil menunjuk ke tanah. "Lihat bekas ban itu?" Doktor itu melihat ke bawah. "Ya. Ini tentu pemburu-pemburu." Kedua orang itu kembali ke jalan tanah. Joe dan Chet menunggu beberapa menit lagi untuk mengikuti. Ketika akhirnya mereka sampai di pagar, Minkovitch dan Lanky baru saja masuk ke dalam rumah. Kedua pemuda itu memanjat pagar lalu menggabungkan diri dengan Frank. "Tugas selesai!" Joe melapor. "Mereka mengira bahwa mobil itu milik pemburu-pemburu." "Bagus," kata Frank. "Aku belum dapat menemukan jalan masuk ke pabrik. Tetapi karena semua orang sedang ada di dalam rumah sekarang ini, kita dapat menunggu mereka lalu mengikuti kalau mereka pergi." Joe mengangguk. "Coba kulihat, apakah mereka ada di laboratorium." Namun, ketika mereka sampai di jendela dan mengintip ke dalam, tak seorang pun yang nampak. Dengan hati-hati mereka mengelilingi rumah, mengintip dari jendela-jendela yang lain. Di sisi yang jauh mereka melihat sebuah jendela yang terbuka. Dari jendela itu mereka dapat mendengar suara. Dari percakapan tersebut, mereka dapat memperkirakan bahwa Lanky, doktor dan kedua pembantu bertubuh raksasa itu sedang makan. Kerut-kerut yang memilukan nampak di wajah Chet ketika ia melihat ke arlojinya. Waktu itu sudah jam dua belas tiga puluh! "Seharusnya engkau menyelamatkan roti yang diambil dari kapal Mary Malone!" Joe menggoda. "Roti itu sudah menyelamatkan nyawa kita!" Chet menggumam. "Atau setidak-tidaknya memperpanjang sedikit kalau kita tak segera mendapatkan makanan!" Frank meletakkan telunjuknya pada mulutnya dan ketika pemuda itu mendengarkan. "Setelah makan, Hagar, Quark dan aku akan segera mengisi bom-bom itu," kata Minkovitch. "Apakah engkau akan kembali ke kota, Lanky?" "Tidak. Aku akan menunggu, berapa lama pekerjaan itu. Jadi aku dapat melaporkannya kepada direktur-direktur yang lain." Frank memberi isyarat kepada Joe dan Chet untuk mengikuti dia sedikit menjauh agar tak dapat mereka dengar. "Joe dan aku akan membuntuti Minkovitch dan kedua begundaknya," katanya. "Chet, engkau tinggal di sini dan mengawasi rumah ini." "Aku harus jadi anjing penjaga lagi," Chet mengeluh. "Mengapa aku sekali-sekali tak diikutkan dalam operasi!" "Ini sangat berbahaya," Joe menjelaskan. "Kalau kami tak kembali setelah mereka kembali, berarti bahwa kami telah ditawan di pabrik bom mereka. Dalam hal itu, segeralah panggil polisi secepat-cepatnya." Ketika Chet sadar bahwa operasi penyelidikan di bawah tanah itu memang sangat berbahaya, ia mengangguk. "Baik, bung," katanya. "Engkau dapat mengandalkan aku!" 12. Devill's Point Para pemuda itu kembali mengitari rumah, untuk bersembunyi di semak-semak di dekat jendela laboratorium. Setelah beberapa menit, Dr. Minkovitch, Hagar, dan Quark ke luar dan menuju ke arah pohon-pohon di batas batu karang. Ketika mereka tak nampak lagi, Joe dan Frank mengikuti. Chet tetap di tempatnya. Beberapa saat kemudian, Chet merasa capai bertiarap di bawah semak-semak, lalu merangkak untuk mengintip ke dalam laboratorium. Tempat itu kosong. Chet baru saja hendak membuka jendela untuk dapat naik ke lantai dua dan melihat apa yang dilakukan oleh Lanky, terdengarlah pintu depan dibuka dan ditutup kembali. Dengan cepat ia kembali ke bawah semak-semak tepat ketika Lanky sedang menuruni anak tangga. Kemudian sunyi lagi. Ketika Lanky tak kelihatan dari sudut rumah, Chet merangkak maju untuk mengintip dari pinggir serambi. Ia mendengar suara Lanky dari mobil sportnya. Dengan merangkak, pemuda itu menuju ke belakang mobil. "Mohawk red memanggil Apache biru," kata penjahat itu. "Silakan masuk, Apache biru." Ia sedang berbicara dengan radio mobilnya, pikir Chet. Kemudian terdengar suara yang sudah ia kenal, namun tak ingat suara siapa. "Apache biru di sini." "Luis, di sini Lanky berbicara dari lokasi proyek 'A'," kata Lanky. "Haa, kapten Luis Sanchez dari Kepolisian Atlantic Island," pikir Chet. "Bagaimana keadaannya?" tanya Sanchez. "Dok sedang menyelesaikan pembuatannya sekarang ini. Ia akan segera siap untuk menyerahkannya tepat pada waktunya." "Bagus sekali. Ada masalah?" "Beberapa soal kecil saja. Dok agak menjadi terlalu besar kepala. Ia menginginkan kedudukan yang sama dengan para direktur." "Katakan saja kepadanya, ia dapat memperolehnya." "Apa?" kata Lanky menghina. "Setelah kita dapat memegang kendali, dan tak membutuhkan dia lagi, kita dapat membuang dia. Sementara ini biarlah kita buat dia senang hatinya." "Jelas, Sanchez adalah salah satu direktur," pikir Chet. "Apa masalah kecil yang lain lagi?" tanya Kapten. "Aku melihat sebuah mobil di dekat sini dengan lambang perusahaan mobil sewaan. Sekarang sudah pergi. Mungkin hanya pemburu-pemburu, tetapi bisa juga anak-anak Hardy itu. Ada petunjuk tentang mereka?" "Tidak lagi, setelah Freddie menerbangkan mereka ke Pirate's Port. Apakah Herkimer dan anak buahnya tak memergoki mereka?" "Aku belum mendengar, tetapi aku akan menanyakannya. Ganti, selesai." Sesaat kemudian suara Lanky terdengar lagi. "Mohawk red kepada Mary Malone. Silakan masuk, Mary Malone." "Mary Malone di sini," terdengar suara dari radio. "Minta berbicara dengan Ted Herkimer." "Tunggu sebentar." Sunyi beberapa menit, kemudian suara si wajah kapak terdengar. "Herkimer di sini." "Di sini Lanky dari Devill's Point. Ada berita tentang anak-anak Hady?" "Tidak. Mereka pasti tidak ada di dermaga ketika kami bersandar. Aku menyuruh sebuah regu untuk berpatroli di sekitar tempat itu, dan mereka tak pernah memergoki anak-anak itu." "Jadi kaukira mereka tak mungkin ada di sekitar sini?" tanya Lanky. "O, mungkin sekali mereka ada di situ. Menurut perkiraanku, mereka bersembunyi karena tahu bahwa mereka kita kejar-kejar." "Nah, aku memergoki sebuah mobil sewaan di dekat sini. Mungkin hanya pemburu-pemburu, tetapi aku ingin tahu dengan pasti." "Bagaimana mereka dapat mengetahui lokasi 'A'? Kukira mereka sedang bersembunyi, atau telah mengambil penerbangan pertama ke Miami. Kapten Sanchez telah menakut-nakuti mereka dengan masalah pasport." "Ya, kukira begitu," kata Lanky, tetapi terdengarnya ia belum yakin. "Maukah engkau memastikannya, dengan menyuruh seseorang menyelidiki daftar penumpang penerbangan-penerbangan yang baru lalu? Aku ingin lebih merasa tenang." "Boleh, akan kulakukan," kata Herkimer. "Masih ada lagi?" Chet tak dapat menangkap jawaban Lanky yang hanya menggumam. Tetapi ketika tak terdengar lagi percakapan beberapa saat lagi, ia menyimpulkan bahwa komunikasi itu telah selesai. Ia kembali merangkak ke sudut rumah. Namun, ternyata ia kurang cepat! Pintu mobil menutup dan Lanky berteriak tajam: "Berhenti!" Chet menoleh dan memandang tepat ke dalam mulut sepucuk pistol! Dengan malu-malu ia merayap berdiri. Doktor dan kedua pembantunya masih kelihatan ketika Frank dan Joe tiba di batu karang. Ketiga orang tersebut berjalan di sepanjang pinggiran, namun sesaat kemudian mereka menghilang. Dengan heran kedua pemuda itu bergegas ke tempat tersebut. Mereka melihat sebuah jalan setapak di sepanjang langkah batu yang sempit, tidak lebih dari setengah meter! Joe segera menuruninya, disusul oleh kakaknya. Jalan itu sangat berbahaya. Angin yang bertiup hampir saja menerbangkan mereka dari jalan setapak tersebut. Mereka sadar, satu langkah saja yang akan menjatuhkan mereka tiga puluh meter dari tebing yang curam, mencebur ke dalam ombak-ombak yang memecah dahsyat pada tebing tersebut. Mereka beristirahat sejenak. "Sekarang aku tahu mengapa tempat ini disebut Devill's Point," kata Joe kepada kakaknya. "Memang mirip sekali dengan Sarang Setan!" Frank mengangguk dan memandangi air yang berpusat jauh di bawah mereka. Mereka melihat sebuah perahu nelayan datang terlalu dekat. Tiba-tiba perahu itu tertangkap oleh arus bawah dari pusaran tersebut. Mesin perahu itu menderu-deru menyanyikan lagu kecemasan, ketika kedua penumpangnya berusaha berjuang melawan daya tarik arus bawah. Namun, perahu itu terhisap semakin dekat dengan lubang kema-tian. "Mereka akan terhempas," seru Joe. Tetapi dengan mendadak perahu itu mulai sedikit maju, tidak tertarik ke tebing. Ia bergerak semakin jauh dari pusaran ombak, dan akhirnya bebas dan melaju cepat menjauh. Kedua pemuda itu melanjutkan jalan turun. Mereka bergerak dengan hati-hati, sambil berpegangan pada apa saja yang dapat mereka temukan. "Kukira hal ini mudah dilakukan kalau sudah terlatih," Joe berpendapat. "Rupa-rupanya hal ini tak menyulitkan doktor itu, padahal ia jauh lebih tua dari kita." "Aku tak ingin melakukan latihan ini lebih lanjut," kata kakaknya. Mereka tiba pada sebuah tikungan. Ketika mereka mengintip dari balik sudut, mereka melihat di mana jalan setapak itu berakhir, yaitu pada langkah batu yang pipih selebar kurang lebih enam meter. Doktor bersama kedua pembantunya sedang mendekati setumpuk daun-daunan pada sisi batu karang. Hagar memegangi sebatang cabang lalu menariknya. Sebuah pintu kayu yang lebar terbuka! Setelah para penjahat itu masuk, pintu itu tertutup kembali, menghapus segala jejak. Frank dan Joe melanjutkan berjalan turun ke batu yang datar. Joe memegang cabang yang tadi dipegang Hagar. Dengan jantung berdebar keras ia membuka pintu beberapa senti. Dengan berdebar-debar ia mengharap, moga-moga jangan ada orang di dalam! Untunglah memang tidak ada. Mereka mengintip ke dalam sebuah terowongan yang gelap. Hanya pada ujungnya nampak ada cahaya. Joe membuka pintu tersebut lebih besar, dan mereka masuk. Dengan hati-hati mereka berjalan di terowongan. Mereka tiba di sebuah gua yang besar sekali, diterangi oleh lampu-lampu dari langit-langit. Langit-langit itu empat meter di atas terowongan, dan lantainya juga empat meter di bawah terowongan. Ruangan itu berbentuk bulat dengan garis tengah lebih dari seratus meter. Kedua pemuda itu merangkak menuju ke tangga yang turun ke gua tersebut. Di dinding jauh mereka melihat rak tempat bom beberapa buah, mirip yang ada di laboratorium, berisi bom-bom yang sudah hampir jadi. Setiap detonator bom, berupa generator nuklir neutron bertekanan besar sekali yang mulai bekerja oleh suatu ledakan, telah disiapkan di sebuah ruangan kecil di ujung bom. Bila detonator ini dinyalakan, terjadilah reaksi berantai yang akan meluas sampai di ruangan bagian belakang dari bom tersebut, yang nantinya akan diisi dengan uranium. Peleburan unsur uranium itu akan menyebabkan ledakan nukhr yang panas sekali dan menghancurkan. Di belakang tempat bom terdapat rak-rak alat elektronik, dengan tombol-tombol dan susunan alat-alat yang sangat rumit. Sejumlah peti-peti yang diletakkan agak jauh dari yang satu ke yang lain di sebelah kanan. Ujung sebuah ban berjalan nampak di mulut sebuah terowongan pada dinding sebelah. Kedua pemuda itu dengan ngeri menyadari, bahwa peti-peti itu tentu berisi bahan nuklir aktif, bila melihat jarak masing-masing peti. Mereka mengetahui, bahwa sejumlah besar uranium yang disimpan dalam tempat yang terlalu kecil, massanya akan menjadi kritis. Reaksi berantai ini memang tak akan menimbulkan ledakan, namun setiap makhluk hidup di dalam gua itu akan terkena radiasi yang mematikan. Sebelah kiri gua berisi sebuah laboratorium yang sangat lengkap beserta ruang alat-alat elektronik. Di tengah-tengah terdapat beberapa mesin, di antaranya mesin-mesin bubut, mesin penggiling, mesin plat baja, mesin-mesin bor, mesin sekrup otomatis, derek katrol, alat las dan tungku induksi. Hagar dan Quark sedang mengangkut peti-peti ke deretan bom, di mana Dr. Minkovitch sudah mulai merakit uranium yang mengkilat berbentuk setengah bola, dimasukkan ke dalam bola-bola, yang satu di dalam yang lain. Kemudian ia memasangnya di ruang belakang setiap bom. "Kuharap saja ia tahu mengerjakannya," Frank menggumam hampir tak terdengar. "Semua alat pemacu sudah dipasang. Kalau salah satu kebetulan menyala, itu akan bertindak sebagai penyala yang lain-lain, dan semua akan meledak! Pulau ini akan lenyap dan engkau akan dapat melihat asap seperti jamur itu dari bulan!" Dr. Minkovitch telah selesai mengisi bom yang keenam. Ketika ia bergerak hendak pindah ke bom yang ketujuh, sikunya terkait kabel yang mencuat dari tempat bom yang keenam yang bersambung pada alat pengontrol serta alat percobaan yang ada di belakangnya. Tiba-tiba suara tik-tik-tik lirih terdengar dari alat percobaan, setiap detik sekali bunyi. Minkovitch nampaknya tak menyadarinya, sementara Hagar dan Quark terlalu jauh untuk dapat mendengarnya. Tetapi kakak beradik itu saling berpandangan dengan ngeri! Mereka mendengar suara tik-tik-tik yang dingin datar semacam itu, yaitu untuk menghitung waktu dalam percobaan peledakan nuklir. "Minkovitch tentu agak tuh!" Frank mendesis. "Dan setiap detik berarti semakin dekat dengan ledakan bom!" 13. Chet Menangkap Penjahat "Apa yang harus kita ..." Joe hendak bertanya. Namun Frank tak mau mendengar kata-kata Joe diselesaikan. Ia melompat bangun dan berlari menuruni tangga batu. Hagar dan Quark berpaling dan melihat dengan terkejut, ketika pemuda itu lari ke bom yang sudah berbunyi tik-tik-tik. "Bom ini sudah mulai menghitung sendiri waktu meledaknya, ketika tangan anda terkait kabel!" ia berseru kepada Dr. Minkovitch. "Apa yang harus kulakukan?" Doktor itu memandanginya, matanya terbelalak lebar. Ia memiringkan sedikit kepalanya, dan kini ia mendengar suara tik-tik-tik itu. Semua warna hilang lenyap dari wajahnya. "Angkat tuas tekanan penghubung-pengon-trol- pengapian itu!" ia berteriak dengan serak. Frank melihat ujung sebuah tuas kecil pada permukaan dinding alat pengapian. Ia belum merasa pasti bahwa itulah tuas penghubung yang dimaksud, dan ragu-ragu sejenak. "Ya, betul yang itu!" desis Minkovitch. "Dorong itu ke atas!" Dengan jari-jari gemetar Frank menekan tuas tersebut dan tetap menahannya dengan jari-jarinya. "Lalu apa lagi?" ia bertanya. "Tahan terus," kata ilmuwan itu. Hagar dan Quark mendekat, memandangi dengan mengancam pemuda itu. "Siapa anak-anak ini?" Hagar bertanya. "Dari mana dia?" "Diamlah!" kata Dr. Minkovitch tak sabar. Kemudian ia berpaling kepada Frank. "Anak muda, aku juga tak tahu siapa engkau, tetapi engkau benar-benar telah menyelamatkan kita semua. Tolong tahan terus tuas itu. Kalau kau lepaskan, bom akan meledak!" Hagar dan Quark menjadi pucat. "Ayo kita keluar dari sini!" Quark menjerit. "Tetapi di tempatmu dan tutup mulut!" kata Minkovitch kepadanya, "tak ada satu tempat pun di pulau ini yang aman kalau bom ini meledak. Seluruh tempat beserta segala-galanya akan terurai menjadi atom-atom. Mengerti?" Quark menggigil. "Ya, pak." "Hagar, ambilkan sebuah obeng besar," doktor itu memerintah. "Ya, pak," kata orang tinggi besar itu, dan mengambil sebuah obeng dari atas meja kerja. Ketika ia memberikannya kepada Minkovitch, doktor itu berkata kepada Frank: "Sekarang dengar benar baik-baik, anak muda. Aku akan mencoba menjinakkan bom ini. Sebenarnya tidak sulit ... apa yang harus kulakukan hanyalah membuka detonator. Tetapi, kalau aku sudah mulai melakukan hal itu, alat pengontrol mungkin sekali secara otomatis tersambung pada penentu waktu yang ada di dalam, dan penghitungan itu akan berlanjut. Kita dapat mendengar tik-tik-tik itu lagi, tetapi kali ini dari bomnya sendiri. Kalau berhasil, ... ah jangan khawatir." "Apakah itu berarti bahwa..." "Tentu saja begitu," doktor itu memotong. "Tetapi itu tak akan membantu. Tergantung dari sudah berapa jauh penghitungan itu berlangsung, mungkin alat pengontrol belum tersambung pada alat penentu waktu di dalam. Namun meskipun tersambung, aku masih sempat melepaskan detonator sebelum hitungan mencapai nol atau zero. Atau bisa juga, aku tak berhasil." Frank menatapnya dengan nanar. Doktor itu hanya mengangkat bahu. "Yah, karena kita tak mungkin merubah hitungan, tak ada gunanya untuk berkhawatir, bukan?" Frank mengangguk lunglai. Joe, dari jarak agak jauh, dapat melihat bulu kuduk Hagar dan Quark berdiri. "Siap, anak muda?" tanya Dr. Minkovitch. "Siap," jawab Frank. "Tekankan jarimu kuat-kuat." Ilmuwan itu memasukkan ujung obeng ke dalam sebuah lubang dekat dengan ujung alat pengapian. Dengan menggunakan obeng itu sebagai 'dongkrak,' ia memutarnya dengan tekanan itu ke arah berlawanan dengan jarum jam. Sebuah sukucadang bagian dalam yang berbentuk bulat - yaitu detonatornya sendiri - bergerak sedikit, dan suara tik-tik-tik terdengar lagi, kali ini lebih keras dari semula. "Ampunnn ... sudah terlalu jauh," kata doktor itu sambil memutar detonator itu secepat yang dapat ia lakukan. Tenggorokan Frank terasa kering, dan Hagar serta Quark seperti terpaku pada tempatnya berdiri. Tiba-tiba detonator itu terlepas dan jatuh di tangan Minkovitch. "Syukuuur!" ia berseru, ketika tik-tik-tik itu berhenti. Frank melepaskan tuas itu dan menghela napas lega. Doktor itu meletakkan detonator tersebut bersama obengnya ke meja kerja. Kedua pembantunya seperti hidup lagi! "Bagaimana dengan anak ini, dok?" tanya Hagar sambil memberengut ke arah Frank. "Siapa engkau, anak muda?" Bagaimana engkau bisa sampai di sini?" tanya doktor Minkovitch. "Hanya seorang wisatawan yang kebetulan lewat," jawab Frank. "Namamu?" "John Smith." "Aku berani bertaruh, dia tentu salah seorang anak-anak Hardy!" kata Quark. "Lanky sudah tahu bagaimana rupa mereka," kata Minkovitch. "Mari kita bawa dia ke atas." Kedua orang 'besar' itu menangkap lengan Frank. Tepat pada saat itu Joe berlari ke tengah tempat mesin-mesin. Tanpa diketahui oleh ketiga penjahat, ia menyambar sebuah bagian alat bor, melangkah ke belakang Doktor Minkovitch dan menekankan ujung alat itu ke punggung doktor Minkovitch. "Jangan bergerak!" kata Joe tenang, sementara doktor itu menjadi kaku. Hagar dan Quark membalikkan tubuh mendengar suara Joe. "Pung-punggungku ditodong dengan pistol," kata Minkovitch dengan gemetar. "Tolong, lakukan apa yang diminta tuan-tuan muda ini." "Nah, anda bijaksana," kata Joe. "Sekarang lepaskan kakakku." Hagar dan Quark melepaskan pegangan mereka. "Oke, letakkan kedua tangan di belakang," Joe meneruskan. "Frank, carilah apa saja untuk mengikat mereka." Di sebelah katrol ada segulung tali. Frank memotong tiga utas dan mengikat pergelangan tangan mereka di belakang. Joe mengikat tangan Doktor Minkovitch, kemudian melemparkan sukucadang bor itu ke meja. "Pistol pun dia tak punya!" teriak Hagar dengan marah sekali. "Bagaimana cara kita membawa mereka ini ke rumah itu?" tanya Joe kepada kakaknya. "Kita tak dapat menyuruh mereka berjalan di jalan setapak. Mereka tentu akan jatuh." Frank mendekati ban berjalan dan memandang ke dalam terowongan. "Cukup lebar," ia berkata. "Kalau ban ber-jalan ini dapat berjalan ke kedua arah, kita dapat menggunakannya." Ia mempelajari tombolnya dan mengetahui, bahwa bila tombol diputar ke kiri akan berjalan ke atas. "Engkau naik dulu," katanya kepada Joe. "Kemudian teman-teman kita ini akan kukirimkan kepadamu." Joe merangkak tertelungkup ke atas ban, dan Frank memutar tombol. Perjalanan melalui terowongan yang gelap itu panjang dan mengerikan. Karena gudang di atas sama gelapnya dengan terowongan, Joe tak dapat mempersiapkan diri pada saat ban sampai di ujung. Ia terjungkal dengan kepalanya terlebih dulu ke lantai. Untung ia masih sempat mengulurkan kedua tangannya untuk meredam kejatuhannya, dan ia hanya sedikit gemetar. Di dalam kegelapan, ia meraba-raba mencari jalan ke pintu laboratorium, lalu mengintip ke dalamnya. Setelah dilihatnya kosong, ia melebarkan pintu untuk memasukkan cahaya. Ia kembali ke ban berjalan yang masih bergerak, lalu berteriak ke dalam terowongan. "Oke, Frank!" Frank mengirimkan doktor Minkovitch lebih dulu. Ketika ia sampai di ujung, Joe menangkapnya di bawah bahunya lalu mengangkatnya dari atas ban. Pekerjaan itu membutuhkan tenaga yang lebih besar ketika harus menurunkan Hagar dan Quark. Namun ia berhasil juga. Ketika Frank sampai di ujung, Joe mematikan gerak ban berjalan itu dan Frank dapat turun sendiri. Pintu gudang itu tidak ada kuncinya, tetapi ada overval untuk gembok. Mereka mengurung tawanan mereka dengan memasukkan obeng pada lubang overval. Frank membuka jendela ruang bawah, lalu memanggil dengan suara rendah: "Chet?" Tak ada jawaban. Dengan diam-diam kedua pemuda menaiki tangga dan membuka pintu di ujung atas tangga. Pintu itu menuju ke bagian tengah lorong serambi yang sempit panjang, melintang ke seluruh rumah. Tak seorang pun yang nampak. Dengan hati-hati mereka menuju ke depan, melongok ke ruang kerja, ruang makan dan dapur. Mereka mendapatkan Chet sedang duduk di meja menghadapi segelas susu, dan makan roti berisi yang sangat besar! "Halo!" serunya dengan gembira. "Mau makan siang?" 14. Tertawan di Laut "Ada apa dengan Lanky?" Frank bertanya. "Ia menodong aku dengan pistol," kata Chet. "Tetapi aku berhasil menjatuhkannya dan menangkap dia. Ia sedang beristirahat dengan tenang di bagasi mobilnya sendiri di depan." Joe tertawa. "Hebat, engkau, teman!" "Apa yang kautemukan di pabrik mainan doktor itu?" "Bukan mainan, kukira," kata Frank dengan bersungguh-sungguh. "Di sana ada beberapa bom atom, tetapi kami telah dapat mengurung penjahat-penjahat itu." "Luar biasa," Chet berseri-seri. "Nah, sekarang coba terka!" "Apa?" "Kapten Luis Sanchez adalah salah satu direktur juga." Dengan singkat Chet menceritakan tentang percakapan radio antara Lanky dan Sanchez. Joe bersiul. "Tak terlalu mengherankan." "Memang," Chet membenarkan. "Nah, sekarang katakan, apa yang hendak kita lakukan dengan para penjahat yang kita tangkap ini?" "Serahkan kepada polisi Pirate's Port," usul Frank. "Aku dan Joe hendak membawa Minkovitch dan kedua pembantunya dengan mobil Ford kita, Chet, engkau mengikuti dengan membawa Lanky dalam mobil sportnya. Oke?" "Tentu." Segera pula mereka sudah di perjalanan ke Corsair City. Joe yang ada di depan. Mereka baru saja berjalan seperempat kilo ketika mereka melihat sebuah pickup mendatangi. Tiba-tiba mobil pickup itu meminggir ke seberang dan menghalangi jalan! Baik Joe maupun Chet menginjak rem. Ted Herkimer dan Mack Larsoni melompat keluar dari kabin. Empat orang lagi turun dari bak belakang! "Waaah," Joe menggumam. "Aku tak suka kalau harus satu lawan dua!" Ia menancap gas dan memutar mobilnya membentuk huruf U, dan melaju ke arah kembali. Chet memutar tepat di belakangnya. Dengan segera Herkimer dan Larsoni kembali melompat masuk ke mobil mereka dan segera mengejar. Tepat sebelum jalan berakhir di pagar besi, Joe membelok ke jalan tanah yang sempit, melaju melewati tempat ia menyembunyikan mobil mereka sebelumnya. Mobil pickup itu dekat di belakang mereka. "Kuharap saja jalan ini akan kembali ke jalan besar," kata Joe sambil menggertak gigi, sementara mereka melaju melalui jalan yang tidak rata. Frank hanya mengangguk. Harapan mereka segera buyar ketika mereka sadar, jalanan itu mendekati Devill's Point. Di sana jalanan tanah itu membelok dan menyusur tepi batu karang, dan mendadak pula berakhir pada pagar kawat berduri. Joe menginjak rem dengan mendadak, dan bersama Frank melompat ke luar. Chet menghentikan mobilnya hingga berhenti di belakang Ford. Ketika mobil pickup berhenti dengan rem berderit-derit, ketiga pemuda itu melompati pagar kawat bagaikan peloncat tinggi olympiade. Mereka melihat rumah bobrok milik Dr. Minkovitch di depan, dan segera sadar bahwa pagar kawat itu adalah batas tanah miliknya. Mereka ternyata tiba kembali pada titik awal! Mereka juga mengetahui dengan tiba-tiba, bahwa empat dari musuh-musuhnya telah memisahkan diri, sebab mereka tahu di mana jalan itu akan berakhir. Sekarang keempat orang tersebut menghadang dari arah pagar. Ketiga pemuda itu terjebak! "Di belakang hanya ada Herkimer dan Larsoni!" kata Joe terengah-engah. "Kita kembali saja!" Mereka berbalik dan lari ke arah pagar, namun terpaksa berhenti dengan kecewa. Herkimer dan Larsoni telah membebaskan tawanan mereka, dan kini kekuatan penyerang menjadi enam orang! Dengan mati-matian ketiga pemuda itu berbalik lagi, namun empat orang pengejar itu mendekat menghadang. Mereka itu bertubuh besar dan nampak sangat kuat. Kini kedua belah pihak bertukar pukulan. Ketiga pemuda dengan baik dapat menangkis pukulan, sementara mereka dapat menyarangkan beberapa pukulan balasan yang telak. Namun mereka sedikit demi sedikit tergiring ke arah pinggir batu karang. Larsoni, Hagar dan Quark berlari mendatangi, ikut dalam pertempuran. Minkovitch, Herkimer dan Lanky tinggal di belakang untuk mengawasi. Dengan tujuh lawan tiga, ketiga anak muda itu berbuat segalanya untuk menangkis pukulan-pukulan, dan tak mungkin lagi berusaha untuk membalas. Mereka mundur semakin jauh. Di tepi jurang, Chet menoleh ke belakang, melihat air berpusar tigapuluh meter di bawahnya. Sebuah pukulan pada rahangnya membuatnya terhuyung ke belakang. Ia kehilangan keseimbangan, dan kedua tangannya menggapai-gapai tak berdaya ketika ia mulai menukik melewati tepi jurang. Joe dan Frank menangkapnya pada setiap lengan dan menariknya ke depan. Chet terbanting menimpa dua orang penjahat hingga mereka terjatuh, namun mereka segera bangun dan menahan Chet ke tanah. Lima orang yang lain mengerubuti Frank dan Joe. Tertelentang, kedua tangan dan kaki tertindih, kakak beradik itu mendongak memandangi wajah Herkimer dan Lanky. "Baik," kata Frank. "Kami menyerah. Tariklah kembali monyet-monyetmu ini." Tali yang tadi mereka gunakan untuk mengikat Dr. Minkovitch, Hagar dan Quark kini digunakan untuk mengikat mereka. Setelah ketiga pemuda itu diikat tangannya, mereka digiring ke pagar kawat. Dua orang penjahat mengangkat kawat yang terbawah, hingga para pemuda itu dapat merangkak di bawahnya. Dr. Minkovitch, Hagar dan Quark kembali ke rumah. Lanky naik ke mobil sportnya, sedangkan keempat orang yang datang dengan mobil pickup kini naik ke mobil Ford sewaan para pemuda. Ketiga pemuda detektif itu dinaikkan ke bak pickup, dikawal oleh Mack Larsoni dengan pistolnya. Ted Herkimer duduk di belakang kemudi, membawa kendaraan tersebut ke arah Corsair City. Frank berkata kepada Larsoni: "Apa yang kauharapkan dengan menculik kami?" "Aku hanya bekerja," kata orang yang bersuara kasar itu. "Tanyakan kepada boss." Melalui pundaknya Herkimer berkata: "Apa yang kami lakukan hanyalah menyekap kalian, untuk tidak menyebutkan bahwa kami membebaskan rekan-rekan kami yang justru kalian culik." "Kami tangkap," Joe membetulkan. "Kami sedang hendak membawa mereka ke kantor polisi. Aku tak percaya bahwa kalian hendak membawa kami ke sana pula." "Ah, tetapi kanan keliru," kata Herkimer dengan mengejek. "Kalian hendak membawa kami ke polisi?" tanya Frank dengan heran. "Akhirnya." Satu perkataan itu terdengar menyeramkan. Tak seorang pun dari ketiga pemuda itu minta dijelaskan lebih lanjut. Setelah sunyi cukup lama, Chet berkata: "Apa yang menyebabkan engkau tunggang-langgang kemari, Herkimer? Engkau tentu telah mengharapkan kami, kalau tidak engkau tentu tak akan membawa pasukan sebesar ini." Si muka kapak mengejek lagi. "Lanky mengirimkan berita radio kepadaku, bahwa mobil sewaan itu diparkir di dekat rumah Minkovitch. Di Corsair City hanya ada satu perusahaan mobil sewaan. Aku telah menyelidikinya dan mengetahui bahwa sebuah mobil Ford telah disewa oleh Frank Hardy." Pemuda itu mengkerut. "Apa yang hendak kaulakukan dengan anak-anak ini, Ted?" tanya Larsoni. "Pertama-tama kita kurung mereka di palka kapal Mary Malone." "Lalu bagaimana?" "Engkau sudah mendengar apa yang kukatakan kepada mereka. Kita serahkan kepada polisi." "Engkau sungguh-sungguh?" tanya Larsoni terkejut. "Kalau mereka berbicara, justru kita yang ditangkap!" "Polisi Pirate's Port tidak akan, Mack. Me- reka tak mempunyai paspor. Aku yakin, kapten Sanchez tentu dapat memikirkan sesuatu untuk menahan mereka di penjara dengan cukup lama." Para pemuda itu saling berpandangan. Mereka teringat akan cerita-cerita tentang orang-orang Amerika yang ditangkap atas tuduhan palsu di Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Kadang-kadang dipenjara sampai bertahun-tahun. Setelah mereka tiba di Corsair City, Larsoni menutupi pistolnya dengan saputangan hingga tak akan terlihat oleh orang-orang yang lewat. Konvoi tiga mobil tersebut menuju ke dermaga dan berhenti di dekat Mary Malone. Setelah semuanya turun, Herkimer berkata kepada Larsoni: "Kembalikan mobil mereka ke tempat sewaan, Larsoni." Kemudian ia berpaling kepada keempat penjahat yang mengendarai mobil Ford. "Bawa mereka ini ke kapal, dan kurung mereka di dalam palka." Sementara para pemuda digiring melalui jembatan, mereka mendengar Lanky berkata: "Aku akan terbang kembali ke Atlantic Island, Ted. Aku harus kembali ke pekerjaanku." Ketiga pemuda dibawa ke ruang palka yang kosong. Para penjahat itu memastikan diri bahwa tangan mereka benar-benar terikat kuat, kemudian keluar melalui pintu tingkap. "Selamat menikmati perjalanan," kata salah seorang mengejek. Chet menggerendeng. "Sial!" katanya. "Yang kutahu, mereka akan menceburkan kita ke laut!" 15. Kekacauan di Dermaga "Paling tidak mereka membiarkan lampu menyala, hingga kita dapat melihat apa yang akan kita lakukan," kata Joe. "Frank, lekatkan punggungmu ke punggungku." Joe menarik-narik ikatan tangan Frank hingga menjadi kendor. Begitu Frank bebas, ia segera membuka ikatan Joe dan Chet. "Penjahat-penjahat itu tak terlalu cerdik," kata Joe. "Seharusnya mereka tahu bahwa kita dapat melepaskan diri begitu ditinggalkan." "Apa gunanya bagi kita?" kata Chet. "Kita tetap tidak bisa keluar." "Jangan terlalu mudah putus asa," Joe menyarankan. Ia melihat ke sekeliling. Pada tiap sisi hanya ada sebuah jendela kapal, tinggi, dekat langit-langit. Tetapi kacanya dicat hitam hingga tak ada cahaya dari luar yang dapat masuk. Jendela-jendela itu lima belas meter tingginya dari lantai, dan di tempat yang kosong itu tak ada sesuatu yang dapat dipanjat. Tetapi Joe mempunyai akal. "Ingat akrobat yang kita lihat di sirkus?" katanya. "Tiga saudara yang berdiri pada pundak masing-masing?" "Kakak-beradik Gimlet?" kata Chet. "Ya. Engkau yang paling bawah. Coba berdiri di sini." Ia menempatkan Chet di bawah jendela sisi kanan, menghadap ke dinding. Mula-mula Chet membongkok, kedua tangannya membentuk sanggurdi, lalu menyuruh Frank untuk menaikinya. Setelah Frank diangkat, lalu Frank naik lagi ke pundak Chet. "Sekarang yang paling sulit," kata Joe. "Aku harus merayap memanjat ke tubuh kalian." Ia memanjat ke punggung Chet hingga kakinya dapat menginjak pundaknya bersama Frank. Chet menggerutu mendapat beban ganda, namun ia tak mengeluh. Joe memanjat punggung Frank hingga berdiri di pundaknya. Dengan demikian dadanya menjadi setinggi jendela. Ia membuka kuncinya. Dengan hati-hati ia melongok keluar, ke segala arah. Tak nampak sesuatu di kiri kanan maupun di bawahnya. Tetapi tepat di atasnya adalah pagar dari geladak tengah. Joe menarik kembali kepalanya. "Aku turun kembali," katanya kepada Frank dan Chet. Ia turun, dan Frank lalu melompat turun pula. "Pagar geladak tengah tepat ada di atas jendela," kata Joe. "Coba kita cari semacam kaitan untuk dapat menarik diri kita ke atas." Dengan penuh kemauan mereka mencari-cari. Chet berseru: "Apakah ini bisa dipakai?" Ia menunjukkan sebuah kait bercabang tiga, yang biasa digunakan untuk mengangkat ikan dari tali pancing. "Bagus sekali!" seru Joe gembira. Ia memungut ketiga potong tali bekas ikatan mereka, lalu disambung-sambungnya. Kini tali itu menjadi dua setengah meter panjangnya, dan ujungnya dipasangi kaitan. "Nah, sekarang tunggu sampai malam-" Chet mengerutkan dahinya. "Coba katakan. Bagaimana orang yang paling bawah bisa keluar?" "Ia memang tak akan keluar," kata Joe. "Nah, itulah yang kupikirkan. Kalian tentu tak menginginkan aku..." "Dengar, Chet. Bagaimana pun engkau tak bisa lolos dari lubang jendela itu," kata Joe. "Begitu kami telah di luar, kami akan membuka pintu tingkap untukmu! Oke?" "Engkau malah mendapat bagian yang paling mudah," sambung Frank. "Tak perlu main akrobat. Tak perlu mengambil resiko lehermu patah." Chet menimbang-nimbang sebentar, kemudian tak berkeberatan lagi. "Apakah kaukira kita mendapat makan?" ia bertanya. "Kukira tidak," kata Frank. "Yang paling tidak kita harapkan ialah ada orang yang masuk dan memeriksa tali ikatan kita!" Tetapi, entah para penyekap mereka lupa atau tak peduli tawanannya menderita lapar, yang jelas tak seorang pun membawakan makanan bagi mereka. Perut Chet mulai menggerutu minta isi, namun ia tak mau mengatakannya. Akhirnya ia menunjuk ke jendela kapal. "Sudah gelap sekarang di luar? Dapatkah kita mulai operasi penyelamatan ini?" Joe berdiri dan berkata. "Ke dinding, kalian berdua!" Sekali lagi Joe naik ke pundak Frank. Ia melongok ke luar lalu melemparkan kaitan itu ke atas. Cukup lama juga sebelum salah satu kaitannya mengenai pagar. Setelah menguji talinya, Joe naik memanjat ke luar dari jendela hingga kakinya bergantungan di dalam. "Sekarang bagaimana?" tanya Frank. "Pegangi kakiku, dan memanjatlah hingga engkau dapat berpegangan pada bingkai jendela." Frank melakukannya, dan segera ia bergantung pada lubang jendela. Joe memanjat tali hingga mencapai geladak di atasnya. Kemudian kakaknya merangkak ke luar dari jendela, memegangi tali, dan menyusul Joe ke atas. Setelah mereka sampai di geladak, mereka merangkak ke sekoci penyelamat seperti waktu pertama kali mereka naik ke kapal, lalu mengintai ke segala jurusan. Tak seorang pun berada di sisi kanan kapal. Tetapi di sebelah kiri, di samping geladak, mereka melihat dua awak kapal mengawasi tangga jembatan, dan ada beberapa orang lagi yang menyandarkan diri pada pagar. "Sekarang bagaimana?" tanya Frank. "Aku sudah melaksanakannya sekian jauh," kata Joe. "Kini giliranmu mencari akal." Setelah berpikir sejenak, Frank bertanya: "Tahukah engkau, di mana tempat radio kapal?" "Barangkali di anjungan," kata Joe. "Ingin melihatnya?" "Ya." "Kita bebaskan Chet dulu?" Frank menggeleng. "Kita mendapat lebih banyak kesempatan untuk tidak diketahui, kalau kita hanya berdua. Kita ambil dia kemudian saja." Mereka merayap maju dan menaiki tangga pendek untuk mengintip ke ruang kemudi. Pada sebelah kanannya mereka dapat melihat papan pengontrol radio gelombang pendek serta telepon dari kapal ke darat. Di depan papan pengontrol itu duduk operator radio, dan berseberangan dengan radio, seorang perwira sedang memandang melalui jendela kapal ke arah dermaga. Kedua pemuda itu mundur lalu merayap ke samping tangga untuk berunding. Frank berbisik: "Aku akan memancing mereka ke luar, kemudian engkau masuk dan memanggil polisi." "Bagaimana engkau hendak memancing mereka ke luar?" tanya Joe. "Aku sudah punya rencana, tetapi tak ada waktu untuk menjelaskannya. Lihat sajalah." Joe bersembunyi di bawah tangga. Frank memanjat lagi, kali ini secara terang-terangan dan melangkah naik ke anjungan. "Selamat sore, tuan-tuan," katanya. Operator radio menoleh dan perwira itu memutar tubuhnya. "Siapa engkau?" ia bertanya. "Frank Hardy." Perwira jaga itu kelihatan heran tak percaya. "Bagaimana engkau bisa ke luar dari palka?" "Dengan sulapan. Aku mengambil-alih pimpinan kapal!" "Engkau mengambil apa?" "Mengambil alih kapal," kata Frank tak sabar. "Panggil segera kapten kemari!" "Engkau sinting?" Frank menegakkan tubuhnya setinggi mungkin. "Bilang 'pak' bila berkata kepadaku, pelaut!" Perwira itu berkata kepada operator radio: "Orang ini sudah gila. Tangkap dia." Operator radio itu bangkit berdiri dan keduanya melompat mengejar Frank. Sambil memutar tubuhnya, pemuda itu lari menuruni tangga menuju ke tangga jembatan. Kedua awak kapal itu mengejarnya. "Tangkap anak itu!" teriak salah seorang ketika Frank sudah dekat dengan jembatan. Dua penjaga dan beberapa awak kapal di pagar segera menyerbu mengejar Frank. Frank melawan demikian hebatnya hingga diperlukan kira-kira lima menit untuk menjinakkannya. Ketika ia akhirnya di telentangkan di geladak dengan kedua tangan dan kaki dibentangkan, salah seorang petugas jaga dengan tersengal-sengal bertanya kepada perwira jaga: "Kita apakan dia?" "Tahan dulu dia di sini, sampai kuketahui bagaimana ia bisa lolos dari palka," jawabnya. Kemudian ia berpaling kepada operator radio. "Lebih baik engkau kembali ke anjungan." Ia pergi dan operator radio itu kembali ke tempatnya. Joe sedang duduk di kursi operator, ketika orang itu memasuki tempat tugasnya. Operator itu terkejut dan berhenti. "Siapa engkau?" ia bertanya. "Joe Hardy." Operator radio itu mengira menghadapi orang gila lagi dengan sikap waspada. "Engkau juga hendak mengambil alih kapal ini?" "Tidak. Hanya menunggu." "Menunggu apa?" "Polisi. Katanya mereka akan sampai di sini dalam tiga menit." Sambil berdiri dari kursi, Joe melangkah ke samping dan melongok dari jendela. "Itu mereka sudah datang!" Enam buah mobil polisi dengan lampu di atas berkedip-kedip berhenti membentuk setengah lingkaran melingkari tangga jembatan. Dengan tergopoh-gopoh operator radio itu lari dari anjungan. Selama dua puluh menit berikutnya terjadilah hiruk-pikuk yang kacau sekali. Anggota-anggota komplotan dan para awak yang mencoba melarikan diri menuruni tangga jembatan, segera ditangkap polisi dan digiring ke mobil tahanan. Lampu-lampu sorot diarahkan kepada mereka yang menceburkan diri ke laut, berusaha melarikan diri dengan berenang ke tempat-tempat yang agak jauh dari dermaga. Anggota-anggota polisi menunggu di pinggir kalau kalau orang yang hendak melarikan diri naik ke dermaga. Mereka yang mencoba bersembunyi di atas kapal digiring keluar oleh sepasukan polisi, yang secara sistematik memeriksa setiap sudut dan lubang dari buritan sampai haluan. Di tengah-tengah kehebohan ini Joe menemukan Frank di geladak, dan keduanya turun ke palka untuk membebaskan Chet. Ketika si gemuk itu keluar dari palka, ia berusaha memutar melalui lorong sisi menuju ke sebelah kanan. Tetapi Frank menangkapnya dan menanyakan hendak ke mana dia. "Ke dapur," kata Chet. "Mereka tak membawakan makanan untuk kita, ingat?" "Kita akan makan setelah selesai urusan dengan polisi," kata Frank, dan menarik temannya yang kelihatannya ogah-ogahan itu. Perwira yang mengepalai pasukan penyerbu adalah Letnan Flores. Ia mengundang para pemuda itu ikut ke mobilnya ke markas polisi. Di tengah perjalanan mereka membicarakan perkara tersebut. "Aku pernah bertemu ayah kalian di New York tahun lalu," kata letnan itu kepada Frank. "Ia mengatakan kepadaku, bahwa kalian berdua telah mengikuti jejaknya." Joe tertawa. "Kami sungguh mengira bahwa anda mengetahui siapa kami. Kalau tidak, mungkin anda tak dapat percaya apa yang kukatakan." "Kami memang sudah mencurigai Mary Malone," kata Letnan Flores. "Hanya saja kami belum memperoleh bukti. Pembajakan uranium ini akan memungkinkan kami menggulung komplotan itu." Setelah mereka tiba di markas, Letnan Flores mengirimkan pasukan penyerbu ke Devill's Point untuk menangkap Doktor Minkovitch dan kedua pembantunya. Ia juga mengirimkan telegram ke Polisi Atlantic Island, meminta untuk menangkap Kapten Sanchez serta penerima tamu Hotel Atlantic yang bernama Lanky. "Tetapi," kata letnan itu kepada para pemuda, "dengan sejujurnya aku tak dapat mengharapkan kerjasama dengan baik." "Mereka akan kabur," Frank membenarkan. Letnan itu mengangguk. "Kami juga menerbitkan selebaran yang lengkap tentang Pete McGinnis, kapten dari kapal Mary Malone. Ia tak ada di kapalnya ketika kami serbu. Sekarang, aku ingin kalian dapat menyertai aku untuk mengenali para tersangka yang telah kita tangkap." "Dengan senang hati, pak," kata Frank. Ketiga pemuda itu menunjuk Mack Larsoni, mandor yang tegap-besar, operator radio serta beberapa penjahat dan awak kapal. Namun tiba-tiba Joe teringat akan sesuatu. "Ted Herkimer tak ada di antara para tawanan!" ia berseru. 16. Pengejaran yang Menyeramkan Letnan Flores kecewa. "Aku juga akan mengeluarkan selebaran lengkap tentang dia," ia berjanji. "Tolong sebutkan ciri-cirinya seteliti mungkin." Para pemuda melakukannya dengan sebaik-baiknya, lalu minta diri kepada letnan. Mereka pergi dan makan, sementara mereka melanjutkan berbicara dengan pokok pembicaraan misteri tersebut. "Menurutmu, bagaimana Herkimer bisa meloloskan diri?" tanya Chet. "Mungkin dia tidak ada di kapal," jawab Joe. "Barangkali saja ia bersama kapten McGinnis." "Kapten itu mungkin sekali direktur ketiga," kata Frank. "Itu mungkin," kata Chet. "Tetapi di mana mereka itu?" "Kalau mereka tahu bahwa pihak polisi mencari mereka," Joe menduga, "mungkin mereka berusaha keluar dari pulau ini. Hanya ada dua jalan: dengan perahu atau pesawat. Kudengar Letnan Flores berkata; bahwa ia telah menyuruh mengawasi dermaga dan lapangan terbang yang ketat. Jadi tak ada apa-apa yang dapat kita lakukan kecuali menunggu." "Misalkan saja mereka menelepon Freddie Fredericks di Atlantic Island untuk menjemput mereka?" kata Frank. "Ia dapat turun di Pirate's Port cukup lama agar mereka dapat melompat naik, lalu tinggal landas lagi sebelum polisi tahu apa yang telah terjadi." "Barangkali ada baiknya kita ke sana dan menyelidikinya," Chet mengusulkan. Ia melihat ke arlojinya. "Sekarang sudah hampir jam sepuluh malam, jadi mereka telah mempunyai waktu lebih dari satu jam untuk membuat rencana. Lagi pula hanya satu jam terbang dari Atlantic Island kemari." Mereka memanggil taksi ke lapangan udara. Pesawat B 24 tak nampak di lapangan. Daripada membuang-buang waktu menanyakan pada petugas penerangan, mereka langsung ke menara kontrol untuk menanyakan apakah pesawat itu telah datang. Mereka tak mendapat kesulitan untuk ke sana setelah mereka menunjukkan surat izin terbang. Kepala petugas menara yang memperkenalkan diri sebagai Gary Winn, memandangi mereka dengan curiga. "Apa yang dapat kulakukan bagi kalian?" ia bertanya. "Kami detektif-detektif swasta, sedang membantu polisi di sini," kata Frank. "Apakah sebuah pesawat B-24 yang telah diubah, milik Atlantic Island Charter Service telah mendarat di sini selama beberapa jam yang lalu?" Setelah memeriksa buku catatan penerbangan, Winn menggeleng. "Aku tahu pesawat yang kaumaksudkan. Pesawat itu milik orang yang bernama Freddie Fredericks. Ia sudah beberapa hari tidak kemari." "Apakah ia akan datang." Kepala menara itu memeriksa buku yang lain lagi. "Ia belum mendaftarkan rencana penerbangan," katanya. Para pemuda mengucapkan terimakasih dan pergi. Sambil berhenti di bawah tangga luar, mereka berunding. "Justru karena tidak mendaftarkan rencana penerbangan, tidak berarti bahwa Freddie tidak akan datang untuk menjemput Herkimer dan McGinnis," kata Joe. "Mungkin ia merencanakan untuk mendarat secara sembunyi-sembunyi. Dengan cara demikian ia dapat menyesatkan polisi." Frank mengangguk. "Mari kita pasang mata di sini sebentar." Para detektif muda itu berdiri mengawasi selama satu jam, mengamati pesawat-pesawat yang datang dan pergi. Akhirnya, pak Winn mendatangi mereka dari terminal. "Freddie Fredericks baru saja mendaftarkan rencana penerbangan dalam perjalanan," katanya. "Ia akan mendarat dalam sepuluh menit ini." "Kok bisa begitu?" tanya Frank. "Di rumah sana kami harus mendaftar sebelum tinggal landas." "Di sini kami lebih lunak. Sebab di sini tak begitu padat lalu-lintas udaranya. Selama ia memberitahu bahwa ia akan datang, sudah dianggap syah." "Terima kasih atas pemberitahuannya," kata Frank. "Maukah anda menelepon Letnan Flores dan memberitahu dia?" "Tentu saja. "Gary Winn mengangguk dan masuk lagi. Para pemuda itu mengawasi lapangan. Tak lama kemudian mereka melihat kelap-kelip lampu pendarat sebuah pesawat. Pesawat mendarat dan berjalan menuju ke terminal. Seorang pilot berkacamata dan helm turun, membuka perlengkapan terbangnya dan melemparkannya ke dalam pesawat. Itulah dia: Freddie Fredericks! Para pemuda tetap tinggal dalam bayangan di belakang dia ketika ia masuk ke terminal, lalu menuju ke ruang tunggu kelas satu. "Ia akan melihat kita bertiga kalau kita mengikutinya," kata Frank. "Biarlah aku sendiri yang mengikuti dia, sementara kalian jangan menarik perhatian di ruang tunggu." Beberapa saat kemudian, Frank mengintip ke dalam ruang tunggu. Beberapa penumpang sedang duduk-duduk di kursi empuk. Fredericks melihat ke sekeliling, seperti sedang mencari-cari seseorang. Seorang yang jangkung berpakaian wol berdiri lalu mendekati Freddie. Freddie mengamatinya, sementara Frank menyelinap masuk dan bersembunyi di balik sebuah pot pohon palem, hanya beberapa meter di belakang pilot. "Mencari seseorang?" tanya orang yang berpakaian wol itu kepada Freddie. Pilot itu memandanginya dengan curiga. "Untuk apa anda ingin tahu?" "Kukira barangkali anda mencari Ted Herkimer!" Fredericks bertambah curiga. "Anda bukan Herkimer!" "Aku bukan mengatakan bahwa aku Herkimer. Anda juga mencari kapten McGinnis?" "Andakah kapten McGinnis?" "Tergantung dari siapa anda." "Jangan berbantahan lagi," kata pilot. "Aku adalah Freddie. Di mana Ted?" "Ia akan datang. Ia harus hati-hati, sebab polisi telah mengawasi tempat ini. Aku sendiri ingin sekali menyembunyikan diri." "Kalau begitu kita naik saja ke pesawat. Ted dapat pergi ke sana sendiri." Kedua orang itu keluar bersama-sama. Frank membuntuti dan melihat mereka keluar dari terminal ke lapangan. Joe dan Chet datang. "Siapa orang itu yang berpakaian wol?" tanya Joe. "Aku tak tahu," kata Frank. "Ia berkata kepada Freddie bahwa ia adalah McGinnis. Aku mengira mula-mula, bahwa ia hendak menyebut dirinya Herkimer, tetapi ketika ia mengetahui bawa Freddie mengenal Herkimer, ia berubah dengan halus. Mereka sedang menaiki pesawat dan menunggu Herkimer. "Itu dia mereka!" kata Chet. Ted Herkimer dan kapten dari kapal Mary Malone baru saja memasuki ruang tunggu kelas satu. "Kita tangkap saja mereka," kata Joe. "Mungkin mereka bersenjata," Frank memperingatkan. "Untuk kali ini mengapa tak kita serahkan saja kepada polisi?" "Oke, kalau engkau menunjukkan polisinya." Frank melihat ke sekeliling. Tak satu pun kelihatan seragam polisi. "Mungkin mereka tak berseragam, dan kita tak tahu siapa mereka itu," katanya. Mereka menuju ke ruang tunggu kelas satu dan melongok ke dalam. Herkimer dan kapten kapal berdiri di dekat pohon palem, gelisah dan gugup. Tiba-tiba Herkimer melihat para pemuda tersebut. "Anak-anak Hardy!" ia mendesis. "Mari!" Kedua orang itu bergegas ke pintu yang langsung menuju ke lapangan. Frank, Joe dan Chet mengikuti. Ketika mereka berlari ke luar, mereka melihat penjahat-penjahat itu berhenti dan memandang ke sekeliling mencari jalan untuk melarikan diri. Mereka melihat pesawat B-24 dan segera langsung berlari ke arahnya. Ketiga pemuda itu lari mengejar. Rupa-rupanya, Freddie melihat Herkimer dan temannya, sebab ia mulai menghidupkan mesin pesawatnya dan membuka pintu untuk penumpang. Ketiga pemuda berada dua puluh lima meter di belakang mereka ketika Herkimer dan kapten McGinnis melompat naik dan menutup pintu. Pesawat mulai bergerak. Ketiga pemuda berhenti, memandangi dengan putus asa pesawat yang bergerak menuju ke landasan. Kemudian, tak tersangka-sangka, keempat baling-baling pesawat berhenti berputar dan pesawat pun berhenti. Ketiga pemuda berlari lagi. Joe yang pertama-tama mencapai pintu dan menariknya hingga terbuka. Ted Herkimer, sambil berpegangan kedua ambang pintu, menendangnya. Joe menangkap kaki yang menjulur itu, lalu menariknya hingga jatuh ke tanah. Joe membiarkan dia ditangani oleh Frank dan Chet, lalu melompat masuk ke pesawat. Frank melihat bahwa Chet dapat menguasainya seorang diri, merayap naik menyusul adiknya. Kapten McGinnis mengayunkan sebuah pukulan ke arah Joe. Ketika Joe menunduk mengelak, pukulan itu tepat mengenai rahang Frank. Frank terhuyung mundur, pusing. Tetapi Joe mendaratkan pukulan kiri yang segera disusul tinju kanannya. Kapten itu jatuh tertelentang, dan semangat juangnya sirna seketika. Joe menoleh kepada kakaknya yang sedang mengelus-elus rahangnya dengan pandangan minta maaf. Di luar, Chet berhasil menduduki Ted Herkimer. Di kokpit, orang yang berpakaian wol itu sedang memborgol pilot. Ia menunjukkan kartu pengenal kepada kedua pemuda. "Kalian tentu anak-anak Hardy," katanya. "Letnan Flores telah menceritakan hal ikhwal kalian. Dialah yang memberitahu aku dan menyuruh aku mencari Herkimer dan McGinnis. Aku sersan Julio Munoz dari bagian keamanan lapangan terbang." 17. Seorang Tersangka Menghilang Frank tersenyum. "Aku sungguh gembira mengetahui anda di pihak kita. Kami mengamati anda di ruang tunggu, khawatir kalau kalau anda anggota komplotan pula. Apakah anda yang menyebabkan pesawat tak dapat tinggal landas?" Munoz mengangguk. "Kukira tak akan berhasil. Kemudian, ketika pesawat mulai menuju ke landasan, aku sudah cemas!" Ia tertawa, lalu berkata: "He, bagaimana kalau kalian membantu membawa orang-orang ini ke kantor keamanan airport?" "Dengan senang hati," Joe tersenyum menyeringai. Para penjahat itu ditahan di kantor keamanan hingga sebuah mobil tahanan datang. Semua orang, termasuk para pemuda dan seorang penjaga berseragam, duduk di belakang. Hanya sersan detektif yang duduk di depan bersama sopir. Joe memandangi kapten kapal. "Apakah engkau direktur yang ketiga dari komplotan gila ini? Yang ingin menguasai dunia, kapten?" "Aku tak mengerti apa yang kaukatakan!" kapten itu menjawab. "Apa yang kaukatakan itu?" tanya Herkimer. Joe mengalihkan perhatiannya kepada si muka kapak. "Tahukah engkau, mengapa Dr. Minkovitch menginginkan uranium itu, Ted?" "Uranium apa?" "Ah, sudahlah," Frank memotong. "Kami telah menyadap laboratorium Dr. Minkovitch. Kami mendengar, ia mengatakan kepada temanmu Larsoni bahwa ia sedang membangun bom A untuk suatu gerakan pembebasan di Eropa. Larsoni tentu menyampaikan informasi ini kepadamu. "Aku tak akan mengatakan apa-apa," kata Herkimer. "Tetapi aku ingin mendengar ocehanmu." "Minkovitch menipu Larsoni. Sebenarnya ia membangun bom-bom atom untuk menghancurkan setiap kota besar di seluruh dunia." "Demi setan, untuk apa?" "Demi tiga orang yang menyebut dirinya direktur-direktur," Chet memotong. "Mereka merencanakan, untuk menuntut setiap negara agar menyerah tanpa syarat, dan akhirnya hendak menguasai seluruh planet kita." Herkimer menatap dia tanpa berkata-kata. Frank menekankan hal itu lebih jauh. "Kami telah mengetahui dua dari ketiga direktur: Lanky dan Luis Sanchez. Dan kami menduga bahwa Pete McGinnis inilah yang ketiga. Tahukah engkau kalau memang dia?" Herkimer menyelidik dengan matanya memandang kapten McGinnis, seolah-olah mencari tanda-tanda ketidakwarasan. Kemudian ia kembali berpaling kepada ketiga pemuda. "Kalau aku tahu bahwa mereka terlibat sesuatu seperti itu, aku tak sudi berada dalam jarak seribu kilo dari mereka! Apakah kaukira aku juga sinting? Untuk apa aku mau membantu orang membuat bom yang dapat menghancurkan diriku sendiri pula?" "Aku pun jelas bukan direktur yang ketiga," sahut Pete McGinnis. "Aku tak tahu-menahu apa yang sedang terjadi." Freddie Fredericks menatap Herkimer. "Kalau aku tahu kalian ini sudah bertindak sejauh itu, aku tak sudi terbang kemari!" ia meratap "Sungguh keliru aku!" "Aku tidak terlibat!" kata Herkimer dengan panas. "Aku hanya ikut dalam pem..." Dengan mendadak ia berhenti. Joe yang menyelesaikan kata-katanya. "Pembajakan. Ini membawa kita ke masalah yang lain. Siapa boss komplotan ini, Ted?" Tetapi Herkimer lalu diam cemberut. "Engkau terpancing, Ted," Joe melanjutkan. "Menyembunyikan sesuatu tak ada gunanya bagimu. Siapa big boss itu?" Herkimer menghela napas. "Oke, dia adalah Cy Ortiz." "Pemilik perusahaan angkutan itu?" kata Frank terkejut dan heran. "Betul." "Untuk apa ia mencuri barang-barangnya sendiri?" tanya Chet. "Itu bukan miliknya. Ia hanya mengangkutnya," jawab Herkimer. Joe dan Frank tidak yakin bahwa Ted mengatakan yang sebenarnya. Tetapi mereka sadar, harus menyelidiki Ortiz begitu mereka tiba di rumah. Letnan Flores sedang tidak bertugas ketika mereka tiba di markas kepolisian. Para pemuda itu menunggu cukup lama untuk melihat para tawanan itu dikurung, lalu pulang ke hotel. Esok paginya mereka kembali ke kantor polisi. Letnan Flores mengatakan kepadanya, bahwa Dr. Minkovitch beserta kedua orang yang besar itu telah ditahan. Itu berarti, bahwa pihak polisi telah menangkap seluruh anggota komplotan yang ditempatkan di Devill" Point. "Para pejabat di Atlantic Island melaporkan, bahwa Lanky dan kapten Sanchez tidak dapat ditemukan," sambungnya. "Padahal mereka sebenarnya melindungi kedua orang itu!" kata Frank dengan geram. Letnan itu hanya mengangkat bahu. "Itu sangat tidak menguntungkan. Selanjutnya apa yang hendak kalian lakukan?" "Kami akan pulang ke Amerika dan menyelidiki Cy Ortiz," jawab Frank. "Kusarankan, janganlah mampir di Atlantic Island dalam perjalananmu," Letnan Flores menyarankan. "Kalian mungkin akan ditahan dengan tuduhan palsu." "Tidak, letnan," Joe tertawa kecil. "Terima kasih atas bantuan anda." "Aku yang berhutang padamu," jawab perwira polisi itu. "Kalian telah berjasa besar memberikan bukti-bukti kejahatan komplotan ini." Para pemuda mengambil penerbangan ulang-alik ke Miami, dan dari sana mereka mengambil penerbangan komersial biasa ke Washington DC, dan tiba sekitar jam tujuh sore. Frank segera menelepon kamar 26 hotel Glasgow, dan berbicara dengan ayahnya. "Datanglah kemari," kata ayahnya. "Stewart Zegas sedang bersamaku dan ia ingin mendengarkan laporanmu." Sejam kemudian, Pak Zegas berkata dengan rasa puas: "Itu telah membongkar perkara pembajakan uranium. Fenton, dapatkah engkau pergi bersamaku ke Pirate's Port besok pagi?" "Tentu." "Kita akan membawa serta seorang dari Kemlu agar menekan kepolisian Atlantic Island, serta satu regu ahli nuklir untuk memereteli pabrik Dr. Minkovitch, sehingga akan menutup sebagian besar perkara ini. Anak-anak, kalian telah melakukan tugas yang hebat. Atas nama FBI, aku mengucapkan terimakasih kepada kalian," kata pak Zegas. Frank tertawa kecil. "Aku akan merasa senang kalau bagian kami dari masalah ini juga dapat terbongkar pula. Kami masih harus membereskan diri di Boston." "Kalian akan terbang ke sana besok pagi?" tanya pak Hardy. "Itulah rencana kami," jawab Joe. Ketika hari berikutnya ketiga pemuda itu tiba di Boston, mereka langsung menuju ke gudang Ortiz Trucking Company. Mobil sport mereka ternyata masih diparkir di depannya. Kantor Cy Ortiz ternyata kosong. Karena hari itu hari Sabtu, dan gudang hanya buka setengah hari, mereka berkesimpulan bahwa Ortiz telah pulang lebih awal. Mereka mencari Ox Manley, dan mendapatkan mandor itu sedang berbicara dengan salah seorang montir di bengkel. Ia menyambut ketiga pemuda itu dengan hangat, dan bertanya mengapa mereka ke luar setelah tugas mereka yang pertama sebagai sopir cadangan. "Setelah dibajak pada tugas pertama, siapa yang tak ingin berhenti?" kata Chet. "Sebenarnya kami sudah curiga, dan melakukan penyelidikan," kata Frank. "Kami ingin tahu, siapa yang sebenarnya bertanggung jawab. Beberapa informasi yang kami terima seperti menunjukkan, bahwa Cy Ortiz terlibat dalam masalah ini." Mandor itu nampak geram. "Dari apa yang terjadi kemarin, aku yakin bahwa ia memang terlibat. Aku belum mengerti pada saat itu, tetapi setelah kalian menyebutnya, kukira Ortiz bukan hanya terlibat, tetapi dialah boss dari komplotan pembajak itu!" "Mengapa?" tanya Joe. "Aku harus menunjukkan sesuatu sebelum aku menjelaskannya," kata Ox. "Mari ikut." Sambil menunjukkan jalan ke ruang penyimpanan, ia menuju ke sebuah rak dan mengambil sebuah kotak kecil. Kotak itu bertanda "Baut 1/2 inci." Tetapi di dalamnya terdapat sebuah radio mini. "Tunggulah di sini," kata Ox. "Aku hendak ke kantor Ortiz." Satu-dua menit berlalu, kemudian suaranya terdengar dari radio tersebut. "Halo, anak-anak! Aku berbicara dari kantor boss." Beberapa saat kemudian ia kembali dan menutup pesawat tersebut. "Kalian dengar suaraku," ia bertanya. "Ya, betul," jawab Frank. "Aku melihatnya secara kebetulan," Ox melanjutkan. "Aku sedang mencari baut setengah inci, dan ketika aku membuka kardus itu, kudengar Ortiz sedang berbicara kepada salah seorang sopir truk. Ia menyadap kantornya sendiri!" "Mengapa?" tanya Joe. "Satu-satunya alasan yang dapat kuduga ialah, bahwa komisi pengaduan serikat buruh hendak meminjam kantornya untuk pertemuan. Rupanya ia ingin tahu apa yang hendak mereka lakukan. Entah mengapa, aku mendengar telepon interlokal yang ia lakukan kemarin." "Bagaimana engkau tahu bahwa itu telepon interlokal?" tanya Frank. "Pemancar penyadap itu ada di mejanya, tepat di bawah pesawat teleponnya. Aku mendengar suara operatornya. Telepon interlokal pribadi dari Atlantic Island untuk Cy Ortiz." Untuk sesaat tak ada yang berbicara. Kemudian Joe bertanya: "Engkau dapat mendengar percakapannya?" "Hanya suara Ortiz. Suara dari sana tidak sejelas suara operator. Kukira memang disengaja berbicara tidak keras. Aku hanya tahu namanya Lanky, sebab kudengar Ortiz menyebut begitu. Ia selalu berkata: 'Ah, Lanky, anak-anak Hardy jahanam benar'." Ia memandang Frank dan Joe dengan penuh pertanyaan. "Tahukah kalian siapa mereka itu?" "Mungkin," kata Frank. "Di mana Ortiz sekarang?" tanya Joe. "Ia keluar setelah percakapan itu, dan tak kembali lagi sampai kini. Kukira ia lari untuk bersembunyi." 18. Cerita yang Janggal "Barangkali ia pulang," Joe menduga. "Aku sudah menelepon rumahnya tadi pagi, sebab aku memerlukan beberapa informasi dari padanya," kata Ox pula. "Isterinya tak bertemu dia sejak kemarin." Frank, Joe dan Chet mendapat pikiran yang sama. Semua petunjuk mengarah kepada Ortiz, bahwa ia memang terlibat dalam komplotan. Bahkan mungkin dialah direktur ketiga itu! "Apakah engkau sudah mencari petunjuk-petunjuk di kantor Cy?" tanya Frank kepada Manley. "Ya. Aku tak menemukan apa-apa." "Bagaimana dengan gudang?" tanya Chet ikut berbicara. "Aku tak tahu, apa yang harus kucari atau di mana mencarinya. Mengapa kalian tak ke sana, kalau kalau menemukan sesuatu? Aku baru saja memeriksa semua truk-truk di tempat parkir dengan menyeluruh. Jadi itu tak perlu lagi kauperiksa. Tetapi mungkin ada sesuatu yang akan terungkap di dalam gudang." Hari sudah siang, dan semua sudah pergi. "Aku juga hendak pergi, beberapa menit lagi," sambung Manley. "Apa yang harus kalian kerjakan setelah selesai, tinggal menutup pintu gudang. Ia akan mengunci sendiri." "Oke," kata Frank. "Dan terima kasih." Ketiga pemuda itu memulai dengan kantor Cy Ortiz. Sementara mereka memeriksa laci-laci, Chet bertanya: "Apa sebenarnya yang kita cari?" Joe menjawab: "Kwitansi pembelian tiket pesawat, sebuah memo tentang percakapannya dengan Atlantic Island, apa saja yang mungkin menjadi petunjuk ke mana ia pergi." Mereka tak menemukan apa-apa. Mereka memeriksa dengan teliti seluruh bagian lantai bawah, namun sekali lagi tak menemukan apa-apa. Mereka memeriksa loteng nomor satu dan ternyata juga kosong. Ketika mereka turun, mereka melintasi gudang ke tempat lift barang-barang untuk naik ke loteng nomor dua. Lift itu naik dua meter lalu berhenti. Chet menekan tombol UP. Ketika tak ada perubahan, ia menekan tombol DOWN. Lagi-lagi lift tak bergerak. Ia menekan tombol merah untuk DARURAT, dan sebuah bel berbunyi di lantai pertama. "Tak ada gunanya," kata Joe. "Tak ada seorang pun di bawah, kecuali tikus barangkali." Frank berkata: "Kalau kita tak mencari jalan untuk ke luar, kita akan tertahan di sini sampai Senin pagi." Mereka mendongak melihat ke atap lift. Di sana terdapat sebuah lubang persegi, tetapi terlalu kecil untuk dilalui. Chet menarik napas dalam-dalam, lalu mengeluarkan teriakan Tarzan yang memekakkan telinga! Frank dan Joe mendekap kedua telinga mereka. Ketika gema suara tersebut berhenti, mereka dengan hati-hati membuka telinga mereka. "Untuk apa itu?" tanya Joe. "Kuharap saja ada orang yang mendengarnya." "Kalau ada yang mendengar malah tak berani datang kemari," kata Joe. "Ia tentu akan mengira ada gorilla yang lepas." "Dengar," bisik Frank, matanya memandang ke atas. Kedua pemuda lainnya melihat ke atas pula dan mendengarkan. Terdengar suara lemah seperti logam yang bergesek di atas atap lift. "Ada orang di atas itu," bisik Frank. Ujung sebuah slang karet masuk melalui lubang atap. Mereka tak melihat asap atau apa pun ke luar dari ujung slang itu, namun tiba-tiba ruang lift itu dipenuhi bau manis. Mereka merasa genderang, telinga mereka berdengung, pandangan menjadi kabur dan sangat kuat rasa ingin berbaring. Namun mereka tidak merasa takut. Sesungguhnya, mereka justru merasa gembira dan riang ria. Kaki tangan mereka mulai bergerak-gerak seperti sedang berlari, dan mereka mulai tertawa terbahak-bahak! Tak lama kemudian semua gerak dan suara berhenti. Mereka siuman di dalam mobil sport mereka sendiri. Frank terkulai pada roda kemudi, Joe menyandar pada pintu kanan depan, dan Chet terlentang di bangku belakang. Frank yang pertama-tama tersadar menggapai adiknya dan meng-guncang-guncangnya. Mata Joe semakin terbuka, dan baru satu menit kemudian ia sadar sepenuhnya. Ia menegakkan duduknya, menoleh ke belakang, tangannya diulurkan ke belakang dan mengguncang-guncang Chet. Sambil membuka matanya, Chet berkata: "Aku tak masuk sekolah hari ini. Aku sakit." Kemudian ia sadar lalu duduk. "Apa yang terjadi?" ia bertanya. "Kita mendapat semprotan nitro-oksida," kata Frank. "Dikenal sebagai gas ketawa." "Apa yang ada di pangkuanmu itu?" tanya Joe. Frank menunduk dan memungut secarik kertas. Dengan tulisan huruf blok tertera: "JAUHI GUDANGKU, ANAK-ANAK HARDY! KEMBALILAH KE Bayport." Frank mengangkat kertas itu untuk dilihat kedua temannya. "Cy Ortiz!" seru Chet. "Jadi ia masih berkeliaran di sekitar sini." Ketika mereka turun dari mobil, Joe bertanya: "Sekarang apa?" Frank berkata: "Ortiz jelas-jelas tak mengingini kita melihat sesuatu di loteng nomor dua. Jadi tindakan kita berikut adalah melihat ada apa di sana." Mereka kembali ke pintu gudang, ternyata sudah dikunci. Chet berkata kepada Joe: "Ada alat-alat untuk membuka pintu di kotak-detektifmu?" "Tidak perlu," jawab Frank. "Aku masih membawa kunci yang diberikan oleh Ortiz." Setelah diambil dari sakunya, ia membuka pintu. "Lebih baik kita periksa bagian bawah lagi terlebih dulu, sebelum kita teruskan ke loteng," Frank menyarankan. "Hanya untuk memastikan apakah Ortiz ada di sini." Mereka tak melihat seorang pun di lantai satu, tetapi di ruang penyimpanan mereka melihat sebuah botol logam yang kosong yang dipasangi slang karet. Botol itu bertanda: GAS KETAWA. "Itulah yang terdengar seperti logam bergeser di atap lift," Frank menjelaskan. Kali ini mereka lebih hati-hati menggunakan lift untuk barang. Sementara Chet dan Frank naik ke atas, Joe tinggal di bawah untuk membantu sekiranya lift macet lagi. Setelah ternyata lift itu membawa Frank dan Chet tanpa gangguan apa pun, mereka menurunkannya kembali untuk digunakan oleh Joe. Loteng itu penuh dengan barang yang siap untuk dikirimkan. Banyak terdapat bandela dan peti di mana pun. Para pemuda itu bergerak dari satu peti ke peti yang lain, membaca label-label. Akhirnya Chet berhenti. "Ada sesuatu yang mengganggu perasaanku," katanya. "Kalau Ortiz mencuri barang ini dengan membajak truknya sendiri, bukankah ia harus membayar kerugian kepada para pemilik yang memberikan perintah untuk mengirimkan barangnya?" "Ia telah mengasuransikannya," jawab Joe. "Perusahaan asuransi yang membayar para pemilik, dan Ortiz bebas dengan barang curiannya." "Oooo," kata Chet. Mereka bergerak terus. Tiba-tiba Joe memberi isyarat untuk berhenti dan mendengarkan. Mereka mendengar suara langkah kaki yang hati-hati di balik tumpukan peti. Joe memberi isyarat kepada Chet untuk bergerak ke satu arah, sementara ia dan Frank ke arah yang berlawanan. Mereka menyerbu ke balik peti-peti dari dua sisi dan menjebak si penjahat yang sedang berusaha untuk lari ke lift. Dalam sekejap mereka telah menangkapnya. "E-e-e, tenang-tenang!" orang itu berseru parau. Ia adalah Dave Falcon, bekas rekan sopir Frank. Ketiga pemuda itu melepaskan pegangan, namun mengurung dia dengan waspada. "Untuk apa engkau kemari, Dave?" tanya Frank. "Aku justru hendak menanyakan hal itu kepadamu!" Falcon balas menghardik. "Engkau bekerja untuk Cy Ortiz?" tanya Joe. "Tidak. Aku sudah berhenti." "Jadi engkau pernah bekerja untuk dia?" tanya Frank. Pemuda Indian itu nampak tak mengerti. "Engkau kan tahu aku pernah bekerja di sini. Engkau yang menjadi sopir cadanganku." "Maksudku bukan sebagai sopir," kata Frank. "Maksudku sebagai anggota komplotan pembajak." "Oooo, jadi engkau sudah tahu juga bahwa ia yang mengepalai komplotan pembajak?" Chet berkata: "Jangan pura-pura lagi, Falcon. Kami tahu bahwa engkaulah yang menyemprotkan gas kepada kami." Pemuda Indian itu menatap dia dengan wajah sama sekali tak mengerti. Frank mendekatinya. "Lebih baik kaukatakan saja apa yang sedang kaulakukan di sini, Dave." Falcon memandangi ketiga pemuda itu, lalu mengangkat bahu. "Pintu bawah terbuka, maka aku menyelinap masuk." "Aku tak menanyakan bagaimana caranya engkau masuk, tetapi untuk apa!" "Aku sedang mencari muatan yang telah dibajak dari truk kita beberapa hari yang lalu itu." Frank berkata: "Apa yang menyebabkan engkau mengira bahwa barang-barang itu mungkin ada di sini?" "Sebab aku menduga, bahwa yang memimpin orang-orang yang bertopeng itu adalah Ortiz. Ia memegang pistolnya di tangan kiri, dan Ortiz memang kidal." "Lalu, apakah muatan itu ada di sini?" tanya Joe. Falcon menggeleng. "Tidak." "Apakah karena itu engkau minta berhenti?" tanya Frank. "Karena engkau menduga bahwa Ortiz penjahatnya?" "Eh, sebenarnya aku belum keluar secara resmi. Kemarin pagi aku masuk ke kantornya untuk minta berhenti, tetapi ia tidak ada. Kemudian ia menyerang aku dari belakang." "Ortiz menyerang engkau?" tanya Joe. "Biarlah kumulai dari awalnya. Ketika kulihat kantor itu kosong, dan aku sedang hendak ke luar, kulihat sepucuk surat tergeletak di meja Ortiz. Aku mengira, barangkali surat itu dapat menunjukkan di mana ia berada dan kapan kembalinya. Karena itu kuambil. Rupanya hanya sebuah memo kepada dirinya sendiri, mengingatkan agar menelepon kembali kepada seseorang yang bernama Lanky di Atlantic Island." Ketika pemuda itu saling berpandangan, Cerita yang dikatakan Ox itu rupanya memang benar! Dave Falcon melanjutkan: "Ada orang yang masuk ke kantor tanpa bersuara. Ia merangkul leherku dari belakang dan menekannya hingga aku menjadi pingsan. Ketika aku sadar, memo itu telah hilang!" 19. Kepala Perampok Bertopeng "Bagaimana engkau tahu bahwa ia Ortiz?" tanya Frank. "Sebab tangan kirinya yang mencekik leherku. Dan seperti yang sudah kukatakan, Ortiz adalah orang kidal!" Frank dan Joe yakin bahwa pemuda Indian itu tidak berdusta. Dengan singkat mereka menjelaskan kepadanya, bahwa mereka sedang menyelidiki perkara tersebut dan mereka telah mendapatkan petunjuk-petunjuk yang cocok dengan cerita pemuda Indian tersebut. "Aku bersedia untuk membantu," Dave menawarkan diri. "Mungkin kita akan dapat membongkar sampai akar-akarnya!" "Aku belum dapat memikirkan apa yang dapat kaulakukan sekarang ini, Dave," kata Frank. "Tetapi mungkin kita membutuhkan engkau nantinya. Di mana kami dapat menghubungi engkau?" Pemuda Indian itu menuliskan alamatnya beserta nomor teleponnya pada secarik kertas dan memberikannya kepada Frank. Karena tak ada apa-apa lagi yang dapat dilakukan sampai hari Senin, mereka turun, mengunci gedung tersebut, lalu pergi. Ketiga pemuda itu mencatatkan diri di sebuah hotel. Setelah mempertimbangkan, bahwa mereka membutuhkan sarana dari ayah mereka, Frank menelepon Glasgow Hotel di Washington. Tetapi manajer mengatakan kepadanya, bahwa pak Hardy telah keluar dari hotel tersebut. Frank lalu menelepon FBI, dan mengetahui bahwa ayahnya dapat dihubungi di Corsair Hotel di Pirate's Port. Ketika Frank menelepon Pirate's Port, ayahnya sedang tidak di tempat. Pemuda itu berusaha beberapa kali untuk menghubungi ayahnya selama akhir pekan ini, tetapi tak berhasil. Frank juga menghubungi polisi, yang ternyata belum juga mendapatkan petunjuk-petunjuk tentang menghilangnya Cy Ortiz. Pada hari Senin pagi, ketiga pemuda itu hendak kembali ke perusahaan angkutan. "Kalian berdua berangkat lebih dulu," kata Frank. "Aku hendak menghubungi ayah sekali lagi, lalu menyusul." Kali ini Frank berhasil menghubungi ayahnya. Setelah ia menjelaskan keadaannya, pak Hardy berkata: "Nampak-nampaknya semua petunjuk memberatkan Ortiz sebagai pimpinan komplotan. Tetapi aku ingin agar engkau memeriksa sekali lagi pada salah seorang dari mereka. Cobalah cari informasi, apakah panggilan radio dari Lanky itu benar-benar khusus untuk Cy Ortiz." "Oke, ayah." Frank meletakkan gagang telepon, lalu memutar nomor perusahaan telepon. Cukup lama waktunya untuk mendapatkan informasi yang dikehendakinya. Tetapi ketika ia memperolehnya, ia bersiul perlahan-lahan. Kemudian ia meletakkan gagang telepon dan lari ke luar. Ketika ia tiba di perusahaan angkutan, Joe dan Chet sedang bercakap-cakap dengan Ox Manley. "Aku mempunyai akal untuk memancing Ortiz ke luar dari persembunyiannya, lalu menjebaknya," kata mandor itu. "Bagaimana?" tanya Frank. "Aku akan segera mengirimkan sebuah truk bermuatan alat-alat stereo yang sangat berharga. Aku akan menyebarluaskan hal itu. Sudah jelas beberapa sopir ikut dalam masalah pembajakan ini, dan mereka akan menghubungi Cy. Ia tentu akan mengambil kesempatan itu dan mencuri barang-barang tersebut." Joe memandang kurang percaya kepada Frank. Ia ingat kata-kata Herkimer akan menghentikan pembajakan untuk sementara waktu. Ia baru hendak mengatakan sesuatu ketika Frank memotongnya. "Mengapa engkau tak menyuruh kami yang mengemudikan truk itu dan..." Pada saat itu Avery Smithson berjalan mendatangi. "Aku sudah siap untuk berangkat, boss. Apakah engkau..." "Berliburlah dengan bayaran penuh, Avery," kata Manley kepadanya. "Kedua orang ini yang akan mengemudikan truk itu. Katakan juga kepada Chuck bahwa aku pun tak memerlukan dia." Smithson nampak terkejut, tetapi tak mau mendesak. "Hanya ini, boss. Brian Goodman ingin ikut ke Washington. Apakah kaukira ia masih bisa ikut?" Manley mengangkat bahu. "Tentu. Mengapa tidak?" Kemudian ia ber- paling kepada para pemuda. "Mari ke luar, akan kutunjukkan truk gandengan itu." Sementara mereka berjalan beriringan ke truk White, Frank minta diri sebentar. Ia kembali menggabungkan diri ketika Brian Goodman, yang tidak lebih tua dari pada kakak beradik Hardy, memanjat naik ke kabin, duduk di samping Joe. Joe yang memegang kemudi. Chet memegangi pintu belakang yang terbuka. "Kita bertamasya dengan kelas satu," katanya kepada Frank sambil menyeringai. "Kita dapat mengendorkan otot-otot di bawah sinar matahari." Dengan kata-kata itu ia membuka tingkap di atap gandengan, dan kedua pemuda itu duduk bersantai. Ketika mereka merasa truk itu bergerak ke luar dari tempat parkir, Chet memandangi temannya. "Aku tak mengerti, Frank. Kita semua mendengar Herkimer mengatakan, bahwa tak akan ada lagi pembajakan. Mengapa engkau mau mengemudikan truk ini?" "Aku mempunyai firasat, bahwa gerombolan yang rakus itu tak mau kehilangan harta rampasan. Ini hanya suatu firasat, tetapi ada baiknya dilakukan." Joe dan Brian membicarakan pembajakan serta watak para sopir yang telah tenggelam begitu rendah. "Apakah kaukira Ortiz yang menjadi penyebab ini semua?" tanya Joe ingin tahu. "Ah. Boss kita itu orang yang jujur. Kalau ia bukan orang yang baik hati, semua sudah tentu ke luar sekarang ini," jawab Brian. Joe tak menyinggung-nyinggung lagi persoalan itu. Ia pun tak mengatakan, mengapa ia yang mengemudi sebagai pengganti Avery. "Kalau saja aku sendiri tahu," pikirnya. "Mengapa Frank mau menyetujui hal ini? Pembajakan itu sudah dihentikan, dan ia tahu hal itu!" Tetapi mereka belum pergi jauh ketika di belakang mereka terdengar suara. Brian membalikkan tubuh dan tergagap. Joe pada saat yang sama merasakan ujung senapan memotong di antara kedua bahunya. "Belokkan ke jalan simpang berikut, kemudian ambil jalan kedua ke kanan empat kilo menuju ke rumah pertanian," hardik seorang bertopeng yang telah bersembunyi di kabin, di belakang sandaran tempat duduk mereka. "Jangan mencoba yang bukan-bukan, atau engkau yang menjadi mayat!" Dengan hati-hati Joe mengikuti perintah. Di rumah pertanian, yang merupakan satu-satunya tempat tinggal di jalan itu, sebuah truk gandengan merk International sudah menunggu. "Mundurkan ke arah pintu bak truk itu," kata pembawa senapan. Kemudian orang itu menyuruh Joe dan Brian ke luar. Tiga orang bertopeng lagi berada di luar dan mendorong kedua pemuda itu ke bagian belakang gandengan. Joe melihat, bahwa pemimpinnya memegang sepucuk pistol dengan tangan kiri. Ia memerintah anggota-anggota komplotan itu hanya dengan isyarat. Setelah disekap di dalam gandengan, Joe menatap kakaknya. "Aku tak percaya," katanya. "Frank, bagaimana engkau bisa tahu..." "Aku mempunyai perasaan bahwa komplotan ini tak mau melewatkan pesawat-pesawat stereo itu. Ditambah lagi, mereka melihat suatu kesempatan untuk menyingkirkan kita untuk selama-lamanya." Wajah Brian pucat pasi. "Apakah ada yang mau menceritakan kepadaku apa yang sebenarnya terjadi?" "Dengan sedikit beruntung, kali ini kita dapat menangkap para pembajak," kata Frank kepadanya. "Polisi ada di belakang kita." Tak lama kemudian para pemuda itu disuruh ke luar, dan pemimpinnya yang kidal memberi isyarat kepada mereka untuk memindahkan muatan itu ke gandengan truk International. "Tak ada gunanya," kata Frank. "Polisi akan datang setiap saat." Salah seorang pembajak mengejek. Frank tersenyum kepadanya, lalu berpaling kepada pemimpinnya. "Engkau agak kikuk memegang pistol itu, Ox! Engkau bukan orang kidal! Engkau hanya berpura-pura agar semua orang mengira bahwa Ortiz adalah pemimpin komplotan ini. Karena itulah engkau mencekik Dave Falcon dengan tangan kirimu." "Ox Manley!" seru Chet. "Padahal kita..." Setelah memindahkan pistolnya ke tangan kanan, Manley membuka topengnya. "Sayang sekali engkau dapat menerka siapa aku," ia menghardik. "Kini engkau harus terbang jauh sekali dengan pesawat pribadi." "Ke mana?" tanya Chet. "Atlantic Island. Seorang temanku akan mengatur dengan seorang kapten polisi, agar kalian berempat tak dapat berbicara lagi selama sepuluh tahun!" "Kukira tak begitu," kata Frank. "Harap engkau tahu, aku mengetahui bahwa engkaulah, bukan Cy Ortiz, yang menerima telegram dari Lanky. Sungguh cerdik engkau menulis memo di meja Cy Ortiz hingga orang yang pertama-tama masuk akan melihatnya. Kemudian engkau menghantamnya hingga tak sadar, lalu kaucuri kembali memo tersebut. Itulah yang mengecoh kami beberapa saat." Manley tertawa gugup. "Semua itu tak akan mengubah kenyataan, bahwa polisi tak akan datang. Sebab aku memang tak pernah memanggil mereka." "Oo, Tetapi mereka sudah datang!" kata Frank. "Aku sendirilah yang menelepon mereka, tepat sebelum kami naik ke truk. Pada saat ini di pertigaan jalan besar sudah dipasang halangan, sedangkan engkau tak mungkin lari ke jurusan lain, sebab jalannya buntu!" 20. Bukti Terakhir Keempat orang penjahat memandang takut-takut ke arah jalan besar. Ox Manley berkata dengan keberanian dibuat-buat: "Ia hanya mencoba membuat kita panik! Tak ada polisi di sana!" Namun pernyataan itu sesaat kemudian telah terbantah dengan sendirinya. Sebab dua belas orang polisi berseragam yang bersenjata senapan anti huru-hara muncul di tikungan lima puluh meter dari mereka. Ox Manley dan teman-temannya segera lari tunggang-langgang masuk ke hutan di sebelah kanan rumah pertanian. "Kejar mereka!" seru Joe sambil lari mengejar. Frank dan Brian menyusul, sementara Chet agak perlahan di belakang. Keempat penjahat menghilang ke dalam pohon-pohonan. Pada saat keempat pemuda tiba di pinggir hutan, mereka masih mendengar suara langkah-langkah kaki di depan, namun tak dapat melihat mereka. Tak lama kemudian pohon-pohonan menjadi semakin jarang, dan para pembajak itu mulai tampak lagi. Para pemuda mendengar suara langkah kaki yang berat di belakang mereka. Jauh di belakang menyusul para anggota polisi. Di depan kelihatan sebuah jalan. Beberapa mobil dan sebuah bus sekolah berjajar di kedua tepinya. Ketika para pemuda mendekatinya, mereka melihat sebuah taman dengan meja-meja piknik di sebelah sananya. Kira-kira tiga puluh orang anak-anak beserta beberapa orang dewasa sedang berpesta ayam panggang. Sebuah spanduk di sisi bus berbunyi: DARMAWISATA SEKOLAH MINGGU GEREJA AVENUE. Dengan ketiga teman di belakangnya, Ox Manley berlari ke mobil-mobil yang diparkir, dari mobil yang satu ke yang lain, mencari-cari mobil yang kunci kontaknya tertinggal di dalamnya. Para pemuda sudah mendekati dua puluh meter di belakang mereka, ketika Manley melompat naik ke tempat sopir sebuah sedan coklat. Salah seorang temannya duduk di sebelahnya, sedangkan yang dua duduk di belakang. Mesin mobil segera meraung-raung sementara roda belakang menghamburkan pasir dan kerikil ketika mobil itu meloncat lagi. Frank dan Joe mencapai jalan itu dengan Chet dan Brian di belakangnya. Semuanya terengah-engah. Seperti para penjahat, mereka berlari-lari dari mobil yang satu ke mobil yang lain, melihat-lihat ke dalam, mencari-cari kalau-kalau kunci kontaknya tertinggal. Satu-satunya yang demikian hanya bus sekolah itu! Ketika para pemuda menghambur naik, seorang berseragam sopir lari mendatangi dari tempat piknik. Joe melompat ke belakang kemudi, sementara Chet tersungkur di tempat duduk di belakangnya. Frank, berdiri di pintu bus, berseru kepada sopir bus; "Polisi akan datang untuk menjelaskan!" Joe menarik tuas yang menutup pintu-pintu, dan melarikan bus itu di sepanjang jalan sempit, benjol-benjol berbatu-batu. Bus itu berguncang ke sana kemari terhempas di setiap lubang. Frank terjerembab dan jatuh di tempat duduk di samping Chet. Mobil berisi para pembajak meninggalkan debu di depan. Joe menancap gas, menambah goncangan bus, namun memperkecil jarak dari mobil yang melarikan diri. Namun, semakin dekat semakin sulit melihatnya, akibat debu yang semakin tebal! Joe berusaha mendahului mobil penjahat. Namun dengan bertambahnya kecepatan, bus terperangkap di sisi kiri jalan. Ketika akhirnya Joe berhasil menyikat mendahului, mereka menghadapi sebuah tikungan, sementara kedua kendaraan itu melonjak-lonjak bagaikan kuda lepas kendali. Tiba-tiba sebuah truk nampak di tikungan. Joe meminggir ke kanan. Badan bus menyenggol spakbor kiri depan mobil, dan Ox Manley hilang penguasaan kemudi mobilnya. Mobil itu melompat dari jalan masuk ke kebun jagung. Joe berayun ke sisi kanan jalan, tepat pada saatnya untuk menghindari tabrakan. Truk lewat dengan klakson meraung-raung. Joe menghentikan busnya di pinggir jalan, tepat di mulut tikungan. Ia memadamkan lampu-lampunya, mematikan mesin, dan mencabut kunci kontaknya. Kemudian mereka berlompatan ke luar. Mobil sedan berhenti dengan roda-roda terbenam di tanah gembur. Ox Manley beserta ketiga temannya melompat ke luar dan lari mendatangi bus. Pistol mereka diacungkan. "Minggir!" teriak Ox Manley. "Kami rampas bus itu." "Silakan!" kata Joe, dan melemparkan kunci kontak jauh ke kebun jagung! Ox Manley menjerit putus asa. "Setan alas, mengapa kaubuang?" Joe hanya tersenyum menyeringai sementara tiga buah mobil datang dari taman piknik. Mobil-mobil itu berhenti di belakang bus dan sejumlah anggota polisi menghambur keluar. "Buang senjatamu!" teriak sersan yang mengepalai pasukan itu, sementara para bawahannya mengacungkan senapan anti huru-hara kepada para pembajak. Ketika topeng-topeng dilepas, Frank dan Joe mengenali pembajak-pembajak itu. Mereka adalah orang-orang yang mereka lihat di Teluk Chesapeake bersama Ted Herkimer. Mereka itulah yang membawa TV-TV Spectrocolor ke kapal Mary Malone. Para anggota polisi menggiring para pembajak itu ke ketiga mobil. Sementara itu, cukup lama para pemuda itu mencari kunci kontak yang dilemparkan Joe di kebun jagung. Akhirnya, bus itu digunakan untuk menarik sedan coklat keluar dari kebun jagung. Ketika mereka sampai di taman piknik, dengan Frank yang mengemudikan sedan coklat, mereka memberikan alamat mereka kepada sopir bus dan pemilik sedan. Namun mereka menjelaskan pula, bahwa pihak polisi yang akan menanggung segala kerusakan yang telah mereka lakukan. "Menurut pendapatmu, apakah truk kita masih ada di rumah pertanian?" tanya Brian. Joe tertawa kecil. "Kukira masih. Siapa yang menghendakinya?" "Apakah engkau akan membawanya ke Washington?" Frank nampak agak resah. "Kami masih harus menemukan Cy Ortiz," katanya. "Kalau begitu aku sajalah," kata Brian. "Dengan senang hati aku akan mengantarkan muatan itu." "Terima kasih, Brian. Itu bagus sekali. Kami akan naik kereta-api ke Boston," kata Frank. Hari sudah malam ketika mereka tiba di gudang. Mereka menaiki mobil sport kuning mereka, lalu pergi ke kantor polisi. Sersan polisi yang membawa Ox Manley dan teman-temannya mengatakan kepada mereka, bahwa keempat pembajak itu telah diperiksa. Namun mereka masih bungkam. Frank dan Joe minta izin untuk menemui Manley. Mereka diantarkan ke selnya. Tetapi ketika menanyakan perihal Cy Ortiz, Manley tetap membungkam. Bahkan memandang mereka pun ia tak mau. Setelah ketiga pemuda tiba di hotel mereka, sebuah pesan telah menunggu, agar mereka menelepon pak Hardy. Pak Hardy nampaknya girang. "Aku ingin memberitahu, bahwa di sini semuanya telah beres," katanya. "Pabrik Dr. Minkovitch telah dibongkar, dan uranium itu telah di tengah jalan menuju Amerika Serikat. Kementerian Luar Negeri kita telah mendesak para pejabat Atlantic Island. Rupanya mereka telah berhasil menemukan temanmu Lanky. Ia sudah ditahan sekarang." "Bagus," kata Frank. "Bagaimana dengan kapten Sanchez?" "Ia ditahan untuk sementara, dan dalam penyelidikan atas tuduhan menerima suap, serta bersekongkol sebagai salah seorang direkturnya. Ia mengaku, bahwa direktur yang ketiga ialah Ox Manley." "Kami juga sudah membereskan semua persoalan di sini," kata Frank. "Manley ternyata juga menjadi otak pembajakan, dan kini sudah ada di penjara. Yang masih kusut ialah, bahwa Cy Ortiz belum dapat ditemukan." "Tentu Manley yang bertanggung jawab atas itu," kata pak Hardy. "Apakah polisi sudah berhasil menyuruh dia berbicara?" "Sejauh ini, belum. Ia malah tak mau melihat kami, apalagi menjawab pertanyaan." "Nah, kuharap kalian dapat segera menemukan Ortiz," kata detektif itu. "Aku akan pulang dengan pesawat besok. Sampai ketemu di Bay-port." "Baik, ayah. Selamat malam!" Setelah ia meletakkan gagang telepon, Frank berkata dengan nada kecewa: "Sebenarnya aku berharap, bahwa ayah memberikan semacam petunjuk bagaimana caranya mencari Ortiz." Chet berkata: "Aku baru saja mendapat gagasan istimewa! Sebuah petunjuk sudah lama mengikuti kita selama ini, tetapi kita malah tak mengetahuinya!" "Apa?" tanya Frank dan Joe bersama-sama. "Ingat, ketika Ox Manley mengusulkan agar kita memeriksa gudang? Ia berkata, kita tak usah memikirkan truk-truk yang ada di tempat parkir, sebab katanya, ia sendiri telah memeriksanya dengan teliti." "Betul juga!" kata Frank. "Ayo kita ke sana!" Mereka lari ke luar dan melompat ke mobil mereka. Frank yang mengemudi. Ia mengendarainya selalu di bawah batas kecepatan sampai di gudang. Pagar tempat parkir telah dikunci. Tetapi Frank menghentikan mobilnya di dekat pagar, dan mereka dapat memanjat melalui atap. "Tak mungkin menyembunyikan orang di dalam truk yang dipakai sehari-hari," kata Joe. "Menurut dugaanku, kalau Cy Ortiz memang ada di sini, ia tentu disembunyikan di dalam salah satu kendaraan yang sedang menunggu perbaikan." Frank mengangguk. "Mari kita periksa tiga buah truk yang ada di bengkel terlebih dulu." Truk-truk yang dimaksudkan itu berdiri di tempat yang paling terpisah di tempat parkir. Ketika mereka mendekati, mereka mendengar suara gedebak-gedebuk tertahan dari arah truk yang ada di tengah. Dengan cepat Frank membuka palang pintu belakang gandengan, lalu membukanya. Kemudian ia menyorotkan lampu senternya ke dalam. Di lantai, tangan dan kaki terikat serta mulut disumbat, terbaring tubuh Cy Ortiz! Ia berhasil menggeleser sampai ke dinding gandengan dan menendang-nendang dengan kakinya. Dengan segera mereka melepaskan sumbat serta tali ikatannya. Joe lari ke dalam gudang untuk mengambil air. Setelah beberapa saat, pemilik perusahaan angkutan itu sudah dapat berbicara. "Aku - aku sungguh gembira kalian menemukan aku," katanya. "Apakah anda terikat dalam gandengan ini selama ini?" tanya Frank. Ortiz meregang-regangkan kaki-tangannya yang kaku. "Betul. Ox Manley dan komplotannya datang setiap malam untuk memberi makan aku, dan memberi aku waktu untuk membersihkan diri di ruang istirahat gudang. Tetapi selebihnya aku sudah berhari-hari di sini. Manley melakukan hal itu karena mengetahui, bahwa aku telah mengetahui dialah pemimpin komplotan pembajak." "Kami juga tahu," kata Frank. "Ia dan komplotannya sudah ada di penjara." Ortiz terkejut, heran ketika mendengar segala apa yang telah terjadi. "Bagus sekali kalian dapat membongkar misteri ini," ia berkata. "Apakah kau sadar, bahwa kalian telah menghindarkan suatu musibah besar? Bila orang-orang gila ini sempat melaksanakan rencana mereka, akibatnya terlalu mengerikan untuk dipikirkan." Esok paginya, di tengah perjalanan pulang ke Bayport, Chet berkata: "Kalian tahu, bahwa pak Ortiz memang benar. Kita memang telah menyelamatkan dunia. Tetapi aku harus mengatakan, bahwa aku sudah kenyang dengan petualangan untuk sementara ini. Dapatkah kita menghindar dari segala kesulitan untuk beberapa bulan mendatang ini?" "Tak ada yang menyenangkan bagiku selain itu," Frank membenarkan. "Menekan tuas bom atom itu akan menimbulkan mimpi-mimpi buruk bagiku selama beberapa tahun!" Tak seorang pun dari mereka menyadari, bahwa tak lama setelah mereka tiba di rumah, mereka terpaksa membantu memecahkan misteri baru! TAMAT Djvu: BBSC ============================== Ebook Cersil (zheraf.wapamp.com) Gudang Ebook http://www.zheraf.net ============================== Re edited by: Farid ZE Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu